Jumat, 06 Juni 2008

Reformasi Kita, Reformasi Cina

Reformasi Kita, Reformasi Cina
Hamid Basyaib

CERAMAH Dr Fan Gang dua tahun lalu, di forum Asia-Pasifik di Phuket, menancap kokoh di benak saya. Penasihat ekonomi PM Li Peng itu memaparkan strategi reformasi negerinya dengan gamblang, sederhana, simpatik, dan dengan kerendah-hatian khas Cina.

Beda antara orang pintar dan orang bodoh cuma satu: yang pertama mampu membuat masalah rumit menjadi sederhana, yang kedua sebaliknya: membikin masalah yang paling simpel pun jadi rumit. Fan Gang adalah jenis pertama.

Ia menekankan bahwa reformasi bukanlah revolusi. Reformasi adalah upaya memperbaiki institusi-institusi lama yang ada, atau membentuk institusi-institusi baru (karena yang lama sudah tidak efektif untuk mencapai target-target baru akibat perubahan situasi).

Revolusi juga memang gemar membuat institusi baru, tapi sambil menghancurkan yang lama, lengkap dengan pemutusan historis dan kehancuran kulturalnya. Sepuluh tahun revolusi Cina (1966-1976) telah cukup menjadi bukti tentang kehancuran itu; meski kebijakan Mao itu dinamakan "Revolusi Kebudayaan" – atau justru karena targetnya memang penghancuran budayalah maka ia dinamai demikian.

Kedua, kata Fan, ukuran kemajuan dan efektifitas institusi baru itu bukanlah pada hasilnya, tapi pada proses dan progresnya. Kriteria penilaian ditetapkan dulu, lalu diterapkan setiap tahun (atau per triwulan atau semester) pada rencana pencapaian lembaga baru itu.

Dengan cara ini, kemajuan akan terlihat. Kadarnya sedikit saja. Tapi kemajuan sangat kecil itu bisa memompa semangat para pelaksana bahwa mereka telah mampu bergerak maju dan karenanya akan sanggup bergerak lebih maju lagi. Sukses kecil diikuti sukses lebih besar sedikit, dan seterusnya.

Begitu pula jika terjadi kekeliruan, penyimpangan, kemandekan ataupun pencapaian yang terlalu minimal. Program dan kebijakan bisa segera dibenahi, digiring kembali ke jalur awalnya, sehingga segala kekurangan itu tidak berlarut-larut dan destruksinya menular ke mana-mana.

Ketiga, Fan Gang menyebut strategi PPP (part & partial progress). Yang diukur kemajuannya adalah bidang atau bagian tertentu dari suatu program besar. Perumus kebijakan bisa memilih dan menentukan bidang dan bagian manakah yang mungkin ditetapkan sebagai prioritas, lalu mengukur proses dan kemajuannya setahap demi setahap.

Semua itu, menurut Fan, dilakukan Cina praktis sejak pembaruan ekonomi dicanangkan pada 1978. "Hasilnya memang banyak dipuji orang," katanya sambil tersenyum merendah. "Tapi sebenarnya kami masih jauh dari tujuan besar. Sekarang pun baru saja terjadi PHK atas dua juta pekerja."

Fan meramalkan, Cina akan mencapai apa yang dia sebut full employment dan full market-mechanism tiga puluh tahun lagi. Artinya: pada 2035 tidak ada lagi pengangguran di Cina, dan perekonomian sepenuhnya dijalankan dengan sistem pasar.

Saya bilang pada Dr Fan, ia perlu datang ke Jakarta untuk membagi pengalamannya dalam mengawal reformasi Cina kepada para petinggi Indonesia.

"Saya senang sekali dan akan datang jika diundang," katanya. Ia mengaku pernah bicara dalam forum CSIS di Jakarta.

Hari-hari ini, ketika banyak orang menggelar acara-acara peringatan 10 Tahun Reformasi – di tengah gemuruh demonstrasi kenaikan BBM dan peringatan 100 Tahun Kebangkitan Nasional – nada umum yang terdengar adalah: Reformasi telah gagal.

Kita memang berhasil mencapai kemajuan politik besar berkat Reformasi, tapi, kata orang, secara ekonomi kita tidak lebih baik, kalau bukan justeru lebih buruk. Lihatlah: bahkan kata “Reformasi” pun telah makin pejoratif sehingga istilah yang pernah sangat ampuh ini makin jarang disebut orang.

Pemerintah pun sejauh ini tak kunjung mampu menyajikan data yang meyakinkan bahwa manisnya buah Reformasi memang telah cukup dinikmati publik, 10 tahun setelah kita menanam pohonnya. Pemerintah hanya mampu defensif, menangkis sejumlah penggalan serangan tentang kegagalan Reformasi di tangannya, tanpa pernah berinisiatif mengkomunikasikan capaian-capaian Reformasi secara komprehensif dan mudah dicerna penduduk.

Ada baiknya pemerintah mempelajari sungguh-sungguh sukses reformasi Cina sebagaimana dipaparkan ringkas oleh Fan Gang itu. Kita boleh mengingat peribahasa yang diam-diam diamalkan Fan dan kawan-kawannya: Perjalanan seribu mil dimulai dengan satu langkah.

Kita bisa seperti Fan: mengukur efektifitas langkah pertama, kedua, dan seterusnya. Bukan buru-buru melihat dan mengukur apakah kita sudah menempuh perjalanan seribu mil atau belum.

Penulis adalah Direktur Program Freedom Institute

Tidak ada komentar: