Selasa, 08 Juli 2008

Pidato Steve Job

Pidato Steve Job di Acara Wisuda Stanford University: “Stay Hungry. Stay Foolish” PDF Cetak E-mail
Ditulis Oleh Administrator
Senin, 16 Juni 2008

Saya merasa bangga di tengah-tengah Anda sekarang, yang akan segera lulus dari salah satu universitas terbaik di dunia. Saya tidak pernah selesai kuliah. Sejujurnya, baru saat inilah saya merasakan suasana wisuda. Hari ini saya akan menyampaikan tiga cerita pengalaman hidup saya. Ya, tidak perlu banyak. Cukup tiga.

Cerita Pertama: Menghubungkan Titik-Titik
Saya drop out (DO) dari Reed College setelah semester pertama, namun saya tetap berkutat di situ sampai 18 bulan kemudian, sebelum betul-betul putus kuliah. Mengapa saya DO? Kisahnya dimulai sebelum saya lahir. Ibu kandung saya adalah mahasiswi belia yang hamil karena “kecelakaan” dan memberikan saya kepada seseorang untuk diadopsi.

Dia bertekad bahwa saya harus diadopsi oleh keluarga sarjana, maka saya pun diperjanjikan untuk dipungut anak semenjak lahir oleh seorang pengacara dan istrinya. Sialnya, begitu saya lahir, tiba-tiba mereka berubah pikiran bayi perempuan karena ingin. Maka orang tua saya sekarang, yang ada di daftar urut berikutnya, mendapatkan telepon larut malam dari seseorang: “kami punya bayi laki-laki yang batal dipungut; apakah Anda berminat? Mereka menjawab: “Tentu saja.” Ibu kandung saya lalu mengetahui bahwa ibu angkat saya tidak pernah lulus kuliah dan ayah angkat saya bahkan tidak tamat SMA. Dia menolak menandatangani perjanjian adopsi. Sikapnya baru melunak beberapa bulan kemudian, setelah orang tua saya berjanji akan menyekolahkan saya sampai perguruan tinggi.

Dan, 17 tahun kemudian saya betul-betul kuliah. Namun, dengan naifnya saya memilih universitas yang hampir sama mahalnya dengan Stanford, sehingga seluruh tabungan orang tua saya- yang hanya pegawai rendahan- habis untuk biaya kuliah. Setelah enam bulan, saya tidak melihat manfaatnya. Saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan dalam hidup saya dan bagaimana kuliah akan membantu saya menemukannya. Saya sudah menghabiskan seluruh tabungan yang dikumpulkan orang tua saya seumur hidup mereka. Maka, saya pun memutuskan berhenti kuliah, yakin bahwa itu yang terbaik. Saat itu rasanya menakutkan, namun sekarang saya menganggapnya sebagai keputusan terbaik yang pernah saya ambil.

Begitu DO, saya langsung berhenti mengambil kelas wajib yang tidak saya minati dan mulai mengikuti perkuliahan yang saya sukai. Masa-masa itu tidak selalu menyenangkan. Saya tidak punya kamar kos sehingga nebeng tidur di lantai kamar teman-teman saya. Saya mengembalikan botol Coca-Cola agar dapat pengembalian 5 sen untuk membeli makanan. Saya berjalan 7 mil melintasi kota setiap Minggu malam untuk mendapat makanan enak di biara Hare Krishna. Saya menikmatinya. Dan banyak yang saya temui saat itu karena mengikuti rasa ingin tahu dan intuisi, ternyata kemudian sangat berharga. Saya beri Anda satu contoh:
Reed College mungkin waktu itu adalah yang terbaik di AS dalam hal kaligrafi. Di seluruh penjuru kampus, setiap poster, label, dan petunjuk ditulis tangan dengan sangat indahnya. Karena sudah DO, saya tidak harus mengikuti perkuliahan normal. Saya memutuskan mengikuti kelas kaligrafi guna mempelajarinya. Saya belajar jenis-jenis huruf serif dan san serif, membuat variasi spasi antar kombinasi kata dan kiat membuat tipografi yang hebat. Semua itu merupakan kombinasi cita rasa keindahan, sejarah dan seni yang tidak dapat ditangkap melalui sains.
Sangat menakjubkan.

Saat itu sama sekali tidak terlihat manfaat kaligrafi bagi kehidupan saya. Namun sepuluh tahun kemudian, ketika kami mendisain komputer Macintosh yang pertama, ilmu itu sangat bermanfaat. Mac adalah komputer pertama yang bertipografi cantik. Seandainya saya tidak DO dan mengambil kelas kaligrafi, Mac tidak akan memiliki sedemikian banyak huruf yang beragam bentuk dan proporsinya. Dan karena Windows menjiplak Mac, maka tidak ada PC yang seperti itu. Andaikata saya tidak DO, saya tidak berkesempatan mengambil kelas kaligrafi, dan PC tidak memiliki tipografi yang indah. Tentu saja, tidak mungkin merangkai cerita seperti itu sewaktu saya masih kuliah. Namun, sepuluh tahun kemudian segala sesuatunya menjadi gamblang.

Sekali lagi, Anda tidak akan dapat merangkai titik dengan melihat ke depan; Anda hanya bisa melakukannya dengan merenung ke belakang. Jadi, Anda harus percaya
bahwa titik-titik Anda bagaimana pun akan terangkai di masa mendatang. Anda harus percaya dengan intuisi, takdir, jalan hidup, karma Anda, atau istilah apa pun lainnya. Pendekatan ini efektif dan membuat banyak perbedaan dalam kehidupan saya.


Cerita Kedua Saya: Cinta dan Kehilangan.
Saya beruntung karena tahu apa yang saya sukai sejak masih muda. Woz dan saya mengawali Apple di garasi orang tua saya ketika saya berumur 20 tahun. Kami bekerja keras dan dalam 10 tahun Apple berkembang dari hanya kami berdua menjadi perusahaan 2 milyar dolar dengan 4000 karyawan. Kami baru meluncurkan produk terbaik kami-Macintosh- satu tahun sebelumnya, dan saya baru menginjak usia 30. Dan saya dipecat.

Bagaimana mungkin Anda dipecat oleh perusahaan yang Anda dirikan? Yah, itulah yang terjadi. Seiring pertumbuhan Apple, kami merekrut orang yang saya pikir sangat berkompeten untuk menjalankan perusahaan bersama saya. Dalam satu tahun pertama,semua berjalan lancar. Namun, kemudian muncul perbedaan dalam visi kami mengenai masa depan dan kami sulit disatukan. Komisaris ternyata berpihak padanya. Demikianlah, di usia 30 saya tertendang.

Beritanya ada di mana-mana. Apa yang menjadi fokus sepanjang masa dewasa saya, tiba-tiba sirna. Sungguh menyakitkan. Dalam beberapa bulan kemudian, saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan. Saya merasa telah mengecewakan banyak wirausahawan generasi sebelumnya -saya gagal mengambil kesempatan. Saya bertemu dengan David Packard dan Bob Noyce dan meminta maaf atas keterpurukan saya. Saya menjadi tokoh publik yang gagal, dan bahkan berpikir untuk lari dari Silicon Valley. Namun, sedikit demi sedikit semangat timbul kembali- saya masih menyukai pekerjaan saya.

Apa yang terjadi di Apple sedikit pun tidak mengubah saya. Saya telah ditolak, namun saya tetap cinta. Maka, saya putuskan untuk mulai lagi dari awal. Waktu itu saya tidak melihatnya, namun belakangan baru saya sadari bahwa dipecat dari Apple adalah kejadian terbaik yang menimpa saya. Beban berat sebagai orang sukses tergantikan oleh keleluasaan sebagai pemula, segala sesuatunya lebih tidak jelas. Hal itu
mengantarkan saya pada periode paling kreatif dalam hidup saya. Dalam lima tahun berikutnya, saya mendirikan perusahaan bernama NeXT, lalu Pixar, dan jatuh cinta dengan wanita istimewa yang kemudian menjadi istri saya. Pixar bertumbuh menjadi perusahaan yang menciptakan film animasi komputer pertama, Toy Story, dan sekarang merupakan studio animasi paling sukses di dunia. Melalui rangkaian peristiwa yang menakjubkan, Apple membeli NeXT, dan saya kembali lagi ke Apple, dan teknologi yang kami kembangkan di NeXT menjadi jantung bagi kebangkitan kembali Apple. Dan, Laurene dan saya memiliki keluarga yang luar biasa.

Saya yakin takdir di atas tidak terjadi bila saya tidak dipecat dari Apple. Obatnya memang pahit, namun sebagai pasien saya memerlukannya. Kadangkala kehidupan menimpakan batu ke kepala Anda. Jangan kehilangan kepercayaan. Saya yakin bahwa satu-satunya yang membuat saya terus berusaha adalah karena saya menyukai apa yang saya lakukan. Anda harus menemukan apa yang Anda sukai. Itu berlaku baik untuk pekerjaan maupun pasangan hidup Anda. Pekerjaan Anda akan menghabiskan sebagian besar hidup Anda, dan kepuasan sejati hanya dapat diraih dengan mengerjakan sesuatu yang hebat. Dan Anda hanya bisa hebat bila mengerjakan apa yang Anda sukai. Bila Anda belum menemukannya, teruslah mencari. Jangan menyerah. Hati Anda akan mengatakan bila Anda telah menemukannya. Sebagaimana halnya dengan hubungan hebat lainnya, semakin lama-semakin mesra Anda dengannya. Jadi, teruslah mencari sampai ketemu. Jangan berhenti.

Cerita Ketiga Saya: Kematian
Ketika saya berumur 17, saya membaca ungkapan yang kurang lebih berbunyi: “Bila kamu menjalani hidup seolah-olah hari itu adalah hari terakhirmu, maka suatu hari kamu akan benar.” Ungkapan itu membekas dalam diri saya, dan semenjak saat itu, selama 33 tahun terakhir, saya selalu melihat ke cermin setiap pagi dan bertanya kepada diri sendiri: “Bila ini adalah hari terakhir saya, apakah saya tetap melakukan apa yang akan saya lakukan hari ini?” Bila jawabannya selalu “tidak” dalam beberapa hari berturut-turut, saya tahu saya harus berubah. Mengingat bahwa saya akan segera mati adalah kiat penting yang saya temukan untuk membantu membuat keputusan besar. Karena hampir segala sesuatu-semua harapan eksternal, kebanggaan, takut malu atau gagal-tidak lagi bermanfaat saat menghadapi kematian. Hanya yang hakiki yang tetap ada.

Mengingat kematian adalah cara terbaik yang saya tahu untuk menghindari jebakan berpikir bahwa Anda akan kehilangan sesuatu. Anda tidak memiliki apa-apa. Sama sekali tidak ada alasan untuk tidak mengikuti kata hati Anda.

Sekitar setahun yang lalu saya didiagnosis mengidap kanker. Saya menjalani scan pukul 7:30 pagi dan hasilnya jelas menunjukkan saya memiliki tumor pankreas. Saya bahkan tidak tahu apa itu pankreas. Para dokter mengatakan kepada saya bahwa hampir pasti jenisnya adalah yang tidak dapat diobati. Harapan hidup saya tidak lebih dari 3-6 bulan.

Dokter menyarankan saya pulang ke rumah dan membereskan segala sesuatunya, yang merupakan sinyal dokter agar saya bersiap mati. Artinya, Anda harus menyampaikan kepada anak Anda dalam beberapa menit segala hal yang Anda rencanakan dalam sepuluh tahun mendatang. Artinya, memastikan bahwa segalanya diatur agar mudah bagi keluarga Anda. Artinya, Anda harus mengucapkan selamat tinggal. Sepanjang hari itu saya menjalani hidup berdasarkan diagnosis tersebut. Malam harinya, mereka memasukkan endoskopi ke tenggorokan, lalu ke perut dan lambung, memasukkan jarum ke pankreas saya dan mengambil beberapa sel tumor. Saya dibius, namun istri saya, yang ada di sana, mengatakan bahwa ketika melihat selnya di bawah mikroskop, para dokter menangis mengetahui bahwa jenisnya adalah kanker pankreas yang sangat jarang, namun bisa diatasi dengan operasi. Saya dioperasi dan sehat sampai sekarang. Itu adalah rekor terdekat saya dengan kematian dan berharap terus begitu hingga beberapa dekade lagi.

Setelah melalui pengalaman tersebut, sekarang saya bisa katakan dengan yakin kepada Anda bahwa menurut konsep pikiran, kematian adalah hal yang berguna:Tidak ada orang yang ingin mati. Bahkan orang yang ingin masuk surga pun tidak ingin mati dulu untuk mencapainya. Namun, kematian pasti menghampiri kita. Tidak ada yang bisa mengelak. Dan, memang harus demikian, karena kematian adalah buah terbaik dari kehidupan. Kematian membuat hidup berputar. Dengannya maka yang tua menyingkir untuk digantikan yang muda. Maaf bila terlalu dramatis menyampaikannya, namun memang begitu.

Waktu Anda terbatas, jadi jangan sia-siakan dengan menjalani hidup orang lain. Jangan terperangkap dengan dogma-yaitu hidup bersandar pada hasil pemikiran orang lain. Jangan biarkan omongan orang menulikan Anda sehingga tidak mendengar kata hati Anda. Dan yang terpenting, miliki keberanian untuk mengikuti kata hati dan intuisi Anda, maka Anda pun akan sampai pada apa yang Anda inginkan. Semua hal lainnya hanya nomor dua.

Ketika saya masih muda, ada satu penerbitan hebat yang bernama “The Whole Earth Catalog“, yang menjadi salah satu buku pintar generasi saya. Buku itu diciptakan oleh seorang bernama Stewart Brand yang tinggal tidak jauh dari sini di Menlo Park, dan dia membuatnya sedemikian menarik dengan sentuhan puitisnya. Waktu itu akhir 1960-an, sebelum era komputer dan desktop publishing, jadi semuanya dibuat dengan mesin tik, gunting, dan kamera polaroid. Mungkin seperti Google dalam bentuk kertas, 35 tahun sebelum kelahiran Google: isinya padat dengan tips-tips ideal dan ungkapan-ungkapan hebat. Stewart dan timnya sempat menerbitkan beberapa edisi “The Whole Earth Catalog”, dan ketika mencapai titik ajalnya, mereka membuat edisi terakhir. Saat itu pertengahan 1970-an dan saya masih seusia Anda. Di sampul belakang edisi terakhir itu ada satu foto jalan pedesaan di pagi hari, jenis yang mungkin Anda lalui jika suka bertualang.

Di bawahnya ada kata-kata: “Stay Hungry. Stay Foolish.” (Jangan Pernah Puas. Selalu Merasa Bodoh). Itulah pesan perpisahan yang dibubuhi tanda tangan mereka. Stay Hungry. Stay Foolish. Saya selalu mengharapkan diri saya begitu. Dan sekarang, karena Anda akan lulus untuk memulai kehidupan baru, saya harapkan Anda juga begitu. Stay Hungry. Stay Foolish.

Jumat, 06 Juni 2008

Beda China dan Myanmar

A. Dahana
ADA kesamaan antara Myanmar dan China. Pertama, keduanya menjalankan sistem politik dan pemerintahan yang otoriter. Kedua, kini keduanya sedang dilanda musibah. Myanmar diterjang topan siklon Nargis dan lebih dari 10 ribu orang menjadi korban. Gempa bumi berkekuatan 7,9 Skala Richter di Provinsi Sichuan, China, telah menewaskan paling tidak 50 ribu jiwa.

Namun, ada perbedaan hakiki antara keduanya dalam menghadapi akibat dari prahara alam itu. Myanmar sama sekali tak bersedia menerima para sukarelawan asing yang datang untuk memberi bantuan kepada para korban bencana. Alasannya, mereka tak perlu bantuan luar karena pemerintah militer mampu menangani dengan tenaga sendiri. Tapi, tak urung ia bersedia menerima bantuan obat-obatan dan makanan sumbangan para donatur asing.

Malangnya, ada indikasi bahan makanan dan obat-obatan sumbangan dari masyarakat internasional itu disunat oleh penguasa dan yang dibagikan kepada para korban diklaim sebagai bantuan pemerintah. Maklumlah, bencana terjadi ketika junta militer tengah menyelenggarakan “referendum” atas UUD baru yang pada dasarnya memerlukan “dukungan” rakyat. Berita terakhir mengatakan hampir seluruh suara menyetujui referendum untuk mengesahkan UUD baru yang tentu saja makin memperkuat cengkeraman penguasa militer.

Sikap itu tentu saja telah membuat amarah dunia internasional. Kemarahan itu ditambah dengan tekad pemerintah Myanmar untuk terus menjalankan referendum, bahkan di wilayah bencana sekalipun. Hasilnya, Uni Eropa mendesak DK PBB untuk menekan Myanmar agar mau menerima tenaga bantuan asing. Ketaksenangan masyarakat internasional juga dipicu oleh kekejaman yang dilakukan tentara Myanmar dalam membasmi aksi protes menuntut demokrasi yang dimotori para biksu belum lama ini..

Sikap pemerintah China sangat kontras dengan para penguasa Myanmar. Lain dengan para penguasa Myanmar yang menutup diri, pemerintah China bereaksi dengan cepat. Bahkan Perdana Menteri Wen Jiabao sendiri turun ke lapangan memimpin operasi penyelamatan yang sebagian besar dilakukan oleh Tentara Pembebasan Rakyat. Sebab, China sangat bahwa dunia internasional, terutama media, memperhatikan peristiwa itu dengan serius.

Oleh karena itu, sejak awal negeri semiliar manusia itu membuka diri terhadap bantuan dan simpati serta liputan yang dilakukan media internasional. Wen Jiabao menyampaikan rasa terima kasih rakyat dan pemerintah China atas uluran tangan dunia internasional.

Ada sedikitnya dua alasan mengapa pemerintah China sangat terbuka terhadap dunia luar dalam menangani akibat dari prahara ini. Pertama, ia belajar betul dari sikap ketertutupannya ketika menangani krisis Tibet, khususnya dalam menghadapi protes yang dilakukan para biksu Budhis di Tibet sendiri yang kemudian meluas ke wilayah lain di China dan didukung komunitas internasional. China hampir tak berdaya dalam menjawab tuduhan internasional bahwa ia telah melakukan pelanggaran HAM atas suku Tibet dan kaum minoritas pada umumnya.

Faktor kedua sangat berhubungan erat dengan yang pertama, China sedang sibuk mempersiapkan diri untuk menyelenggarakan Olimpiade yang akan diselenggarakan pada 8 Agustus tahun ini. Bencana datang pada saat negeri itu tengah mempersiapkan suatu perhelatan besar yang dampaknya bergaung di seantero dunia dan diharapkan akan makin mengangkat gengsinya sebagai salah satu kekuatan dunia.

Oleh sebab itulah, ia tak mengecilkan arti bantuan asing dan peliputan media internasional. Shi Anbin, guru besar ilmu politik dari perguruan tinggi terkemuka Universitas Qinghua mengatakan, kecaman dunia atas penanganan kerusuhan Tibet telah membuat Partai Komunis China (PKC) sebagai penguasa tunggal belajar banyak. Kini ia lebih memperhatikan opini dunia. Dunia berharap sikap terbuka ini akan terus menjadi kebijakan yang rutin, bukan karena sedang menghadapi perhelatan besar.

Para penguasa Myanmar tak belajar dari China yang sebenarnya merupakan mentor dan pelindungnya. Topan Nargis telah membuat pemerintah otoriter hampir tak berdaya. Ia masih bisa tegak karena dukungan China. Juga berkat sikap ASEAN yang mendasarkan pada prinsip tidak saling intervensi dalam masalah dalam negeri masing-masing anggota. Walaupun pemerintah militer Myanmar jelas-jelas telah banyak melakukan pelanggaran HAM.

Penulis adalah Guru Besar Studi Cina Universitas Indonesia

Wajah Lain China

A Dahana
Wen Jiabao adalah ahli geologi. Tentunya ia faham betul tentang pergeseran lapisan bumi dan tentang segala hal yang menyangkut gempa. Karenanya, tak lama setelah gempa berskala besar menimpa Propinsi Sichuan pada 21 Mei lalu, dia turun tangan memimpin kegiatan penyelamatan para korban pasca bencana.

Dengan menggunakan megafon yang tak pernah lepas di tangannya, ia berteriak memberi semangat kepada para korban yang tengah dikeluarkan oleh regu penyelamat dari reruntuhan. “Bertahanlah anak-anakku. Aku Ngkong Wen Jiabao. Kami akan menyelamatkan kalian,” katanya dengan lantang.

Apa yang dilakukan Wen dengan ‘turun ke bawah’ sungguh mengagumkan. Tak lain lantaran ia Perdana Menteri yang biasanya selalu menjaga jarak dengan rakyat kebanyakan. Kalaupun bukan dia yang sengaja memelihara jarak itu, orang-orang di sekelilingnyalah yang melakukan itu. Alasannya, tentu saja sekuriti.

Hal yang dilakukan Wen sungguh berlawanan dengan sikap pemerintah China ketika menghadapi serangan internasional dalam menghadapi krisis di Tibet. Yakni dengan menutup segala informasi bagi dunia luar mengenai hal yang dilakukan aparat keamanan China yang menurut tuduhan media internasional melakukan pelanggaran berat HAM di wilayah krisis itu.

Paling tidak ada dua tafsiran mengenai apa yang dilakukan Wen. Kalau melihat pada karakter Wen, tindakan yang dilakukannya di tengah para korban gempa Sichuan bukan sesuatu yang baru. Semasa mudanya, atau sampai sekitar 19 tahun silam, Wen adalah seorang yang dekat dengan mantan Sekretaris Jenderal Partai Komunis China (PKC), Zhao Ziyang yang reformis dan sekarang sudah jadi mendiang itu.

Salah satu adegan yang paling dikenang orang adalah menjelang Peristiwa Juni 1989. Ketika itu Zhao dengan cucuran air mata memohon kepada para mahasiswa untuk berhenti melakukan mogok makan dan segera meinggalkan tempat itu karena tentara akan segera menyerbu. Namun, para aktifis mahasiswa bersikeras untuk tetap tinggal di sana. Ketika Zhao membujuk para mahasiswa untuk segera angkat kaki, Wen berada di sampingnya.

Pada waktu itu, Wen tak lain salah satu staf ahli yang berada di sekeliling Zhao dalam rangka mendorong China untuk lebih terbuka dan lebih maju lagi menjalankan reformasi. Adalah suatu keajaiban bahwa Wen selamat dari pembersihan yang dilakukan kaum konservatif setelah Zhao terjungkal dari kekuasaan dan berada dalam tahanan rumah sampai akhir hayatnya.

Dari adegan Wen berada di tengah para korban gempa pada Mei 2008 dan ketika ia mendampingi Zhao pada Juni 1989 yang terukir dalam ingatan orang, tersimpul pandangan bahwa Wen adalah orang yang penuh dengan perasaan empati. Ia tokoh politik yang selalu bersimpati terhadap kaum yang sedang dalam kesusahan. Dan ia tak segan meninggalkan tata cara protokol dan peraturan keamanan demi menolong manusia.

Namun, ada pandangan lain yang menyimpulkan, apa yang dilakukan Wen tak lain dari jurus kehumasan belaka. Menurut asumsi ini, China yang tengah bersiap menyelenggarakan Olimpiade, belajar banyak dari kasus krisis Tibet.

Ketertutupan terhadap media internasional untuk memberikan informasi yang benar-benar obyektif tentang kebijakan politik, ekonomi, dan sosial di Tibet telah banyak merugikan. Bahkan Olimpiade pun nyaris mendapat gangguan dengan adanya ancaman dari beberapa negara untuk tak berpartisipasi dalam Olimpiade 2008.

Sejalan dengan pandangan ini bisa muncul tuduhan bahwa negeri yang dikuasai partai tunggal itu memang melakukan apa yang dering disebut sebagai ‘moralitas ganda’. Artinya, di satu sisi ia melakukan tindakan diskriminatif terhadap golongan minoritas di Tibet.

Tindakan ini, menurut tuduhan tersebut, berupa kebijakan asimilasi paksa terhadap etnik Tibet antara lain dengan migrasi besar-besaran orang Han ke wilayah itu. Pemerintah China juga dituduh telah melakukan rekayasa sosial yang telah mencabut orang Tibet dari akar budayanya.

Sedangkan di sisi lain, pemerintah sangat memperhatikan nasib para korban gempa Sichuan yang nota bene adalah orang Han. Itu dibuktikan dengan kehadiran Wen Jiabao di tengah para korban bencana alam.

Akan tetapi, sikap pemerintah China yang memberikan akses kepada media, para peninjau, dan para dermawan internasional dalam menangani kasus pasca gempa Sichuan, patut mendapat acungan jempol. Pertanyaannya, apakah China dan Partai Komunis China telah berubah?

Penulis adalah Guru Besar Studi Cina Universitas Indonesia

Back to Habibie

Hamid Basyaib

WAKIL Wakil Presiden BJ Habibie baru saja meminum air putih untuk buka puasa Kamis ketika ajudan memberi tahu ada tamu. Saya hampir tak percaya melihat tamu berbatik yang menyeruak riang itu: Jack Welch!

Inilah Presiden General Electric yang legendaris itu. Wibawanya melampaui banyak presiden sungguhan. Hidupnya berkeliling ke puluhan negara dengan jet pribadi untuk menemui ratusan ribu karyawan.

Sambil memeluk tamunya yang jangkung, Habibie bilang mereka berdua senasib. "Dada kami sama-sama pernah dibelah," katanya, untuk menyebut operasi jantung koroner.

Lalu, tanpa basa-basi, dan tanpa mengukur-ukur 'harkat manusia', Habibie mengajak kami bertiga (Adi Sasono, M Syafi’i Anwar, dan saya) berfoto bersama sang tamu.

Begitulah Habibie. Spontan. Riang. Bersahabat. Lugas, kadang terkesan naif. Dia tak pernah berubah; semangat berkobar memajukan bangsa.

Berbeda dari kebanyakan pemimpin yang puas dengan retorika muluk, Habibie tahu dan mampu menunjukkan cara meraih kemajuan: melalui penguasaan ilmu dan teknologi. Tiada orang lain di negeri ini yang sesemangat dia dalam meyakini hal ini, dan dalam mengupayakan kemakmuran Indonesia.

Semangat dan kesungguhan itu pula yang terlihat ketika ia bicara dua jam di Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Daerah, Kamis (29/5). Setelah meringkaskan 100 tahun perjalanan bangsa, Habibie menguraikan sejumlah agenda politik dan ekonomi dalam konteks reformasi yang ia mulai 10 tahun lalu.

Ia mengungkapkan sejumlah masalah, yaitu tingginya pengangguran dan kemiskinan, merosotnya patriotisme, pengutamaan kepentingan pribadi, kelompok dan berjangka pendek.

Tapi Habibie tak cuma meratap, apalagi mencerca. Ia mengajukan tawaran solusi konkret, yang ia sebut back to basic.

Posyandu yang terbengkalai bukan hanya perlu dihidupkan lagi, tapi sekaligus jadi pusat layanan informasi (termasuk jaringan internet) untuk teknologi pembinaan keluarga sejahtera, pendidikan, kesehatan dan lapangan kerja.

'Desa Surya' perlu dikembangkan, bersama pemanfaatan energi panas bumi. Sistem irigasi pertanian perlu direhabilitasi dan dikembangkan. Semua itu, bersama program KB, termasuk yang terabaikan selama 10 tahun reformasi.

Harus segera dibangun kereta api cepat Jakarta-Semarang-Surabaya dengan memanfaatkan energi terbarukan geotermal, selain rehabilitasi dan elektrifikasi jaringan KA se-Jawa.

Rencana pembangunan Batam, Rempang, Galang dan Bintan perlu disempurnakan, beserta pelanjutan pengembangan Pulau Natuna. Arus laut di NTB dan NTT perlu segera dikembangkan menjadi energi terbarukan. Kawasan Pembangunan Ekonomi Terpadu harus dilanjutkan dan disempurnakan.

Di tengah ekonomi global yang unpredictable, Habibie ingin ekonomi nasional lebih prediktabel. Ia memberi contoh harga BBM, yang dipengaruhi harga internasional. Pemecahannya tidak bisa berorientasi pada upaya nasional, misalnya dikaitkan APBN.

Di masa depan harga BBM harus diserahkan pada mekanisme pasar. Tapi harus dengan persiapan matang. Misalnya: gratiskan pendidikan, murahkan biaya kesehatan, dan naikkan gaji.

Sejumlah tawaran solusi Habibie terbuka untuk didebat. Tapi setidaknya ia punya ide yang jelas dan operasional. Dan ia membuktikan berani mengambil keputusan melaksanakannya, bahkan di tengah badai kritik.

Tugas pemimpin memang mengarahkan pengikut, bukan terombang-ambing di tengah kepentingan pengikut dan lingkaran kawan. Juga kerisauan bakal tak populer. Ia bukan cuma berkata bahwa negeri ini harus “damai, sejahtera, adil dan makmur”.

Ide-ide Habibie melampaui klise yang tak pernah ditunjukkan para pemimpin lain. Ia punya cita-cita terang dan tahap-tahap langkah yang jelas ke mana perahu Indonesia harus didayung di antara banyak karang.

Pemerintah mestinya memberi porsi peran yang tepat bagi elder statesman seperti BJ Habibie yang spiritnya tak pernah pudar.

Ketika masih bekerja di perusahaan pesawat terbang Jerman, ia lebih banyak berperan sebagai penyusun dan pelaksana strategi pemasaran. Kini pun ia pasti sanggup menjalankan peran itu. Jaringan ekonomi internasionalnya luas; ia menjalin pertemanan dengan orang AS seperti Jack Welch. Lobinya di Uni Eropa lebih kuat lagi.

Dalam usia 72, dengan puncak-puncak prestasi yang pernah ia capai, dengan kekayaan dari berbagai bisnis, royalti, dan saham-saham internasional, Habibie sudah menuntaskan urusan ambisi pribadi.

Jika pemerintah meminta Habibie kembali bekerja, siapa tahu ia bersedia. Dan siapapun tak perlu menganggapnya saingan. Era Habibie sudah berlalu. Peluang politiknya tertutup ketat. Yang masih tersisa di sakunya hanyalah kecerdasan, energi kemajuan, ide-ide besar dan praktis untuk Indonesia modern.

Pihak peminta hanya perlu bersaing dengan Ibu Ainun, seorang isteri berwajah ayu, yang tak ingin tampil melampaui porsinya; seorang isteri yang tak pernah mendistorsi tugas-tugas kenegaraan suami.

Penulis adalah Direktur Eksekutif SPIN (Strategic Political Intelligence). [L1]

Reformasi Kita, Reformasi Cina

Reformasi Kita, Reformasi Cina
Hamid Basyaib

CERAMAH Dr Fan Gang dua tahun lalu, di forum Asia-Pasifik di Phuket, menancap kokoh di benak saya. Penasihat ekonomi PM Li Peng itu memaparkan strategi reformasi negerinya dengan gamblang, sederhana, simpatik, dan dengan kerendah-hatian khas Cina.

Beda antara orang pintar dan orang bodoh cuma satu: yang pertama mampu membuat masalah rumit menjadi sederhana, yang kedua sebaliknya: membikin masalah yang paling simpel pun jadi rumit. Fan Gang adalah jenis pertama.

Ia menekankan bahwa reformasi bukanlah revolusi. Reformasi adalah upaya memperbaiki institusi-institusi lama yang ada, atau membentuk institusi-institusi baru (karena yang lama sudah tidak efektif untuk mencapai target-target baru akibat perubahan situasi).

Revolusi juga memang gemar membuat institusi baru, tapi sambil menghancurkan yang lama, lengkap dengan pemutusan historis dan kehancuran kulturalnya. Sepuluh tahun revolusi Cina (1966-1976) telah cukup menjadi bukti tentang kehancuran itu; meski kebijakan Mao itu dinamakan "Revolusi Kebudayaan" – atau justru karena targetnya memang penghancuran budayalah maka ia dinamai demikian.

Kedua, kata Fan, ukuran kemajuan dan efektifitas institusi baru itu bukanlah pada hasilnya, tapi pada proses dan progresnya. Kriteria penilaian ditetapkan dulu, lalu diterapkan setiap tahun (atau per triwulan atau semester) pada rencana pencapaian lembaga baru itu.

Dengan cara ini, kemajuan akan terlihat. Kadarnya sedikit saja. Tapi kemajuan sangat kecil itu bisa memompa semangat para pelaksana bahwa mereka telah mampu bergerak maju dan karenanya akan sanggup bergerak lebih maju lagi. Sukses kecil diikuti sukses lebih besar sedikit, dan seterusnya.

Begitu pula jika terjadi kekeliruan, penyimpangan, kemandekan ataupun pencapaian yang terlalu minimal. Program dan kebijakan bisa segera dibenahi, digiring kembali ke jalur awalnya, sehingga segala kekurangan itu tidak berlarut-larut dan destruksinya menular ke mana-mana.

Ketiga, Fan Gang menyebut strategi PPP (part & partial progress). Yang diukur kemajuannya adalah bidang atau bagian tertentu dari suatu program besar. Perumus kebijakan bisa memilih dan menentukan bidang dan bagian manakah yang mungkin ditetapkan sebagai prioritas, lalu mengukur proses dan kemajuannya setahap demi setahap.

Semua itu, menurut Fan, dilakukan Cina praktis sejak pembaruan ekonomi dicanangkan pada 1978. "Hasilnya memang banyak dipuji orang," katanya sambil tersenyum merendah. "Tapi sebenarnya kami masih jauh dari tujuan besar. Sekarang pun baru saja terjadi PHK atas dua juta pekerja."

Fan meramalkan, Cina akan mencapai apa yang dia sebut full employment dan full market-mechanism tiga puluh tahun lagi. Artinya: pada 2035 tidak ada lagi pengangguran di Cina, dan perekonomian sepenuhnya dijalankan dengan sistem pasar.

Saya bilang pada Dr Fan, ia perlu datang ke Jakarta untuk membagi pengalamannya dalam mengawal reformasi Cina kepada para petinggi Indonesia.

"Saya senang sekali dan akan datang jika diundang," katanya. Ia mengaku pernah bicara dalam forum CSIS di Jakarta.

Hari-hari ini, ketika banyak orang menggelar acara-acara peringatan 10 Tahun Reformasi – di tengah gemuruh demonstrasi kenaikan BBM dan peringatan 100 Tahun Kebangkitan Nasional – nada umum yang terdengar adalah: Reformasi telah gagal.

Kita memang berhasil mencapai kemajuan politik besar berkat Reformasi, tapi, kata orang, secara ekonomi kita tidak lebih baik, kalau bukan justeru lebih buruk. Lihatlah: bahkan kata “Reformasi” pun telah makin pejoratif sehingga istilah yang pernah sangat ampuh ini makin jarang disebut orang.

Pemerintah pun sejauh ini tak kunjung mampu menyajikan data yang meyakinkan bahwa manisnya buah Reformasi memang telah cukup dinikmati publik, 10 tahun setelah kita menanam pohonnya. Pemerintah hanya mampu defensif, menangkis sejumlah penggalan serangan tentang kegagalan Reformasi di tangannya, tanpa pernah berinisiatif mengkomunikasikan capaian-capaian Reformasi secara komprehensif dan mudah dicerna penduduk.

Ada baiknya pemerintah mempelajari sungguh-sungguh sukses reformasi Cina sebagaimana dipaparkan ringkas oleh Fan Gang itu. Kita boleh mengingat peribahasa yang diam-diam diamalkan Fan dan kawan-kawannya: Perjalanan seribu mil dimulai dengan satu langkah.

Kita bisa seperti Fan: mengukur efektifitas langkah pertama, kedua, dan seterusnya. Bukan buru-buru melihat dan mengukur apakah kita sudah menempuh perjalanan seribu mil atau belum.

Penulis adalah Direktur Program Freedom Institute

Senin, 17 Maret 2008

Konosuke Matsushita

oleh : Ary Ginanjar Agustian
Pendiri dan Pemimpin ESQ Leadership Center


Matsushita Electric Industrial Ltd (MEI) adalah penghuni urutan ke-59 deretan 500 Forbes Global 2007, dan masuk 20 teratas penjual semikonduktor dunia. Dengan pendapatan US$88,9 miliar (Rp801 triliun) dan 328.645 orang pegawai, tahun ini MEI memasuki era baru perjuangan tanpa akhir yang dimulai Konosuke Matsushita 89 tahun silam. Januari lalu, MEI mengumumkan perubahan nama korporat menjadi Panasonic Corporation per 1 Oktober nanti.

Ada kredo yang tidak bakal berubah pada MEI atau Panasonic, yaitu setiap pagi para karyawan mengucapkan Tujuh Prinsip: Kontribusi pada Masyarakat; Keadilan dan Kejujuran; Kerjasama dan Semangat Tim; Upaya tak Kenal Lelah untuk Perbaikan; Kesopanan dan Kerendahan Hati; Keluwesan; Bersyukur. Itulah nilai-nilai korporat yang dirumuskan mendiang Matsushita, sang pendiri.

Bagi orang Jepang yang terkenal sebagai pekerja keras, kredo itu bagian penting dalam meresapkan nilai-nilai korporat ke dalam jiwa setiap pekerja. Mereka percaya akan kedahsyatan magic power of repetition. Dengan pengucapan setiap hari oleh semua pekerja, nilai-nilai itu diharapkan terjelma menjadi kultur korporat.

Konosuke Matsushita lahir pada 27 November 1894 di desa pertanian Wasa, Provinsi (Perfektur) Wakayama. Dia sebetulnya putra seorang tuan tanah. Namun, harta keluarganya ludes karena keputusan investasi yang kurang cermat dari sang ayah dalam spekulasi perdagangan beras. Di usia sangat belia, sembilan tahun, Matsushita terpaksa dikirim bekerja ke Osaka, menjadi tukang reparasi sepeda.

Tak lama berselang, susul-menyusul kedua orangtuanya, lalu dua saudaranya, meninggal dunia. Hidup sebatang kara, di satu sisi, membuat jiwa kemandirian Matsushita tertempa. Tapi di sisi lain, tak ada pembimbing yang menularkan kepadanya ajaran atau nilai yang berlaku di masyarakat. Pada 1910, saat usianya 16 tahun, Matsushita pindah kerja menjadi asisten pemasangan kabel di Perusahaan Lampu Elektrik Osaka.

Itu tidak lazim, karena orang Jepang diajari untuk setia pada majikan seumur hidup. Matsushita hanya melihat pekerjaan barunya menjanjikan masa depan lebih baik. Dan, sikap independen itu kelak terbukti menjadi bekal pentingnya menjadi orang sukses.

Di tempat baru, Matsushita tidak bertahan lama. Menikah pada 1915 dengan Mumeno Iue, dia lalu mendirikan pabrik peralatan listrik Matsushita tiga tahun kemudian. Mula-mula, pabrik soket lampu listrik itu hanya diawaki tiga orang: dia sendiri, istri, dan adik iparnya, Toshio Iue. Tertatih-tatih dia membangun bisnis. Sempat nyaris tersungkur, hingga harus menggadaikan kimono sang istri untuk mendapatkan modal segar. "Itu tahun yang mencekam," kenangnya.

Lebih murah

Pintu suksesnya mulai terbuka ketika dia mengembangkan soket yang bisa dijual 30% lebih murah dari produk kompetitor. Saat itu usianya 27 tahun. Bisnisnya terus berkembang. Pegawainya mencapai 10.000 orang ketika Perang Dunia II meletus.

Namun, dia segera terantuk lagi dengan penghalang. Sebagai pihak yang kalah perang, Jepang harus tunduk pada aturan Sekutu pimpinan Amerika Serikat, yang mengharuskan demokratisasi dan demiliterisasi Negeri Sakura. Bagian dari langkah itu adalah pembubaran perusahaan-perusahaan dari golongan zaibatsu-klan-klan finansial besar yang berkoalisi dengan para pemimpin militer dalam kekuasaan Jepang pasca Shogun Tokugawa. Sialnya, pabrik Matsushita ada dalam daftar pembubaran.

Di sinilah, Matsushita membuktikan diri sebagai pemimpin yang dicintai. Penyelamatan datang dari serikat buruh yang pendiriannya disponsori AS untuk mengenalkan demokrasi. Delegasi buruh Matsushita silih berganti berarak ke Tokyo. Mereka berusaha meyakinkan penguasa kolonial bahwa bos mereka adalah anak miskin non-zaibatsu, majikan yang penuh kebajikan, yang bertujuan memerbaiki kehidupan masyarakat.

Hasilnya, Matsushita lolos dari daftar penghapusan. Dalam buku Matsushita: Lessons from the Life of the Twentieth Century's Most Remarkable Entrepreneur (1989), John Kotter menjelaskan bahwa Matsushita melakukan "apa yang dilakukan oleh semua pemimpin besar-yakni memotivasi kelompok besar individu untuk memerbaiki kondisi manusia."

Matsushita, yang wafat pada 1989, tak hanya seorang pebisnis, tetapi juga guru dan filsuf yang telah menulis 46 judul buku. Pada 3 November 1946, pada masa-masa sulit pascaperang, dia mendirikan Institut Perdamaian dan Kebahagiaan Melalui Kemakmuran atau Peace and Happiness Through Prosperity (PHP).

Di lembaga yang disebutnya "mainan orangtua" itulah, Matsushita biasa menghabiskan waktu dari Selasa sampai Jumat untuk berdiskusi dengan para peneliti. Hari Senin, dia rutin menghadiri konferensi bisnis di kantor MEI. Tema pokok diskusinya di PHP adalah cara terbaik memanfaatkan sumber daya bagi kemakmuran dan kebahagiaan untuk semua.

"Yang pertama, kita harus benar-benar tahu apa itu manusia. Jika seseorang ingin memelihara kambing, dia harus belajar tentang sifat kambing. Jadi, dengan rendah hati, saya ingin belajar tentang sifat manusia," kata Matsushita.

Matsushita bukan pengikut agama atau sekte apa pun. Namun, jelas kalimat di atas mencerminkan kesadaran tinggi akan jati diri dan (karena itu) nilai kecerdasan spiritual diri. Suatu hari pada Maret 1932, setelah berkali-kali menolak secara halus undangan seorang tamu sekaligus pelanggan yang datang ke kantornya, Matsushita akhirnya tergugah datang ke kuil Sekte Tenrikyo di Tokyo, kini dikenal dengan nama Tenri City.

Dia terkejut dengan begitu banyaknya bangunan milik kelompok itu, dengan ukuran dan kualitas arsitekturnya, dan kerapihan halamannya. Di dalamnya ada sekolah yang mengasuh 5.000 murid, perpustakaan dengan koleksi yang mengagumkan, bengkel pembuatan perabotan kayu dan banyak lagi.

Namun, perhatian Matsushita lebih terpikat pada orang-orang dan semangat mereka bekerja serta ketakziman mereka beribadah. Semua orang mendermakan waktu, tak menerima upah, tetapi bekerja dengan antusias. Dari kunjungan itu Matsushita menarik satu kesimpulan: "Jika sebuah korporasi bisa dijadikan seberarti sebuah agama, orang-orang akan puas dan lebih produktif."

Soal uang, inilah posisi Anda

oleh : Mike R. Sutikno
Mike Rini & Associates- Financial Counselling & Education


Rambut bisa sama hitam, tetapi pendapat boleh berbeda, begitulah juga dalam mengelola uang. Kita bekerja keras setiap hari untuk mendapatkan penghasilan, beberapa dari kita bahkan mendapatkan lebih besar dibandingkan yang lainnya.

Namun, bagaimana cara menggunakannya berbeda. Ada yang cenderung menghabiskan uangnya segera, menyimpannya untuk digunakan lagi di masa depan. Beberapa orang cenderung terus-menerus menyimpan uangnya, dan hanya sedikit yang bisa mendayagunakannya. Kecenderungan inilah yang akan membagi para pengguna uang menjadi beberapa tipe.

Tidak semua tipe penggunaan uang langsung menempatkan Anda dalam kategori kebebasan finansial. Dengan mengetahui siapa diri Anda sekarang, akan membantu memetakan arah untuk mencapai posisi yang diinginkan pada masa datang.

Looser = Pecundang

Looser adalah orang yang kecanduan dan candunya adalah uang. Pada saat ketagihan, dia akan menghabiskan apa pun yang dimilikinya dan bahkan yang tidak dimilikinya. Pengeluarannya selalu lebih besar daripada penghasilannya karena memperturutkan ketergantungan yang amat sangat pada uang untuk mengobati sesuatu.

Setiap orang mempunyai lubang di hatinya, tetapi looser hanya mampu mengisinya dengan uang. Lubang itu dapat berupa apa saja - kesepian, dendam, atau rendah diri yang memicu emosi berlebihan.

Jika tidak terkendali orang menjadi butuh pelampiasan dengan berbagai macam cara. Untuk melampiaskan kemarahan, kesedihan atau kekecewaan, looser melampiaskannya dengan berbelanja. Semakin marah, sedih, kecewa maka semakin banyak belanjaannya.

Looser membutuhkan lebih banyak uang untuk mengatasi rasa sakitnya. Mereka selalu kekurangan, dan untuk menutupinya mereka mengambil dari tempat lain. Tipe pecundang arus kasnya selalu negatif atau defisit.

Kekurangan inilah yang ditutup dengan cara berutang. Akibatnya jika arus kas negatif terus menerus, jumlah beban utang juga bisa semakin berat. Looser tipikal yang selalu bangkrut. Prinsipnya, hidup akan berjalan baik-baik saja jika bisa mendapat lebih banyak uang atau lebih banyak utang

Shopper = Pembelanja

Ketika menerima uang, segera saja uang itu berubah menjadi belanja bulanan, tagihan telepon, listrik, air, gaji pembantu, iuran pensiun atau tabungan pendidikan anak. Seakan-akan uang dalam bentuk aslinya sebagai uang sangatlah mengganggu sehingga tipe shopper segera menukarnya dengan bentuk lain.

Satu-satunya yang bisa menghentikan mereka adalah kalau uangnya habis. Buat pembelanja, mereka akan baik-baik saja selama pengelurannya tidak lebih dari penghasilannya. Tidak heran mereka selalu mengeluh tidak punya uang, bahkan pada saat gajian sekalipun. "Gaji cuma numpang lewat." Prinsip hidupnya segala sesuatu akan baik-baik saja asal impas.

Tidak seperti looser yang berbelanja melebihi takaran, tipe pembelanja bahkan enggan berutang. Shopper merencanakan penggunaan uangnya dengan cermat dan mereka cukup cerdas untuk berhenti ketika uang habis.

Pengeluaran mereka selalu sama besarnya dengan penghasilan mereka. Jika penghasilan naik, secara alamiah pengeluaran naik juga. Penghasilan dan pengeluaran seperti saling berkejaran. Tidak peduli berapa kalipun sudah kenaikan gaji terjadi, sulit sekali mengumpulkan uang untuk tidak digunakan.

Penghasilan yang ada sekarang jika tidak habis untuk biaya hidup masa sekarang, pasti akan digunakan untuk suatu tujuan keuangan tertentu di masa depan, misalnya membayar biaya pendidikan anak, membayar biaya hidup pensiun atau menunaikan ibadah Haji.

Keeper = Penyimpan

Kehilangan uang menakutkan. Semakin besar jumlahnya semakin menakutkan. Saya kira begitulah juga motivasi orang menabung. Kalau dipikir-pikir kegiatan menabung itu sama sekali tidak menyenangkan. Buat apa kita mendapatkan uang tetapi tidak dibelanjakan? Tetapi buat keeper jika berbelanja membuatnya kehilangan uang maka dia perlu untuk tidak menghabiskannya. Kehilangan uang membuat tipe keeper tidak aman, dan menyimpannya akan menetralisir rasa tidak aman.

Keeper tidak kesulitan untuk membayar kebutuhan hidupnya di masa sekarang. Dia juga akan mampu membiayai berbagi tujuan keuangan tertentu yang ingin dicapainya di masa depan. Di luar itu keeper bahkan menyimpan lebih banyak - untuk dirinya, untuk keluarganya. Dia tipe yang akan terus menerus mengumpulkan uang dengan tujuan untuk disimpan, lebih dari sekadar mencukupi kebutuhannya sekarang maupun di masa depan.

Sedikit demi sedikit dari hari ke hari tumpukan uangnya bertambah banyak, proses ini inilah yang amat disukainya. Dia membuat uangnya bekerja lebih keras agar bisa menghasilkan lebih banyak uang untuknya.

Developer = Pengembang

Developer tidak dikendalikan oleh uang, dia mengendalikan uang. Maka itu, dia tidak menginginkan uang kecuali jika membutuhkan sebesar yang akan digunakan untuk menjalankan rencananya.

Prinsipnya, setiap rupiah dalam sebuah portfolio berada disana untuk suatu tujuan tertentu, jika tidak, uang itu harusnya berada di tempat lain untuk tujuan lain. Developer percaya bahwa uang adalah salah satu alat untuk mencapai tujuan.

Jadi, dia tidak membuat rencana mengumpulkan uang, tetapi dia memiliki tujuan yang membutuhkan uang untuk mewujudkannya. Sesuai dengan namanya-developer mengembangkan/membangun sesuatu dalam ukuran masif yang hanya bisa dikerjakan dengan keterlibatan banyak orang.

Dengan tujuan besar inilah yang menyebabkan daya jangkaunya terhadap uang menjadi luas. Developer memusatkan perhatiannya pada usaha-usaha yang memberi manfaat pada masyarakat.

Dia percaya bahwa terdapat korelasi positif antara tingkat kesejahteraan masyarakat dengan kemakmuran pribadi. Artinya bangunan finansial yang akan didirikannya tidak bisa diperuntukkan untuk dirinya dan keluarganya, tetapi juga untuk masyarakat luas.

Developer menjalankan rencananya langkah demi langkah secara bertahap mencapai tujuannya, proses inilah yang amat disukainya. Jika satu tujuan telah tercapai, maka dengan segera dia akan menentukan tujuan baru yang lebih baik lebih besar. Dia membuat uang bekerja lebih keras untuk mewujudkan tujuannya

The power of no!

oleh : Anthony Dio Martin
Director HR Excellency


Pembaca, saya ingin share kepada Anda soal kekuatan dari mengatakan TIDAK dalam hidup kita. Bukankah kita lebih banyak diajar untuk mengatakan YA kepada orang lain serta tidak menolak orang lain, sejak kita masih kecil.

Jadi, adakah sisi positif dari mengatakan TIDAK dalam hidup kita. Tentu! Dan saya berikan contoh kasusnya. Saya teringat saat saya memutuskan untuk mengambil ilmu psikologi sebagai dasar basis ilmu saya, saat kuliah. Sanak saudara saya mengatakan "Jangan deh. Apa sih yang bisa diharapkan dari ilmu psikologi". Saya mengatakan TIDAK kepada mereka. Dan saya sangat gembira karena bisa teguh pada keputusan saya.

Ternyata ilmu psikologi menjadi fundamental yang bagus bagi saya dalam menulis, memberikan training serta menjadi seorang pembicara. Begitu juga, saat memulai karir sebagai trainer. Saya keluar dari perusahaan dan meninggalkan karir yang begitu menjanjikan.

Ketika menjadi freelance trainer, berbagai perusahaan dan eksekutif search mencari saya dengan berbagai paket yang menggiurkan. Tapi, saya senang bisa berkata TIDAK pada tawaran mereka sehingga saya bisa berfokus untuk mewujudkan impian saya, dalam usia yang relatif muda.

Pembaca, memang betul sejak kecil kita dibiasakan untuk mengatakan YA, tidak boleh mengecewakan orang lain, membuat orang lain senang dengan setuju ataupun memberikan peng-YA-an kepada mereka. Tetapi, ujung-ujungnya banyak cita-cita dan mimpi yang akhirnya terkorbankan karena kita tidak mampu berkata TIDAK. Percayalah, untuk bisa sukses kadang kita harus bisa belajar mengatakan TIDAK pada tempatnya.

Sikap negatif

Pertama, mengatakan TIDAK kepada orang yang bersikap negatif terhadap ide dan mimpi Anda. Saya seringkali mengingatkan bahwa 'opini adalah komoditas yang paling murah'. Saat Anda memberikan ide Anda, biasanya Anda harus siap menerima berbagai komentar, termasuk segala komentar yang negatif.

Saat itu, lihatlah baik-baik dan lihat kredibilitas orang yang mengatakan. Jika perlu, jangan membiarkan mereka mencuri mimpi Anda hanya karena sebuah kata TIDAK yang mereka ucapkan.

Para penulis buku Chicken Soup for the Soul berisi kumpulan artikel inspirasi terkenal sempat dibilang TIDAK oleh penerbit. Tetapi, karena mereka tidak mau terpengaruh akhirnya buku tersebut hingga sekarang menjadi buku yang begitu banyak menyentuh orang. Jadi, jika ada orang yang bermaksud negatif dan mengatakan tidak kepada mimpi yang Anda yakini, katakan saja, TERIMA KASIH dan teruslah berjuang untuk mimpimu.

Kedua, mengatakan TIDAK kepada aktivitas yang mengacaukan Anda dari kegiatan yang produktif dan bermanfaat. Adalah sangat umum, godaan untuk istirahat dan bersenang-senang memboroskan waktu dengan tidak produktif. Terkadang ada pula godaan untuk chit-chat, godaan untuk ngobrol yang tidak produktif ataupun acara-acara popular yang berlebih-an, yang akhirnya banyak menghabiskan waktu Anda yang bermanfaat.

Terkadang, agar hidup Anda menjadi lebih berbuah, maka Anda harus berani mengatakan TIDAK kepada mereka yang ingin mencuri waktu Anda. Ingatlah selalu, 'kalau Anda tidak mulai belajar mengendalikan waktu Anda maka orang lainlah yang mulai akan mengendalikan waktu Anda'. Take control of your own time.

Ketiga, mengatakan TIDAK kepada tawaran-tawaran yang tampaknya menggiurkan tetapi mengacaukan Anda dari cita-cita Anda. Memang, musuh dari sesuatu yang baik adalah sesuatu yang lebih baik.

Kadang-kadang, ada hal-hal yang kelihatannya berguna dan bermanfaat, tetapi kalau ki-ta perhatikan baik-baik, maka hal tersebut sebenarnya tidaklah membawa kita lebih dekat dengan cita-cita kita.

Saya salut dengan seorang rekan saya yang membaktikan hidupnya untuk melayani kehidupan rohani para mahasiswa. Saya tahu bahwa ia pun mungkin membutuhkan dana untuk kehidupan keluarganya.

Tetapi saat ada undangan untuk berbicara di kota lain. Ternyata ia menolak dengan mengatakan dengan sopan, "Iya saya memang membutuhkan dana tetapi saya sudah memutuskan menghabiskan minggu ini untuk memberikan konseling pada para mahasiswa dampingan saya. Terpaksa saya katakan TIDAK karena saya sudah punya komitmen waktu dalam minggu ini".

Keempat, mengatakan TIDAK kepada berbagai godaan yang justru menjatuhkan Anda dari sisi martabat dan moral Anda. Dikatakan bahwa seringkali HARTA, TAHTA dan WANITA banyak menjadi godaan yang menjatuhkan. Kisah yang terjadi sejak penciptaan manusia pertama.

Tetapi sering godaan ini akan bagus jika sejak awal kita tidak menerimanya. Misalkan pernah tawaran mendapatkan proyek tertentu tetapi harus dengan menyediakan wanita ataupun sejumlah uang suap.

Celakanya sekali kita terbiasa dengan proses kerja seperti ini, maka kitapun akan jadi keterusan menjalankan bisnis dengan cara seperti itu. Dalam situasi seperti ini, maka akan menjadi sulit bagi kita untuk mengajarkan nilai-nilai yang positif dan baik kepada bawahan maupun anak-anak kita, kalau kita sendiri tidak punya integritas.

aya masih ingat, betapa kagetnya saya saat seorang aktivis yang dulunya dikenal jujur akhirnya terbukti korupsi dan masuk penjara. Ternyata segala sesuatu dimulai dari 'menerima' dan terlalu toleran dengan hal yang kecil. Ketidakmampuan mengatakan TIDAK akhirnya menjeratnya ke penjara.

Kelima, mengatakan TIDAK kepada orang yang mengatakan TIDAK kepada Anda. Dalam hidup kadang-kadang kita harus persisten. Inilah maksud dari keberanian mengatakan TIDAK ini.

Saya teringat dengan cerita lucu tentang seorang direktur yang mengatakan bahwa dia telah menolak lima kali seorang sales yang melamar lewat sekretarisnya untuk jadi sales di tempatnya.

Si sales ini dengan tersenyum hanya berkata, "Saya orang yang lima kali ditolak itu!". Tetapi, akhirnya justru dialah yang diterima jadi sales. Pembaca, kadang kita pun harus berani bilang TIDAK kepada orang yang berkata TIDAK kepada kita.

Menempa jiwa wirausaha

oleh : A. B. Susanto
Managing Partner The Jakarta Consulting Group


Indonesia kering wirausahawan (entrepreneur). Padahal para wirausahawan inilah yang menjadi fasilitator bagi kemajuan ekonomi sebuah negara. Menurut Pak Ci (Ciputra, chairman kelompok usaha Ciputra), Indonesia membutuhkan setidaknya 2% penduduknya menjadi wirausaha untuk menopang kemajuan ekonomi. Padahal saat ini hanya terdapat sekitar 0,8% penduduk Indonesia yang menjadi wirausahawan.

Entrepreneurship pada galibnya adalah upaya menciptakan nilai tambah, dengan menangkap peluang bisnis dan mengelola sumber daya untuk mewujudkannya. Tentu harus disertai pengambilan risiko dalam porsi yang tepat.

Lantas jika ingin mencetak wirausahawan yang tangguh dalam jumlah jutaan 1% saja dari penduduk Indonesia sudah di atas 2 juta orang faktor-faktor apa sajakah yang perlu dipertimbangkan? Sifat-sifat kewirausahaan seseorang dibentuk oleh atribut-atribut personal dan lingkungan.

Faktor lingkungan mempunyai peran yang signifikan dalam pembentukan jiwa kewirausahaan. Salah satu faktor lingkungan yang berperan besar dalam membentuk jiwa kewirausahaan adalah budaya.

Kita bisa melihat secara kasat mata, suku tertentu di Indonesia, seperti dari Sumatera Barat dan Sulawesi Selatan mempunyai 'bakat' wirausaha. Karena dalam budaya tersimpan nilai-nilai yang diwariskan, dan nilai adalah 'apa yang dianggap baik'.

Tatkala kewirausahaan dianggap mulia dalam sistem nilai sebuah budaya, seorang wirausahawan mendapat tempat terhormat dalam budaya tersebut. Budaya tersebut akan menjadi 'produsen' wiraswasta. Sementara dalam budaya lain yang menempatkan pekerjaan wirausaha kurang bergengsi, kurang produktif dalam menghasilkan wirausaha.

Para perantau, biasanya juga memiliki dorongan lebih untuk berwirausaha. Orang Minang, Tionghoa dan India perantauan tampak lebih menonjol daripada mereka yang di daerah asalnya.

Role model merupakan hal yang sangat penting karena dengan mengetahui serta memahami kisah-kisah para wirausahawan yang telah meraih kesuksesan menjadikan cita-cita seseorang untuk membuka usahanya sendiri menjadi lebih kredibel dan terjustifikasi.

Calon wirausaha pada umumnya menemukan role model di rumah ataupun di tempat kerja. Bila seseorang banyak berhubungan serta bergaul dengan para wirausahawan, maka ada kemungkinan dia juga akan tertarik untuk memilih jalan hidup sebagai seorang wirausahawan.

Di samping faktor di atas, terdapat faktor sosiologis yang mendorong berkembangnya jiwa kewirausahaan. Salah satunya adalah tanggungjawab keluarga, yang memainkan peranan penting dalam menghasilkan keputusan untuk memulai usaha sendiri.

Adalah relatif lebih mudah untuk mulai menjalankan bisnis pada saat seseorang berusia relatif masih muda, lajang, serta tidak memiliki banyak aset pribadi. Bila dia gagal meraih kesuksesan sebagai seorang wirausahawan, maka masih terbuka peluang baginya untuk membangun karir dan pekerjaannya di perusahaan lain. Artinya lajang dan berusia muda memiliki hambatan psikologis yang rendah untuk berwirausaha. Lebih nekad!

Ada pula trade off antara pengalaman yang bertambah seiring dengan pertambahan usia dengan rasa optimistis dan energi yang dimiliki. Semakin bertambah usianya tentu semakin banyak pengalaman yang diperoleh, semakin luas jejaringnya dan seharusnya semakin percaya diri.

Namun kadang-kadang jika telah berada dalam sebuah industri dalam waktu yang lama, seseorang akan meyakini kesulitan yang bakal muncul bila memutuskan untuk memulai bisnis sendiri. Maka, rasa pesimis pun muncul dan tidak lagi nekad.

Namun dapat terjadi sebaliknya, pengalaman dan jejaring yang luas akan membuat rasa percaya diri merasa lebih merasa optimis untuk memilih wirausaha. Di sini karakter personal yang berbicara.

Karakteristik personal

Karakteristik personal dapat mengalahkan faktor lingkungan. Ambil contoh Bill Gates. Lingkungan keluarga pengacara telah membimbingnya untuk menekuni bidang hukum di Universitas bergengsi, Harvard. Dia sedang merintis jalan untuk mengikuti tradisi keluarganya, menjadi pengacara, pada saat dia dropped out dari Harvard dan mendirikan Microsoft. Dalam kasus Bill Gates, sisi karakteristik personal lebih menonjol.

Dari sisi ini, seorang wirausahawan memiliki focus of control internal yang lebih tinggi ketimbang seorang nonwirausahawan, yang berarti mereka memiliki keinginan kuat untuk menentukan nasib sendiri.

Sebuah survei yang dilakukan terhadap pemilik usaha kecil di Inggris menemukan bahwa lebih dari 50% responden mengatakan bahwa independensi merupakan motif utama saat mereka memutuskan mendirikan usaha sendiri.

Hanya 18% yang mengemukakan alasan untuk menghasilkan uang, sedangkan sisanya sebesar 10% menyebutkan ber-bagai alasan seperti kesenangan, tantangan, memberikan ruang lebih bagi kreativitas, dan kepuasan personal.

Karakteristik personal lainnya adalah kebutuhan untuk mengendalikan. Kebanyakan para wirausahawan adalah orang yang sulit untuk menerima kendali serta otoritas orang lain terhadap diri mereka.

Menurut Derek Du Toit, banyak wirausahawan yang membangun bisnisnya sendiri sebelumnya merupakan karyawan dari sebuah organisasi, namun mereka memiliki sifat sulit diatur.

Keputusan berwirausaha dapat dipengaruhi oleh faktor personal maupun faktor lingkungan. Wirausahawan seringkali memutuskan untuk memulai usahanya sendiri karena mereka adalah para high achiever yang merasa bahwa karir mereka sulit berkembang dalam perusahaan tempat mereka bekerja ataupun profesi yang mereka tekuni.

Banyak wirausahawan yang bekerja selama beberapa waktu dalam sebuah perusahaan guna memperkuat jejaring, meningkatkan sumber daya dan pengalaman sebelum membuka bisnis mereka sendiri.

Customer value

oleh : Handito Hadi Joewono
President Arrbey Indonesia
Cetak Kirim ke Teman Komentar


Taksi Blue Bird ada di mana-mana. Di tempat mangkal taksi di banyak hotel dan pusat perbelanjaan, di jalan besar, jalan kecil, sampai di ujung gang rumah kita. Memanggil taksi Blue Bird 'hanya' sejauh mengangkat gagang telepon. Mirip slogan salah satu produk minuman: "kapan saja, di mana saja". Kemudahan seperti itu memberi bukti, yang bukan sekadar janji, dari empat komitmen nilai tambah taksi Blue Bird.

Blue Bird memberikan komitmen empat nilai tambah [customer value] untuk membedakan pelayanan yang diberikan oleh perusahaan taksi lain. Keempat komitmen nilai tambah itu adalah aman, nyaman, mudah, dan pelayanan personal. Tentu saja untuk merealisir komitmen yang tampaknya sederhana tersebut tidaklah semudah yang dibayangkan.

Faktor pengelolaan SDM khususnya pengemudi taksi yang belasan ribu, mobil yang kondisinya berbeda-beda, lokasi yang relatif berjauhan dan taksi yang terus bergerak merupakan faktor yang menambah rumitnya pengelolaan bisnis dan layanan pada bisnis taksi.

Bahkan, untuk sekadar memetakan industri ini pun juga tidak mudah. Tim Arrbey yang sedang menyiapkan studi kasus taksi untuk buku kami berikutnya tentang layanan berkualitas juga menghadapi realita 'ruwetnya' pengelolaan bisnis ini.

Dari sisi pemasaran dan pelayanan konsumen, pengelolaan bisnis taksi dihadapkan pada beragamnya jenis konsumen. Ada konsumen yang ingin naik taksi dengan nyaman, ada yang asal sampai, ada yang cari gengsi dengan naik taksi, dan ada juga yang memanfaatkan naik taksi untuk kepentingan tidak baik termasuk mencari mangsa perampokan, penculikan, dan pemerkosaan.

Setidaknya adan tiga segmen pasar konsumen taksi atau kendaraan angkutan darat pada umumnya, yaitu:

1. Asal sampai

Jangan terlalu mikirin kualitas layanan di kelompok konsumen yang satu ini. Kualitas layanan merupakan kemewahan, yang kalau konsumen tidak mendapatkan juga tidak apa-apa. Bahkan, kalau sampai disediakan oleh pemberi layanan merupakan hal yang luar biasa.

Kata kunci 'layanan' di sini adalah: ngirit. Tidak heran banyak penumpang kereta api di Bogor dan Bekasi yang gembira dengan kehadiran KRL ekonomi AC. Ada juga konsumen taksi yang tidak berkeberatan naik taksi yang tidak pakai AC atau taksinya 'dekil'' karena taksinya tidak terawat dan bahkan tidak merasa was-was kalau pengemudi taksinya 'sangar'.

Pengemudi taksi yang cocok melayani kelompok konsumen ini adalah 'pembalap gagal' yang berani ngebut dan sedikit-sedikit melanggar peraturan lalu lintas agar penumpang cepat sampai daerah tujuan.

2. Sampai dengan puas

Penumpang yang naik taksi Blue Bird punya ekspektasi mendapatkan layanan standar berkualitas. Keempat customer value Blue Bird yaitu aman, nyaman, mudah, dan pelayanan personal dengan tepat memenuhi ekspektasi servis konsumen tadi.

Kalau konsumen mendapatkan keempat janji Blue Bird tersebut, tentu konsumen puas. Sebaliknya konsumen yang masih merasa ada janji yang belum sepenuhnya terpenuhi bisa berkomunikasi lebih lanjut dengan menelepon pusat layanan konsumen.

3. Sampai dengan kesan indah

Sesungguhnya Blue Bird, khususnya melalui Silver Bird, sudah mengarah ke pemberian layanan yang memungkinkan konsumen mendapat kesan indah. Penggunaan portofolio Mercedes dan mobil mewah lainnya dalam jajaran armada Silver Bird merupakan simbol upaya servis yang bermaksud memberi kesan indah. Penumpang bisa 'berbangga' menyampaikan ke sanak saudara atau rekan bisnisnya kalau barusan naik Mercy.

Demikian juga komitmen mengembalikan barang tertinggal, sehingga sampai mendapat rekor Muri juga bentuk lain dari upaya 'merekayasa positif'untuk menciptakan layanan yang bisa berkesan indah. Konsumen yang amit-amit ketinggalan handphone dan lalu mendapatkan lagi handphone-nya akan menjadi konsumen yang mau cerita ke teman dan siapa pun yang ditemui tentang kualitas layanan taksi yang baru saja digunakannya.

Keberhasilan Blue Bird mengelola berbagai keruwetan yang menjadi karakteristik bisnis taksi memang bisa diacungi jempol. Strategi membangun banyak pangkalan taksi di berbagai tempat berbeda, jumlah taksi yang banyak, pemanfaatan teknologi informasi dan manajemen pengelolaan SDM khususnya pengemudi taksi menjadi pilar-pilar kesuksesan Blue Bird.

Lalu bisakah contoh kasus baik seperti ini 'ditiru' oleh perusahaan taksi atau bahkan industri jasa yang lainnya. Tentu saja bisa, dan modal dasarnya adalah tekad dan tindakan nyata. Manajemen Blue Bird sudah membuktikan aplikasi tekad dan tindakan nyata tadi dalam pengelolaan bisnisnya, dan selanjutnya terserah Anda.