tag:blogger.com,1999:blog-14016141601665115212024-02-08T04:51:18.415-08:00Waroeng MotivasiUnknownnoreply@blogger.comBlogger41125tag:blogger.com,1999:blog-1401614160166511521.post-52119805608708162972008-07-08T16:59:00.000-07:002008-07-08T17:00:18.406-07:00Pidato Steve Job<table class="contentpaneopen"><tbody><tr><td class="contentheading" width="100%"> Pidato Steve Job di Acara Wisuda Stanford University: “Stay Hungry. Stay Foolish” </td> <td class="buttonheading" align="right" width="100%"> <a href="http://www.pkesinteraktif.com/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=1708" target="_blank" onclick="window.open('http://www.pkesinteraktif.com/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=1708','win2','status=no,toolbar=no,scrollbars=yes,titlebar=no,menubar=no,resizable=yes,width=640,height=480,directories=no,location=no'); return false;" title="PDF"> <img src="http://www.pkesinteraktif.com/templates/gk_sportmaxum/images/pdf_button.png" alt="PDF" name="PDF" align="middle" border="0" /></a> </td> <td class="buttonheading" align="right" width="100%"> <a href="http://www.pkesinteraktif.com/index2.php?option=com_content&task=view&id=1708&pop=1&page=0&Itemid=924" target="_blank" onclick="window.open('http://www.pkesinteraktif.com/index2.php?option=com_content&task=view&id=1708&pop=1&page=0&Itemid=924','win2','status=no,toolbar=no,scrollbars=yes,titlebar=no,menubar=no,resizable=yes,width=640,height=480,directories=no,location=no'); return false;" title="Cetak"> <img src="http://www.pkesinteraktif.com/templates/gk_sportmaxum/images/printButton.png" alt="Cetak" name="Cetak" align="middle" border="0" /></a> </td> <td class="buttonheading" align="right" width="100%"> <a href="http://www.pkesinteraktif.com/index2.php?option=com_content&task=emailform&id=1708&itemid=924" target="_blank" onclick="window.open('http://www.pkesinteraktif.com/index2.php?option=com_content&task=emailform&id=1708&itemid=924','win2','status=no,toolbar=no,scrollbars=yes,titlebar=no,menubar=no,resizable=yes,width=400,height=250,directories=no,location=no'); return false;" title="E-mail"> <img src="http://www.pkesinteraktif.com/templates/gk_sportmaxum/images/emailButton.png" alt="E-mail" name="E-mail" align="middle" border="0" /></a> </td> </tr> </tbody></table> <table class="contentpaneopen"><tbody><tr> <td colspan="2" align="left" valign="top" width="70%"> <span class="small"> Ditulis Oleh Administrator </span> </td> </tr> <tr> <td colspan="2" class="createdate" valign="top"> Senin, 16 Juni 2008 </td> </tr> <tr> <td colspan="2" valign="top"> <p class="MsoNormal"><span style="font-size: 11pt; font-family: "Trebuchet MS";">Saya merasa bangga di tengah-tengah Anda sekarang, yang akan segera lulus dari salah satu<em><strong><span style="font-family: "Trebuchet MS";"> universitas terbaik</span></strong></em> di dunia. Saya tidak pernah selesai kuliah. Sejujurnya, baru saat inilah saya merasakan suasana wisuda. Hari ini saya akan menyampaikan tiga cerita pengalaman hidup saya. Ya, tidak perlu banyak. Cukup tiga.</span></p> <p class="MsoNormal"><em><strong><span style="font-size: 11pt; font-family: "Trebuchet MS";">Cerita Pertama</span></strong></em><strong><span style="font-size: 11pt; font-family: "Trebuchet MS";">: Menghubungkan Titik-Titik</span></strong><span style="font-size: 11pt; font-family: "Trebuchet MS";"><br />Saya drop out (DO) dari Reed College setelah semester pertama, namun saya tetap berkutat di situ sampai 18 bulan kemudian, sebelum betul-betul putus kuliah. Mengapa saya DO? Kisahnya dimulai sebelum saya lahir. <strong><em><span style="font-family: "Trebuchet MS";">Ibu kandung </span></em></strong>saya adalah mahasiswi belia yang <em><strong><span style="font-family: "Trebuchet MS";">hamil karena “kecelakaan” </span></strong></em>dan memberikan saya kepada seseorang untuk <em><strong><span style="font-family: "Trebuchet MS";">diadopsi.</span></strong></em></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size: 11pt; font-family: "Trebuchet MS";">Dia bertekad bahwa saya harus diadopsi oleh keluarga sarjana, maka saya pun diperjanjikan untuk dipungut anak semenjak lahir oleh seorang pengacara dan istrinya. Sialnya, begitu saya lahir, tiba-tiba mereka <em><strong><span style="font-family: "Trebuchet MS";">berubah pikiran bayi perempuan</span></strong></em><!--[if !supportLineBreakNewLine]--> karena ingin. Maka orang tua saya sekarang, yang ada di daftar urut berikutnya, mendapatkan telepon larut malam dari seseorang: “kami punya bayi laki-laki yang batal dipungut; apakah Anda berminat? Mereka menjawab: “Tentu saja.” Ibu kandung saya lalu mengetahui bahwa ibu angkat saya tidak pernah lulus kuliah dan ayah angkat saya bahkan tidak tamat SMA. Dia menolak menandatangani perjanjian adopsi. Sikapnya baru melunak beberapa bulan kemudian, setelah orang tua saya <em><strong><span style="font-family: "Trebuchet MS";">berjanji akan menyekolahkan saya sampai perguruan tinggi.</span></strong></em></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size: 11pt; font-family: "Trebuchet MS";">Dan, 17 tahun kemudian saya betul-betul kuliah. Namun, dengan naifnya saya memilih <strong><em><span style="font-family: "Trebuchet MS";">universitas </span></em></strong>yang hampir <em><strong><span style="font-family: "Trebuchet MS";">sama mahalnya dengan Stanford</span></strong></em>, sehingga seluruh tabungan orang tua saya- yang hanya pegawai rendahan- <em><strong><span style="font-family: "Trebuchet MS";">habis untuk biaya kuliah</span></strong></em>. Setelah enam bulan, saya tidak melihat manfaatnya. Saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan dalam hidup saya dan bagaimana kuliah akan membantu saya menemukannya. Saya sudah menghabiskan seluruh tabungan yang dikumpulkan orang tua saya seumur hidup mereka. Maka, saya pun memutuskan berhenti kuliah, yakin bahwa itu yang terbaik. Saat itu rasanya menakutkan, namun sekarang saya menganggapnya sebagai keputusan terbaik yang pernah saya ambil. </span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-size: 11pt; font-family: "Trebuchet MS";">Begitu DO, saya langsung berhenti mengambil kelas wajib yang tidak saya minati dan mulai mengikuti perkuliahan yang saya sukai. Masa-masa itu tidak selalu menyenangkan. Saya tidak punya kamar kos sehingga <em><strong><span style="font-family: "Trebuchet MS";">nebeng tidur</span></strong></em> di lantai kamar teman-teman saya. Saya mengembalikan botol Coca-Cola agar dapat pengembalian 5 sen untuk membeli makanan. Saya berjalan 7 mil melintasi kota setiap Minggu malam untuk mendapat <strong><em><span style="font-family: "Trebuchet MS";">makanan enak di biara Hare Krishna</span></em></strong>. Saya menikmatinya. Dan banyak yang saya temui saat itu karena mengikuti rasa ingin tahu dan intuisi, ternyata kemudian sangat berharga. Saya beri Anda satu contoh:<br /><em><strong><span style="font-family: "Trebuchet MS";">Reed</span></strong></em><em><strong><span style="font-family: "Trebuchet MS";"> College</span></strong></em> mungkin waktu itu adalah yang <em><strong><span style="font-family: "Trebuchet MS";">terbaik</span></strong></em> di AS dalam hal <strong><em><span style="font-family: "Trebuchet MS";">kaligrafi</span></em></strong>. Di seluruh penjuru kampus, setiap poster, label, dan petunjuk ditulis tangan dengan sangat indahnya. Karena sudah DO, saya tidak harus mengikuti perkuliahan normal. Saya memutuskan mengikuti kelas kaligrafi guna mempelajarinya. Saya belajar jenis-jenis huruf <strong><em><span style="font-family: "Trebuchet MS";">serif dan san serif</span></em></strong>, membuat variasi spasi antar kombinasi kata dan kiat membuat tipografi yang hebat. Semua itu merupakan kombinasi cita rasa keindahan, sejarah dan seni yang tidak dapat ditangkap melalui sains. </span><span style="font-size: 11pt; font-family: "Trebuchet MS";">Sangat menakjubkan.<br /></span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-size: 11pt; font-family: "Trebuchet MS";">Saat itu sama sekali<em><strong><span style="font-family: "Trebuchet MS";"> tidak terlihat manfaat </span></strong></em>kaligrafi bagi kehidupan saya. Namun sepuluh tahun kemudian, ketika kami <em><strong><span style="font-family: "Trebuchet MS";">mendisain komputer Macintosh </span></strong></em>yang pertama, ilmu itu sangat bermanfaat. Mac adalah komputer pertama yang <strong><em><span style="font-family: "Trebuchet MS";">bertipografi cantik</span></em></strong>. Seandainya saya tidak DO dan mengambil kelas kaligrafi, Mac tidak akan memiliki sedemikian banyak huruf yang beragam bentuk dan proporsinya. Dan karena <em><strong><span style="font-family: "Trebuchet MS";">Windows menjiplak Mac</span></strong></em>, maka tidak ada PC yang seperti itu. Andaikata saya tidak DO, saya tidak berkesempatan mengambil kelas kaligrafi, dan PC tidak memiliki tipografi yang indah. Tentu saja, tidak mungkin merangkai cerita seperti itu sewaktu saya masih kuliah. Namun, sepuluh tahun kemudian segala sesuatunya menjadi gamblang. </span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size: 11pt; font-family: "Trebuchet MS";">Sekali lagi, Anda tidak akan dapat merangkai titik dengan melihat ke depan; Anda hanya bisa melakukannya dengan merenung ke belakang. Jadi, Anda harus percaya<br />bahwa titik-titik Anda bagaimana pun akan terangkai di masa mendatang. Anda harus <strong><em><span style="font-family: "Trebuchet MS";">percaya dengan intuisi, takdir, jalan hidup, karma Anda</span></em></strong>, atau istilah apa pun lainnya. Pendekatan ini efektif dan membuat banyak perbedaan dalam kehidupan saya.</span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size: 11pt; font-family: "Trebuchet MS";"><br /><strong><span style="font-family: "Trebuchet MS";">Cerita Kedua Saya: Cinta dan Kehilangan.</span></strong><br />Saya beruntung karena tahu apa yang saya sukai sejak masih muda. <strong><em><span style="font-family: "Trebuchet MS";">Woz</span></em></strong> dan saya mengawali <strong><em><span style="font-family: "Trebuchet MS";">Apple di garasi </span></em></strong>orang tua saya ketika saya berumur 20 tahun. Kami bekerja keras dan dalam 10 tahun Apple berkembang dari hanya kami berdua menjadi <em><strong><span style="font-family: "Trebuchet MS";">perusahaan 2 milyar dolar </span></strong></em>dengan <strong><em><span style="font-family: "Trebuchet MS";">4000 karyawan</span></em></strong>. Kami baru meluncurkan produk terbaik kami-<strong><span style="font-family: "Trebuchet MS";">Macintosh</span></strong>- satu tahun sebelumnya, dan saya baru menginjak <strong><em><span style="font-family: "Trebuchet MS";">usia 30</span></em></strong>. Dan <strong><em><span style="font-family: "Trebuchet MS";">saya dipecat.</span></em></strong><br /><br />Bagaimana mungkin Anda dipecat oleh perusahaan yang Anda dirikan? Yah, itulah yang terjadi. Seiring pertumbuhan Apple, kami merekrut orang yang saya pikir sangat berkompeten untuk menjalankan perusahaan bersama saya. Dalam satu tahun pertama,semua berjalan lancar. Namun, kemudian muncul <em><strong><span style="font-family: "Trebuchet MS";">perbedaan dalam visi </span></strong></em>kami mengenai masa depan dan kami sulit disatukan. Komisaris ternyata berpihak padanya. Demikianlah, di usia 30 saya tertendang.</span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size: 11pt; font-family: "Trebuchet MS";">Beritanya ada di mana-mana. Apa yang menjadi fokus sepanjang masa dewasa saya, tiba-tiba sirna. Sungguh menyakitkan. Dalam beberapa bulan kemudian, saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan. Saya merasa telah mengecewakan banyak wirausahawan generasi sebelumnya -saya gagal mengambil kesempatan. Saya bertemu dengan David Packard dan Bob Noyce dan meminta maaf atas keterpurukan saya. Saya menjadi tokoh publik yang gagal, dan bahkan berpikir untuk lari dari Silicon Valley. Namun, sedikit demi sedikit semangat timbul kembali- saya masih menyukai pekerjaan saya. </span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size: 11pt; font-family: "Trebuchet MS";">Apa yang terjadi di Apple sedikit pun tidak mengubah saya. Saya telah ditolak, namun saya tetap cinta. Maka, saya putuskan untuk mulai lagi dari awal. Waktu itu saya tidak melihatnya, namun belakangan baru saya sadari bahwa dipecat dari Apple adalah kejadian terbaik yang menimpa saya. Beban berat sebagai orang sukses tergantikan oleh keleluasaan sebagai pemula, segala sesuatunya lebih tidak jelas. Hal itu<br />mengantarkan saya pada <em><strong><span style="font-family: "Trebuchet MS";">periode paling kreatif dalam hidup saya</span></strong></em>. Dalam lima tahun berikutnya, saya mendirikan perusahaan bernama <strong><em><span style="font-family: "Trebuchet MS";">NeXT</span></em></strong>, lalu<strong><em><span style="font-family: "Trebuchet MS";"> Pixar</span></em></strong>, dan <strong><em><span style="font-family: "Trebuchet MS";">jatuh cinta dengan wanita istimewa yang kemudian menjadi istri </span></em></strong>saya. Pixar bertumbuh menjadi perusahaan yang menciptakan <em><strong><span style="font-family: "Trebuchet MS";">film animasi</span></strong></em> komputer pertama, <strong><em><span style="font-family: "Trebuchet MS";">Toy Story</span></em></strong>, dan sekarang merupakan studio animasi paling sukses di dunia. Melalui rangkaian peristiwa yang menakjubkan, <em><strong><span style="font-family: "Trebuchet MS";">Apple membeli NeXT</span></strong></em>, dan saya <strong><em><span style="font-family: "Trebuchet MS";">kembali lagi ke Apple</span></em></strong>, dan teknologi yang kami kembangkan di NeXT menjadi jantung bagi kebangkitan kembali Apple. Dan, Laurene dan saya memiliki keluarga yang luar biasa. </span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size: 11pt; font-family: "Trebuchet MS";">Saya yakin takdir di atas tidak terjadi bila saya tidak dipecat dari Apple. Obatnya memang pahit, namun sebagai pasien saya memerlukannya. Kadangkala kehidupan menimpakan<em><strong><span style="font-family: "Trebuchet MS";"> batu ke kepala Anda</span></strong></em>. Jangan kehilangan kepercayaan. Saya yakin bahwa satu-satunya yang membuat saya terus berusaha adalah karena saya <strong><em><span style="font-family: "Trebuchet MS";">menyukai apa yang saya lakukan</span></em></strong>. Anda harus menemukan apa yang Anda sukai. Itu berlaku baik untuk pekerjaan maupun pasangan hidup Anda. Pekerjaan Anda akan menghabiskan sebagian besar hidup Anda, dan kepuasan sejati hanya dapat diraih dengan mengerjakan sesuatu yang hebat. Dan Anda hanya bisa hebat bila mengerjakan apa yang Anda sukai. Bila Anda belum menemukannya, <strong><em><span style="font-family: "Trebuchet MS";">teruslah mencari. Jangan menyerah</span></em></strong>. Hati Anda akan mengatakan bila Anda telah menemukannya. Sebagaimana halnya dengan hubungan hebat lainnya, semakin lama-semakin mesra Anda dengannya. Jadi, teruslah mencari sampai ketemu. Jangan berhenti.</span><em><strong></strong></em></p><p class="MsoNormal"><em><strong><span style="font-size: 11pt; font-family: "Trebuchet MS";">Cerita Ketiga Saya: Kematian</span></strong></em><span style="font-size: 11pt; font-family: "Trebuchet MS";"><br />Ketika saya berumur 17, saya membaca ungkapan yang kurang lebih berbunyi: “Bila kamu menjalani hidup seolah-olah hari itu adalah hari terakhirmu, maka suatu hari kamu akan benar.” Ungkapan itu membekas dalam diri saya, dan semenjak saat itu, selama 33 tahun terakhir, saya selalu melihat ke cermin setiap pagi dan bertanya kepada diri sendiri: “Bila ini adalah hari terakhir saya, apakah saya tetap melakukan apa yang akan saya lakukan hari ini?” Bila jawabannya selalu “tidak” dalam beberapa hari berturut-turut, saya tahu saya harus berubah. Mengingat bahwa saya akan segera mati adalah kiat penting yang saya temukan untuk membantu membuat keputusan besar. Karena hampir segala sesuatu-semua harapan eksternal, kebanggaan, takut malu atau gagal-tidak lagi bermanfaat saat menghadapi kematian. Hanya yang hakiki yang tetap ada. </span></p> <p class="MsoNormal"><strong><em><span style="font-size: 11pt; font-family: "Trebuchet MS";">Mengingat kematian </span></em></strong><span style="font-size: 11pt; font-family: "Trebuchet MS";">adalah cara terbaik yang saya tahu untuk menghindari jebakan berpikir bahwa Anda akan kehilangan sesuatu. Anda tidak memiliki apa-apa. Sama sekali tidak ada alasan untuk tidak mengikuti kata hati Anda. </span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size: 11pt; font-family: "Trebuchet MS";">Sekitar setahun yang lalu saya didiagnosis mengidap kanker. Saya menjalani scan pukul 7:30 pagi dan hasilnya jelas menunjukkan saya memiliki tumor pankreas. Saya bahkan tidak tahu apa itu pankreas. Para dokter mengatakan kepada saya bahwa hampir pasti jenisnya adalah yang tidak dapat diobati. Harapan hidup saya tidak lebih dari 3-6 bulan. </span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size: 11pt; font-family: "Trebuchet MS";">Dokter menyarankan saya pulang ke rumah dan membereskan segala sesuatunya, yang merupakan sinyal dokter agar saya bersiap mati. Artinya, Anda harus menyampaikan kepada anak Anda dalam beberapa menit segala hal yang Anda rencanakan dalam sepuluh tahun mendatang. Artinya, memastikan bahwa segalanya diatur agar mudah bagi keluarga Anda. Artinya, Anda harus mengucapkan <strong><em><span style="font-family: "Trebuchet MS";">selamat tinggal</span></em></strong>. Sepanjang hari itu saya menjalani hidup berdasarkan diagnosis tersebut. Malam harinya, mereka memasukkan endoskopi ke tenggorokan, lalu ke perut dan lambung, memasukkan jarum ke pankreas saya dan mengambil beberapa sel tumor. Saya dibius, namun istri saya, yang ada di sana, mengatakan bahwa ketika melihat selnya di bawah mikroskop, <strong><em><span style="font-family: "Trebuchet MS";">para dokter menangis </span></em></strong>mengetahui bahwa jenisnya adalah kanker pankreas yang sangat jarang, namun <strong><em><span style="font-family: "Trebuchet MS";">bisa diatasi dengan operasi</span></em></strong>. Saya dioperasi dan sehat sampai sekarang. Itu adalah <em><strong><span style="font-family: "Trebuchet MS";">rekor terdekat saya dengan kematian </span></strong></em>dan berharap terus begitu hingga beberapa dekade lagi.</span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size: 11pt; font-family: "Trebuchet MS";">Setelah melalui pengalaman tersebut, sekarang saya bisa katakan dengan yakin kepada Anda bahwa menurut konsep pikiran,<strong><em><span style="font-family: "Trebuchet MS";"> kematian adalah hal yang berguna</span></em></strong>:Tidak ada orang yang ingin mati. Bahkan orang yang ingin masuk surga pun tidak ingin mati dulu untuk mencapainya. Namun, <strong><em><span style="font-family: "Trebuchet MS";">kematian pasti menghampiri kita</span></em></strong>. Tidak ada yang bisa mengelak. Dan, memang harus demikian, karena <strong><em><span style="font-family: "Trebuchet MS";">kematian adalah buah terbaik dari kehidupan</span></em></strong>. Kematian membuat hidup berputar. Dengannya maka yang tua menyingkir untuk digantikan yang muda. </span><span style="font-size: 11pt; font-family: "Trebuchet MS";">Maaf bila terlalu dramatis menyampaikannya, namun memang begitu.</span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size: 11pt; font-family: "Trebuchet MS";">Waktu Anda terbatas, jadi jangan sia-siakan dengan menjalani hidup orang lain. Jangan terperangkap dengan dogma-yaitu hidup bersandar pada hasil pemikiran orang lain. Jangan biarkan omongan orang menulikan Anda sehingga tidak mendengar kata hati Anda. Dan yang terpenting, <em><strong><span style="font-family: "Trebuchet MS";">miliki keberanian untuk mengikuti kata hati dan intuisi</span></strong></em> Anda, maka Anda pun akan sampai pada apa yang Anda inginkan. Semua hal lainnya hanya nomor dua.</span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size: 11pt; font-family: "Trebuchet MS";">Ketika saya masih muda, ada satu penerbitan hebat yang bernama “<em><strong><span style="font-family: "Trebuchet MS";">The Whole Earth Catalog</span></strong></em>“, yang menjadi salah satu buku pintar generasi saya. Buku itu diciptakan oleh seorang bernama Stewart Brand yang tinggal tidak jauh dari sini di Menlo Park, dan dia membuatnya sedemikian menarik dengan sentuhan puitisnya. Waktu itu akhir 1960-an, sebelum era komputer dan desktop publishing, jadi semuanya dibuat dengan mesin tik, gunting, dan kamera polaroid. Mungkin <strong><em><span style="font-family: "Trebuchet MS";">seperti Google</span></em></strong> dalam bentuk kertas, 35 tahun sebelum kelahiran Google: isinya<em><strong><span style="font-family: "Trebuchet MS";"> padat dengan tips-tips ideal</span></strong></em> dan ungkapan-ungkapan hebat. Stewart dan timnya sempat menerbitkan beberapa edisi “The Whole Earth Catalog”, dan ketika mencapai titik ajalnya, mereka membuat edisi terakhir. Saat itu pertengahan 1970-an dan saya masih seusia Anda. Di sampul belakang edisi terakhir itu ada satu foto jalan pedesaan di pagi hari, jenis yang mungkin Anda lalui jika suka bertualang. </span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size: 11pt; font-family: "Trebuchet MS";">Di bawahnya ada kata-kata: <span style="color: red;">“Stay Hungry. Stay Foolish.” (Jangan Pernah Puas. Selalu Merasa Bodoh)</span>. Itulah pesan perpisahan yang dibubuhi tanda tangan mereka. <span style="color: red;">Stay Hungry. Stay Foolish</span>. Saya selalu mengharapkan diri saya begitu. Dan sekarang, karena Anda akan lulus untuk memulai kehidupan baru, saya harapkan Anda juga begitu. <span style="color: red;">Stay Hungry. Stay Foolish.</span></span></p></td></tr></tbody></table>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1401614160166511521.post-23966579804557368002008-06-06T18:26:00.002-07:002008-06-06T18:27:15.156-07:00Beda China dan Myanmar<div style="margin-bottom: 20px;" class="fontnamared">A. Dahana</div> <div class="fotoberita"><img src="http://www.inilah.com/data/berita/thumbnail/29094.jpg" align="left" border="0" /></div> <b>ADA kesamaan antara Myanmar dan China. Pertama, keduanya menjalankan sistem politik dan pemerintahan yang otoriter. Kedua, kini keduanya sedang dilanda musibah. Myanmar diterjang topan siklon Nargis dan lebih dari 10 ribu orang menjadi korban. Gempa bumi berkekuatan 7,9 Skala Richter di Provinsi Sichuan, China, telah menewaskan paling tidak 50 ribu jiwa. </b> <p>Namun, ada perbedaan hakiki antara keduanya dalam menghadapi akibat dari prahara alam itu. Myanmar sama sekali tak bersedia menerima para sukarelawan asing yang datang untuk memberi bantuan kepada para korban bencana. Alasannya, mereka tak perlu bantuan luar karena pemerintah militer mampu menangani dengan tenaga sendiri. Tapi, tak urung ia bersedia menerima bantuan obat-obatan dan makanan sumbangan para donatur asing.</p> <p>Malangnya, ada indikasi bahan makanan dan obat-obatan sumbangan dari masyarakat internasional itu disunat oleh penguasa dan yang dibagikan kepada para korban diklaim sebagai bantuan pemerintah. Maklumlah, bencana terjadi ketika junta militer tengah menyelenggarakan “referendum” atas UUD baru yang pada dasarnya memerlukan “dukungan” rakyat. Berita terakhir mengatakan hampir seluruh suara menyetujui referendum untuk mengesahkan UUD baru yang tentu saja makin memperkuat cengkeraman penguasa militer. </p> <p>Sikap itu tentu saja telah membuat amarah dunia internasional. Kemarahan itu ditambah dengan tekad pemerintah Myanmar untuk terus menjalankan referendum, bahkan di wilayah bencana sekalipun. Hasilnya, Uni Eropa mendesak DK PBB untuk menekan Myanmar agar mau menerima tenaga bantuan asing. Ketaksenangan masyarakat internasional juga dipicu oleh kekejaman yang dilakukan tentara Myanmar dalam membasmi aksi protes menuntut demokrasi yang dimotori para biksu belum lama ini..</p> <p>Sikap pemerintah China sangat kontras dengan para penguasa Myanmar. Lain dengan para penguasa Myanmar yang menutup diri, pemerintah China bereaksi dengan cepat. Bahkan Perdana Menteri Wen Jiabao sendiri turun ke lapangan memimpin operasi penyelamatan yang sebagian besar dilakukan oleh Tentara Pembebasan Rakyat. Sebab, China sangat bahwa dunia internasional, terutama media, memperhatikan peristiwa itu dengan serius.</p> <p>Oleh karena itu, sejak awal negeri semiliar manusia itu membuka diri terhadap bantuan dan simpati serta liputan yang dilakukan media internasional. Wen Jiabao menyampaikan rasa terima kasih rakyat dan pemerintah China atas uluran tangan dunia internasional.</p> <p>Ada sedikitnya dua alasan mengapa pemerintah China sangat terbuka terhadap dunia luar dalam menangani akibat dari prahara ini. Pertama, ia belajar betul dari sikap ketertutupannya ketika menangani krisis Tibet, khususnya dalam menghadapi protes yang dilakukan para biksu Budhis di Tibet sendiri yang kemudian meluas ke wilayah lain di China dan didukung komunitas internasional. China hampir tak berdaya dalam menjawab tuduhan internasional bahwa ia telah melakukan pelanggaran HAM atas suku Tibet dan kaum minoritas pada umumnya.</p> <p>Faktor kedua sangat berhubungan erat dengan yang pertama, China sedang sibuk mempersiapkan diri untuk menyelenggarakan Olimpiade yang akan diselenggarakan pada 8 Agustus tahun ini. Bencana datang pada saat negeri itu tengah mempersiapkan suatu perhelatan besar yang dampaknya bergaung di seantero dunia dan diharapkan akan makin mengangkat gengsinya sebagai salah satu kekuatan dunia.</p> <p>Oleh sebab itulah, ia tak mengecilkan arti bantuan asing dan peliputan media internasional. Shi Anbin, guru besar ilmu politik dari perguruan tinggi terkemuka Universitas Qinghua mengatakan, kecaman dunia atas penanganan kerusuhan Tibet telah membuat Partai Komunis China (PKC) sebagai penguasa tunggal belajar banyak. Kini ia lebih memperhatikan opini dunia. Dunia berharap sikap terbuka ini akan terus menjadi kebijakan yang rutin, bukan karena sedang menghadapi perhelatan besar. </p> <p>Para penguasa Myanmar tak belajar dari China yang sebenarnya merupakan mentor dan pelindungnya. Topan Nargis telah membuat pemerintah otoriter hampir tak berdaya. Ia masih bisa tegak karena dukungan China. Juga berkat sikap ASEAN yang mendasarkan pada prinsip tidak saling intervensi dalam masalah dalam negeri masing-masing anggota. Walaupun pemerintah militer Myanmar jelas-jelas telah banyak melakukan pelanggaran HAM.</p> <p><i>Penulis adalah Guru Besar Studi Cina Universitas Indonesia</i></p>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1401614160166511521.post-6446458023506537952008-06-06T18:26:00.001-07:002008-06-06T18:26:30.230-07:00Wajah Lain China<div style="margin-bottom: 20px;" class="fontnamared">A Dahana</div> <div class="fotoberita"><img src="http://www.inilah.com/data/berita/thumbnail/31412.jpg" align="left" border="0" /></div> <b>Wen Jiabao adalah ahli geologi. Tentunya ia faham betul tentang pergeseran lapisan bumi dan tentang segala hal yang menyangkut gempa. Karenanya, tak lama setelah gempa berskala besar menimpa Propinsi Sichuan pada 21 Mei lalu, dia turun tangan memimpin kegiatan penyelamatan para korban pasca bencana. </b> <p>Dengan menggunakan megafon yang tak pernah lepas di tangannya, ia berteriak memberi semangat kepada para korban yang tengah dikeluarkan oleh regu penyelamat dari reruntuhan. “Bertahanlah anak-anakku. Aku <i>Ngkong</i> Wen Jiabao. Kami akan menyelamatkan kalian,” katanya dengan lantang.</p> <p>Apa yang dilakukan Wen dengan ‘turun ke bawah’ sungguh mengagumkan. Tak lain lantaran ia Perdana Menteri yang biasanya selalu menjaga jarak dengan rakyat kebanyakan. Kalaupun bukan dia yang sengaja memelihara jarak itu, orang-orang di sekelilingnyalah yang melakukan itu. Alasannya, tentu saja sekuriti.</p> <p>Hal yang dilakukan Wen sungguh berlawanan dengan sikap pemerintah China ketika menghadapi serangan internasional dalam menghadapi krisis di Tibet. Yakni dengan menutup segala informasi bagi dunia luar mengenai hal yang dilakukan aparat keamanan China yang menurut tuduhan media internasional melakukan pelanggaran berat HAM di wilayah krisis itu.</p> <p>Paling tidak ada dua tafsiran mengenai apa yang dilakukan Wen. Kalau melihat pada karakter Wen, tindakan yang dilakukannya di tengah para korban gempa Sichuan bukan sesuatu yang baru. Semasa mudanya, atau sampai sekitar 19 tahun silam, Wen adalah seorang yang dekat dengan mantan Sekretaris Jenderal Partai Komunis China (PKC), Zhao Ziyang yang reformis dan sekarang sudah jadi mendiang itu.</p> <p>Salah satu adegan yang paling dikenang orang adalah menjelang Peristiwa Juni 1989. Ketika itu Zhao dengan cucuran air mata memohon kepada para mahasiswa untuk berhenti melakukan mogok makan dan segera meinggalkan tempat itu karena tentara akan segera menyerbu. Namun, para aktifis mahasiswa bersikeras untuk tetap tinggal di sana. Ketika Zhao membujuk para mahasiswa untuk segera angkat kaki, Wen berada di sampingnya.</p> <p>Pada waktu itu, Wen tak lain salah satu staf ahli yang berada di sekeliling Zhao dalam rangka mendorong China untuk lebih terbuka dan lebih maju lagi menjalankan reformasi. Adalah suatu keajaiban bahwa Wen selamat dari pembersihan yang dilakukan kaum konservatif setelah Zhao terjungkal dari kekuasaan dan berada dalam tahanan rumah sampai akhir hayatnya.</p> <p>Dari adegan Wen berada di tengah para korban gempa pada Mei 2008 dan ketika ia mendampingi Zhao pada Juni 1989 yang terukir dalam ingatan orang, tersimpul pandangan bahwa Wen adalah orang yang penuh dengan perasaan empati. Ia tokoh politik yang selalu bersimpati terhadap kaum yang sedang dalam kesusahan. Dan ia tak segan meninggalkan tata cara protokol dan peraturan keamanan demi menolong manusia.</p> <p>Namun, ada pandangan lain yang menyimpulkan, apa yang dilakukan Wen tak lain dari jurus kehumasan belaka. Menurut asumsi ini, China yang tengah bersiap menyelenggarakan Olimpiade, belajar banyak dari kasus krisis Tibet. </p> <p>Ketertutupan terhadap media internasional untuk memberikan informasi yang benar-benar obyektif tentang kebijakan politik, ekonomi, dan sosial di Tibet telah banyak merugikan. Bahkan Olimpiade pun nyaris mendapat gangguan dengan adanya ancaman dari beberapa negara untuk tak berpartisipasi dalam Olimpiade 2008.</p> <p>Sejalan dengan pandangan ini bisa muncul tuduhan bahwa negeri yang dikuasai partai tunggal itu memang melakukan apa yang dering disebut sebagai ‘moralitas ganda’. Artinya, di satu sisi ia melakukan tindakan diskriminatif terhadap golongan minoritas di Tibet. </p> <p>Tindakan ini, menurut tuduhan tersebut, berupa kebijakan asimilasi paksa terhadap etnik Tibet antara lain dengan migrasi besar-besaran orang Han ke wilayah itu. Pemerintah China juga dituduh telah melakukan rekayasa sosial yang telah mencabut orang Tibet dari akar budayanya. </p> <p>Sedangkan di sisi lain, pemerintah sangat memperhatikan nasib para korban gempa Sichuan yang nota bene adalah orang Han. Itu dibuktikan dengan kehadiran Wen Jiabao di tengah para korban bencana alam.</p> <p>Akan tetapi, sikap pemerintah China yang memberikan akses kepada media, para peninjau, dan para dermawan internasional dalam menangani kasus pasca gempa Sichuan, patut mendapat acungan jempol. Pertanyaannya, apakah China dan Partai Komunis China telah berubah?</p> <p><i>Penulis adalah Guru Besar Studi Cina Universitas Indonesia</i></p>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1401614160166511521.post-81845373164545792562008-06-06T18:24:00.000-07:002008-06-06T18:25:23.476-07:00Back to HabibieHamid Basyaib <div style="margin: 5px;"> <table class="fotoberita" align="left" border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" width="1"> <tbody><tr> <td><img src="http://www.inilah.com/data/berita/foto/31056.jpg" border="0" /></td><td bgcolor="white"> </td> </tr> <tr> <td class="fotoberitacaption"><br /></td><td bgcolor="white"> </td> </tr> </tbody></table> </div> <b>WAKIL Wakil Presiden BJ Habibie baru saja meminum air putih untuk buka puasa Kamis ketika ajudan memberi tahu ada tamu. Saya hampir tak percaya melihat tamu berbatik yang menyeruak riang itu: Jack Welch! </b> <p>Inilah Presiden General Electric yang legendaris itu. Wibawanya melampaui banyak presiden sungguhan. Hidupnya berkeliling ke puluhan negara dengan jet pribadi untuk menemui ratusan ribu karyawan.</p> <p>Sambil memeluk tamunya yang jangkung, Habibie bilang mereka berdua senasib. "Dada kami sama-sama pernah dibelah," katanya, untuk menyebut operasi jantung koroner. </p> <p>Lalu, tanpa basa-basi, dan tanpa mengukur-ukur 'harkat manusia', Habibie mengajak kami bertiga (Adi Sasono, M Syafi’i Anwar, dan saya) berfoto bersama sang tamu.</p> <p>Begitulah Habibie. Spontan. Riang. Bersahabat. Lugas, kadang terkesan naif. Dia tak pernah berubah; semangat berkobar memajukan bangsa. </p> <p>Berbeda dari kebanyakan pemimpin yang puas dengan retorika muluk, Habibie tahu dan mampu menunjukkan cara meraih kemajuan: melalui penguasaan ilmu dan teknologi. Tiada orang lain di negeri ini yang sesemangat dia dalam meyakini hal ini, dan dalam mengupayakan kemakmuran Indonesia. </p> <p>Semangat dan kesungguhan itu pula yang terlihat ketika ia bicara dua jam di Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Daerah, Kamis (29/5). Setelah meringkaskan 100 tahun perjalanan bangsa, Habibie menguraikan sejumlah agenda politik dan ekonomi dalam konteks reformasi yang ia mulai 10 tahun lalu.</p> <p>Ia mengungkapkan sejumlah masalah, yaitu tingginya pengangguran dan kemiskinan, merosotnya patriotisme, pengutamaan kepentingan pribadi, kelompok dan berjangka pendek.</p> <p>Tapi Habibie tak cuma meratap, apalagi mencerca. Ia mengajukan tawaran solusi konkret, yang ia sebut <i>back to basic</i>.</p> <p>Posyandu yang terbengkalai bukan hanya perlu dihidupkan lagi, tapi sekaligus jadi pusat layanan informasi (termasuk jaringan internet) untuk teknologi pembinaan keluarga sejahtera, pendidikan, kesehatan dan lapangan kerja. </p> <p>'Desa Surya' perlu dikembangkan, bersama pemanfaatan energi panas bumi. Sistem irigasi pertanian perlu direhabilitasi dan dikembangkan. Semua itu, bersama program KB, termasuk yang terabaikan selama 10 tahun reformasi.</p> <p>Harus segera dibangun kereta api cepat Jakarta-Semarang-Surabaya dengan memanfaatkan energi terbarukan geotermal, selain rehabilitasi dan elektrifikasi jaringan KA se-Jawa. </p> <p>Rencana pembangunan Batam, Rempang, Galang dan Bintan perlu disempurnakan, beserta pelanjutan pengembangan Pulau Natuna. Arus laut di NTB dan NTT perlu segera dikembangkan menjadi energi terbarukan. Kawasan Pembangunan Ekonomi Terpadu harus dilanjutkan dan disempurnakan.</p> <p>Di tengah ekonomi global yang <i>unpredictable</i>, Habibie ingin ekonomi nasional lebih prediktabel. Ia memberi contoh harga BBM, yang dipengaruhi harga internasional. Pemecahannya tidak bisa berorientasi pada upaya nasional, misalnya dikaitkan APBN. </p> <p>Di masa depan harga BBM harus diserahkan pada mekanisme pasar. Tapi harus dengan persiapan matang. Misalnya: gratiskan pendidikan, murahkan biaya kesehatan, dan naikkan gaji.</p> <p>Sejumlah tawaran solusi Habibie terbuka untuk didebat. Tapi setidaknya ia punya ide yang jelas dan operasional. Dan ia membuktikan berani mengambil keputusan melaksanakannya, bahkan di tengah badai kritik. </p> <p>Tugas pemimpin memang mengarahkan pengikut, bukan terombang-ambing di tengah kepentingan pengikut dan lingkaran kawan. Juga kerisauan bakal tak populer. Ia bukan cuma berkata bahwa negeri ini harus “damai, sejahtera, adil dan makmur”. </p> <p>Ide-ide Habibie melampaui klise yang tak pernah ditunjukkan para pemimpin lain. Ia punya cita-cita terang dan tahap-tahap langkah yang jelas ke mana perahu Indonesia harus didayung di antara banyak karang.</p> <p>Pemerintah mestinya memberi porsi peran yang tepat bagi <i>elder statesman</i> seperti BJ Habibie yang spiritnya tak pernah pudar. </p> <p>Ketika masih bekerja di perusahaan pesawat terbang Jerman, ia lebih banyak berperan sebagai penyusun dan pelaksana strategi pemasaran. Kini pun ia pasti sanggup menjalankan peran itu. Jaringan ekonomi internasionalnya luas; ia menjalin pertemanan dengan orang AS seperti Jack Welch. Lobinya di Uni Eropa lebih kuat lagi.</p> <p>Dalam usia 72, dengan puncak-puncak prestasi yang pernah ia capai, dengan kekayaan dari berbagai bisnis, royalti, dan saham-saham internasional, Habibie sudah menuntaskan urusan ambisi pribadi. </p> <p>Jika pemerintah meminta Habibie kembali bekerja, siapa tahu ia bersedia. Dan siapapun tak perlu menganggapnya saingan. Era Habibie sudah berlalu. Peluang politiknya tertutup ketat. Yang masih tersisa di sakunya hanyalah kecerdasan, energi kemajuan, ide-ide besar dan praktis untuk Indonesia modern. </p> <p>Pihak peminta hanya perlu bersaing dengan Ibu Ainun, seorang isteri berwajah ayu, yang tak ingin tampil melampaui porsinya; seorang isteri yang tak pernah mendistorsi tugas-tugas kenegaraan suami.</p> <p><i>Penulis adalah Direktur Eksekutif SPIN (Strategic Political Intelligence).</i> [L1]</p>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1401614160166511521.post-30328173822592848472008-06-06T18:22:00.000-07:002008-06-06T18:23:04.318-07:00Reformasi Kita, Reformasi Cina<div class="fontjudulfokus_01">Reformasi Kita, Reformasi Cina</div> <div style="margin-bottom: 20px;" class="fontnamared">Hamid Basyaib</div> <div style="margin: 5px;"> <table class="fotoberita" align="left" border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" width="1"> <tbody><tr> <td><img src="http://www.inilah.com/data/berita/foto/29397.jpg" border="0" /></td><td bgcolor="white"> </td> </tr> <tr> <td class="fotoberitacaption"><br /></td><td bgcolor="white"> </td> </tr> </tbody></table> </div> <b>CERAMAH Dr Fan Gang dua tahun lalu, di forum Asia-Pasifik di Phuket, menancap kokoh di benak saya. Penasihat ekonomi PM Li Peng itu memaparkan strategi reformasi negerinya dengan gamblang, sederhana, simpatik, dan dengan kerendah-hatian khas Cina. </b> <p>Beda antara orang pintar dan orang bodoh cuma satu: yang pertama mampu membuat masalah rumit menjadi sederhana, yang kedua sebaliknya: membikin masalah yang paling simpel pun jadi rumit. Fan Gang adalah jenis pertama. </p> <p>Ia menekankan bahwa reformasi bukanlah revolusi. Reformasi adalah upaya memperbaiki institusi-institusi lama yang ada, atau membentuk institusi-institusi baru (karena yang lama sudah tidak efektif untuk mencapai target-target baru akibat perubahan situasi). </p> <p>Revolusi juga memang gemar membuat institusi baru, tapi sambil menghancurkan yang lama, lengkap dengan pemutusan historis dan kehancuran kulturalnya. Sepuluh tahun revolusi Cina (1966-1976) telah cukup menjadi bukti tentang kehancuran itu; meski kebijakan Mao itu dinamakan "Revolusi Kebudayaan" – atau justru karena targetnya memang penghancuran budayalah maka ia dinamai demikian. </p> <p>Kedua, kata Fan, ukuran kemajuan dan efektifitas institusi baru itu bukanlah pada hasilnya, tapi pada proses dan progresnya. Kriteria penilaian ditetapkan dulu, lalu diterapkan setiap tahun (atau per triwulan atau semester) pada rencana pencapaian lembaga baru itu. </p> <p>Dengan cara ini, kemajuan akan terlihat. Kadarnya sedikit saja. Tapi kemajuan sangat kecil itu bisa memompa semangat para pelaksana bahwa mereka telah mampu bergerak maju dan karenanya akan sanggup bergerak lebih maju lagi. Sukses kecil diikuti sukses lebih besar sedikit, dan seterusnya.</p> <p>Begitu pula jika terjadi kekeliruan, penyimpangan, kemandekan ataupun pencapaian yang terlalu minimal. Program dan kebijakan bisa segera dibenahi, digiring kembali ke jalur awalnya, sehingga segala kekurangan itu tidak berlarut-larut dan destruksinya menular ke mana-mana. </p> <p>Ketiga, Fan Gang menyebut strategi PPP <i>(part & partial progress)</i>. Yang diukur kemajuannya adalah bidang atau bagian tertentu dari suatu program besar. Perumus kebijakan bisa memilih dan menentukan bidang dan bagian manakah yang mungkin ditetapkan sebagai prioritas, lalu mengukur proses dan kemajuannya setahap demi setahap. </p> <p>Semua itu, menurut Fan, dilakukan Cina praktis sejak pembaruan ekonomi dicanangkan pada 1978. "Hasilnya memang banyak dipuji orang," katanya sambil tersenyum merendah. "Tapi sebenarnya kami masih jauh dari tujuan besar. Sekarang pun baru saja terjadi PHK atas dua juta pekerja."</p> <p>Fan meramalkan, Cina akan mencapai apa yang dia sebut <i>full employment</i> dan <i>full market-mechanism</i> tiga puluh tahun lagi. Artinya: pada 2035 tidak ada lagi pengangguran di Cina, dan perekonomian sepenuhnya dijalankan dengan sistem pasar.</p> <p>Saya bilang pada Dr Fan, ia perlu datang ke Jakarta untuk membagi pengalamannya dalam mengawal reformasi Cina kepada para petinggi Indonesia. </p> <p>"Saya senang sekali dan akan datang jika diundang," katanya. Ia mengaku pernah bicara dalam forum CSIS di Jakarta.</p> <p>Hari-hari ini, ketika banyak orang menggelar acara-acara peringatan 10 Tahun Reformasi – di tengah gemuruh demonstrasi kenaikan BBM dan peringatan 100 Tahun Kebangkitan Nasional – nada umum yang terdengar adalah: Reformasi telah gagal. </p> <p>Kita memang berhasil mencapai kemajuan politik besar berkat Reformasi, tapi, kata orang, secara ekonomi kita tidak lebih baik, kalau bukan justeru lebih buruk. Lihatlah: bahkan kata “Reformasi” pun telah makin pejoratif sehingga istilah yang pernah sangat ampuh ini makin jarang disebut orang.</p> <p>Pemerintah pun sejauh ini tak kunjung mampu menyajikan data yang meyakinkan bahwa manisnya buah Reformasi memang telah cukup dinikmati publik, 10 tahun setelah kita menanam pohonnya. Pemerintah hanya mampu defensif, menangkis sejumlah penggalan serangan tentang kegagalan Reformasi di tangannya, tanpa pernah berinisiatif mengkomunikasikan capaian-capaian Reformasi secara komprehensif dan mudah dicerna penduduk.</p> <p>Ada baiknya pemerintah mempelajari sungguh-sungguh sukses reformasi Cina sebagaimana dipaparkan ringkas oleh Fan Gang itu. Kita boleh mengingat peribahasa yang diam-diam diamalkan Fan dan kawan-kawannya: Perjalanan seribu mil dimulai dengan satu langkah.</p> <p>Kita bisa seperti Fan: mengukur efektifitas langkah pertama, kedua, dan seterusnya. Bukan buru-buru melihat dan mengukur apakah kita sudah menempuh perjalanan seribu mil atau belum.</p> <p><i>Penulis adalah Direktur Program Freedom Institute</i></p>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1401614160166511521.post-56728004132809270542008-03-17T18:56:00.000-07:002008-03-17T18:57:35.094-07:00Konosuke Matsushita<div align="justify"><strong>oleh : Ary Ginanjar Agustian<br />Pendiri dan Pemimpin ESQ Leadership Center</strong><br /><br />Matsushita Electric Industrial Ltd (MEI) adalah penghuni urutan ke-59 deretan 500 Forbes Global 2007, dan masuk 20 teratas penjual semikonduktor dunia. Dengan pendapatan US$88,9 miliar (Rp801 triliun) dan 328.645 orang pegawai, tahun ini MEI memasuki era baru perjuangan tanpa akhir yang dimulai Konosuke Matsushita 89 tahun silam. Januari lalu, MEI mengumumkan perubahan nama korporat menjadi Panasonic Corporation per 1 Oktober nanti.<br /><br />Ada kredo yang tidak bakal berubah pada MEI atau Panasonic, yaitu setiap pagi para karyawan mengucapkan Tujuh Prinsip: Kontribusi pada Masyarakat; Keadilan dan Kejujuran; Kerjasama dan Semangat Tim; Upaya tak Kenal Lelah untuk Perbaikan; Kesopanan dan Kerendahan Hati; Keluwesan; Bersyukur. Itulah nilai-nilai korporat yang dirumuskan mendiang Matsushita, sang pendiri.<br /><br />Bagi orang Jepang yang terkenal sebagai pekerja keras, kredo itu bagian penting dalam meresapkan nilai-nilai korporat ke dalam jiwa setiap pekerja. Mereka percaya akan kedahsyatan magic power of repetition. Dengan pengucapan setiap hari oleh semua pekerja, nilai-nilai itu diharapkan terjelma menjadi kultur korporat.<br /><br />Konosuke Matsushita lahir pada 27 November 1894 di desa pertanian Wasa, Provinsi (Perfektur) Wakayama. Dia sebetulnya putra seorang tuan tanah. Namun, harta keluarganya ludes karena keputusan investasi yang kurang cermat dari sang ayah dalam spekulasi perdagangan beras. Di usia sangat belia, sembilan tahun, Matsushita terpaksa dikirim bekerja ke Osaka, menjadi tukang reparasi sepeda.<br /><br />Tak lama berselang, susul-menyusul kedua orangtuanya, lalu dua saudaranya, meninggal dunia. Hidup sebatang kara, di satu sisi, membuat jiwa kemandirian Matsushita tertempa. Tapi di sisi lain, tak ada pembimbing yang menularkan kepadanya ajaran atau nilai yang berlaku di masyarakat. Pada 1910, saat usianya 16 tahun, Matsushita pindah kerja menjadi asisten pemasangan kabel di Perusahaan Lampu Elektrik Osaka.<br /><br />Itu tidak lazim, karena orang Jepang diajari untuk setia pada majikan seumur hidup. Matsushita hanya melihat pekerjaan barunya menjanjikan masa depan lebih baik. Dan, sikap independen itu kelak terbukti menjadi bekal pentingnya menjadi orang sukses.<br /><br />Di tempat baru, Matsushita tidak bertahan lama. Menikah pada 1915 dengan Mumeno Iue, dia lalu mendirikan pabrik peralatan listrik Matsushita tiga tahun kemudian. Mula-mula, pabrik soket lampu listrik itu hanya diawaki tiga orang: dia sendiri, istri, dan adik iparnya, Toshio Iue. Tertatih-tatih dia membangun bisnis. Sempat nyaris tersungkur, hingga harus menggadaikan kimono sang istri untuk mendapatkan modal segar. "Itu tahun yang mencekam," kenangnya.<br /><br />Lebih murah<br /><br />Pintu suksesnya mulai terbuka ketika dia mengembangkan soket yang bisa dijual 30% lebih murah dari produk kompetitor. Saat itu usianya 27 tahun. Bisnisnya terus berkembang. Pegawainya mencapai 10.000 orang ketika Perang Dunia II meletus.<br /><br />Namun, dia segera terantuk lagi dengan penghalang. Sebagai pihak yang kalah perang, Jepang harus tunduk pada aturan Sekutu pimpinan Amerika Serikat, yang mengharuskan demokratisasi dan demiliterisasi Negeri Sakura. Bagian dari langkah itu adalah pembubaran perusahaan-perusahaan dari golongan zaibatsu-klan-klan finansial besar yang berkoalisi dengan para pemimpin militer dalam kekuasaan Jepang pasca Shogun Tokugawa. Sialnya, pabrik Matsushita ada dalam daftar pembubaran.<br /><br />Di sinilah, Matsushita membuktikan diri sebagai pemimpin yang dicintai. Penyelamatan datang dari serikat buruh yang pendiriannya disponsori AS untuk mengenalkan demokrasi. Delegasi buruh Matsushita silih berganti berarak ke Tokyo. Mereka berusaha meyakinkan penguasa kolonial bahwa bos mereka adalah anak miskin non-zaibatsu, majikan yang penuh kebajikan, yang bertujuan memerbaiki kehidupan masyarakat.<br /><br />Hasilnya, Matsushita lolos dari daftar penghapusan. Dalam buku Matsushita: Lessons from the Life of the Twentieth Century's Most Remarkable Entrepreneur (1989), John Kotter menjelaskan bahwa Matsushita melakukan "apa yang dilakukan oleh semua pemimpin besar-yakni memotivasi kelompok besar individu untuk memerbaiki kondisi manusia."<br /><br />Matsushita, yang wafat pada 1989, tak hanya seorang pebisnis, tetapi juga guru dan filsuf yang telah menulis 46 judul buku. Pada 3 November 1946, pada masa-masa sulit pascaperang, dia mendirikan Institut Perdamaian dan Kebahagiaan Melalui Kemakmuran atau Peace and Happiness Through Prosperity (PHP).<br /><br />Di lembaga yang disebutnya "mainan orangtua" itulah, Matsushita biasa menghabiskan waktu dari Selasa sampai Jumat untuk berdiskusi dengan para peneliti. Hari Senin, dia rutin menghadiri konferensi bisnis di kantor MEI. Tema pokok diskusinya di PHP adalah cara terbaik memanfaatkan sumber daya bagi kemakmuran dan kebahagiaan untuk semua.<br /><br />"Yang pertama, kita harus benar-benar tahu apa itu manusia. Jika seseorang ingin memelihara kambing, dia harus belajar tentang sifat kambing. Jadi, dengan rendah hati, saya ingin belajar tentang sifat manusia," kata Matsushita.<br /><br />Matsushita bukan pengikut agama atau sekte apa pun. Namun, jelas kalimat di atas mencerminkan kesadaran tinggi akan jati diri dan (karena itu) nilai kecerdasan spiritual diri. Suatu hari pada Maret 1932, setelah berkali-kali menolak secara halus undangan seorang tamu sekaligus pelanggan yang datang ke kantornya, Matsushita akhirnya tergugah datang ke kuil Sekte Tenrikyo di Tokyo, kini dikenal dengan nama Tenri City.<br /><br />Dia terkejut dengan begitu banyaknya bangunan milik kelompok itu, dengan ukuran dan kualitas arsitekturnya, dan kerapihan halamannya. Di dalamnya ada sekolah yang mengasuh 5.000 murid, perpustakaan dengan koleksi yang mengagumkan, bengkel pembuatan perabotan kayu dan banyak lagi.<br /><br />Namun, perhatian Matsushita lebih terpikat pada orang-orang dan semangat mereka bekerja serta ketakziman mereka beribadah. Semua orang mendermakan waktu, tak menerima upah, tetapi bekerja dengan antusias. Dari kunjungan itu Matsushita menarik satu kesimpulan: "Jika sebuah korporasi bisa dijadikan seberarti sebuah agama, orang-orang akan puas dan lebih produktif."<br /></div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1401614160166511521.post-31297230784561898852008-03-17T18:51:00.000-07:002008-03-17T18:52:26.378-07:00Soal uang, inilah posisi Anda<div align="justify"><strong>oleh : Mike R. Sutikno<br />Mike Rini & Associates- Financial Counselling & Education</strong><br /><br />Rambut bisa sama hitam, tetapi pendapat boleh berbeda, begitulah juga dalam mengelola uang. Kita bekerja keras setiap hari untuk mendapatkan penghasilan, beberapa dari kita bahkan mendapatkan lebih besar dibandingkan yang lainnya.<br /><br />Namun, bagaimana cara menggunakannya berbeda. Ada yang cenderung menghabiskan uangnya segera, menyimpannya untuk digunakan lagi di masa depan. Beberapa orang cenderung terus-menerus menyimpan uangnya, dan hanya sedikit yang bisa mendayagunakannya. Kecenderungan inilah yang akan membagi para pengguna uang menjadi beberapa tipe.<br /><br />Tidak semua tipe penggunaan uang langsung menempatkan Anda dalam kategori kebebasan finansial. Dengan mengetahui siapa diri Anda sekarang, akan membantu memetakan arah untuk mencapai posisi yang diinginkan pada masa datang.<br /><br />Looser = Pecundang<br /><br />Looser adalah orang yang kecanduan dan candunya adalah uang. Pada saat ketagihan, dia akan menghabiskan apa pun yang dimilikinya dan bahkan yang tidak dimilikinya. Pengeluarannya selalu lebih besar daripada penghasilannya karena memperturutkan ketergantungan yang amat sangat pada uang untuk mengobati sesuatu.<br /><br />Setiap orang mempunyai lubang di hatinya, tetapi looser hanya mampu mengisinya dengan uang. Lubang itu dapat berupa apa saja - kesepian, dendam, atau rendah diri yang memicu emosi berlebihan.<br /><br />Jika tidak terkendali orang menjadi butuh pelampiasan dengan berbagai macam cara. Untuk melampiaskan kemarahan, kesedihan atau kekecewaan, looser melampiaskannya dengan berbelanja. Semakin marah, sedih, kecewa maka semakin banyak belanjaannya.<br /><br />Looser membutuhkan lebih banyak uang untuk mengatasi rasa sakitnya. Mereka selalu kekurangan, dan untuk menutupinya mereka mengambil dari tempat lain. Tipe pecundang arus kasnya selalu negatif atau defisit.<br /><br />Kekurangan inilah yang ditutup dengan cara berutang. Akibatnya jika arus kas negatif terus menerus, jumlah beban utang juga bisa semakin berat. Looser tipikal yang selalu bangkrut. Prinsipnya, hidup akan berjalan baik-baik saja jika bisa mendapat lebih banyak uang atau lebih banyak utang<br /><br />Shopper = Pembelanja<br /><br />Ketika menerima uang, segera saja uang itu berubah menjadi belanja bulanan, tagihan telepon, listrik, air, gaji pembantu, iuran pensiun atau tabungan pendidikan anak. Seakan-akan uang dalam bentuk aslinya sebagai uang sangatlah mengganggu sehingga tipe shopper segera menukarnya dengan bentuk lain.<br /><br />Satu-satunya yang bisa menghentikan mereka adalah kalau uangnya habis. Buat pembelanja, mereka akan baik-baik saja selama pengelurannya tidak lebih dari penghasilannya. Tidak heran mereka selalu mengeluh tidak punya uang, bahkan pada saat gajian sekalipun. "Gaji cuma numpang lewat." Prinsip hidupnya segala sesuatu akan baik-baik saja asal impas.<br /><br />Tidak seperti looser yang berbelanja melebihi takaran, tipe pembelanja bahkan enggan berutang. Shopper merencanakan penggunaan uangnya dengan cermat dan mereka cukup cerdas untuk berhenti ketika uang habis.<br /><br />Pengeluaran mereka selalu sama besarnya dengan penghasilan mereka. Jika penghasilan naik, secara alamiah pengeluaran naik juga. Penghasilan dan pengeluaran seperti saling berkejaran. Tidak peduli berapa kalipun sudah kenaikan gaji terjadi, sulit sekali mengumpulkan uang untuk tidak digunakan.<br /><br />Penghasilan yang ada sekarang jika tidak habis untuk biaya hidup masa sekarang, pasti akan digunakan untuk suatu tujuan keuangan tertentu di masa depan, misalnya membayar biaya pendidikan anak, membayar biaya hidup pensiun atau menunaikan ibadah Haji.<br /><br />Keeper = Penyimpan<br /><br />Kehilangan uang menakutkan. Semakin besar jumlahnya semakin menakutkan. Saya kira begitulah juga motivasi orang menabung. Kalau dipikir-pikir kegiatan menabung itu sama sekali tidak menyenangkan. Buat apa kita mendapatkan uang tetapi tidak dibelanjakan? Tetapi buat keeper jika berbelanja membuatnya kehilangan uang maka dia perlu untuk tidak menghabiskannya. Kehilangan uang membuat tipe keeper tidak aman, dan menyimpannya akan menetralisir rasa tidak aman.<br /><br />Keeper tidak kesulitan untuk membayar kebutuhan hidupnya di masa sekarang. Dia juga akan mampu membiayai berbagi tujuan keuangan tertentu yang ingin dicapainya di masa depan. Di luar itu keeper bahkan menyimpan lebih banyak - untuk dirinya, untuk keluarganya. Dia tipe yang akan terus menerus mengumpulkan uang dengan tujuan untuk disimpan, lebih dari sekadar mencukupi kebutuhannya sekarang maupun di masa depan.<br /><br />Sedikit demi sedikit dari hari ke hari tumpukan uangnya bertambah banyak, proses ini inilah yang amat disukainya. Dia membuat uangnya bekerja lebih keras agar bisa menghasilkan lebih banyak uang untuknya.<br /><br />Developer = Pengembang<br /><br />Developer tidak dikendalikan oleh uang, dia mengendalikan uang. Maka itu, dia tidak menginginkan uang kecuali jika membutuhkan sebesar yang akan digunakan untuk menjalankan rencananya.<br /><br />Prinsipnya, setiap rupiah dalam sebuah portfolio berada disana untuk suatu tujuan tertentu, jika tidak, uang itu harusnya berada di tempat lain untuk tujuan lain. Developer percaya bahwa uang adalah salah satu alat untuk mencapai tujuan.<br /><br />Jadi, dia tidak membuat rencana mengumpulkan uang, tetapi dia memiliki tujuan yang membutuhkan uang untuk mewujudkannya. Sesuai dengan namanya-developer mengembangkan/membangun sesuatu dalam ukuran masif yang hanya bisa dikerjakan dengan keterlibatan banyak orang.<br /><br />Dengan tujuan besar inilah yang menyebabkan daya jangkaunya terhadap uang menjadi luas. Developer memusatkan perhatiannya pada usaha-usaha yang memberi manfaat pada masyarakat.<br /><br />Dia percaya bahwa terdapat korelasi positif antara tingkat kesejahteraan masyarakat dengan kemakmuran pribadi. Artinya bangunan finansial yang akan didirikannya tidak bisa diperuntukkan untuk dirinya dan keluarganya, tetapi juga untuk masyarakat luas.<br /><br />Developer menjalankan rencananya langkah demi langkah secara bertahap mencapai tujuannya, proses inilah yang amat disukainya. Jika satu tujuan telah tercapai, maka dengan segera dia akan menentukan tujuan baru yang lebih baik lebih besar. Dia membuat uang bekerja lebih keras untuk mewujudkan tujuannya<br /></div>Unknownnoreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-1401614160166511521.post-88140393793226578282008-03-17T18:49:00.000-07:002008-03-17T18:50:38.518-07:00The power of no!<div align="justify"><strong>oleh : Anthony Dio Martin<br />Director HR Excellency</strong><br /><br />Pembaca, saya ingin share kepada Anda soal kekuatan dari mengatakan TIDAK dalam hidup kita. Bukankah kita lebih banyak diajar untuk mengatakan YA kepada orang lain serta tidak menolak orang lain, sejak kita masih kecil.<br /><br />Jadi, adakah sisi positif dari mengatakan TIDAK dalam hidup kita. Tentu! Dan saya berikan contoh kasusnya. Saya teringat saat saya memutuskan untuk mengambil ilmu psikologi sebagai dasar basis ilmu saya, saat kuliah. Sanak saudara saya mengatakan "Jangan deh. Apa sih yang bisa diharapkan dari ilmu psikologi". Saya mengatakan TIDAK kepada mereka. Dan saya sangat gembira karena bisa teguh pada keputusan saya.<br /><br />Ternyata ilmu psikologi menjadi fundamental yang bagus bagi saya dalam menulis, memberikan training serta menjadi seorang pembicara. Begitu juga, saat memulai karir sebagai trainer. Saya keluar dari perusahaan dan meninggalkan karir yang begitu menjanjikan.<br /><br />Ketika menjadi freelance trainer, berbagai perusahaan dan eksekutif search mencari saya dengan berbagai paket yang menggiurkan. Tapi, saya senang bisa berkata TIDAK pada tawaran mereka sehingga saya bisa berfokus untuk mewujudkan impian saya, dalam usia yang relatif muda.<br /><br />Pembaca, memang betul sejak kecil kita dibiasakan untuk mengatakan YA, tidak boleh mengecewakan orang lain, membuat orang lain senang dengan setuju ataupun memberikan peng-YA-an kepada mereka. Tetapi, ujung-ujungnya banyak cita-cita dan mimpi yang akhirnya terkorbankan karena kita tidak mampu berkata TIDAK. Percayalah, untuk bisa sukses kadang kita harus bisa belajar mengatakan TIDAK pada tempatnya.<br /><br />Sikap negatif<br /><br />Pertama, mengatakan TIDAK kepada orang yang bersikap negatif terhadap ide dan mimpi Anda. Saya seringkali mengingatkan bahwa 'opini adalah komoditas yang paling murah'. Saat Anda memberikan ide Anda, biasanya Anda harus siap menerima berbagai komentar, termasuk segala komentar yang negatif.<br /><br />Saat itu, lihatlah baik-baik dan lihat kredibilitas orang yang mengatakan. Jika perlu, jangan membiarkan mereka mencuri mimpi Anda hanya karena sebuah kata TIDAK yang mereka ucapkan.<br /><br />Para penulis buku Chicken Soup for the Soul berisi kumpulan artikel inspirasi terkenal sempat dibilang TIDAK oleh penerbit. Tetapi, karena mereka tidak mau terpengaruh akhirnya buku tersebut hingga sekarang menjadi buku yang begitu banyak menyentuh orang. Jadi, jika ada orang yang bermaksud negatif dan mengatakan tidak kepada mimpi yang Anda yakini, katakan saja, TERIMA KASIH dan teruslah berjuang untuk mimpimu.<br /><br />Kedua, mengatakan TIDAK kepada aktivitas yang mengacaukan Anda dari kegiatan yang produktif dan bermanfaat. Adalah sangat umum, godaan untuk istirahat dan bersenang-senang memboroskan waktu dengan tidak produktif. Terkadang ada pula godaan untuk chit-chat, godaan untuk ngobrol yang tidak produktif ataupun acara-acara popular yang berlebih-an, yang akhirnya banyak menghabiskan waktu Anda yang bermanfaat.<br /><br />Terkadang, agar hidup Anda menjadi lebih berbuah, maka Anda harus berani mengatakan TIDAK kepada mereka yang ingin mencuri waktu Anda. Ingatlah selalu, 'kalau Anda tidak mulai belajar mengendalikan waktu Anda maka orang lainlah yang mulai akan mengendalikan waktu Anda'. Take control of your own time.<br /><br />Ketiga, mengatakan TIDAK kepada tawaran-tawaran yang tampaknya menggiurkan tetapi mengacaukan Anda dari cita-cita Anda. Memang, musuh dari sesuatu yang baik adalah sesuatu yang lebih baik.<br /><br />Kadang-kadang, ada hal-hal yang kelihatannya berguna dan bermanfaat, tetapi kalau ki-ta perhatikan baik-baik, maka hal tersebut sebenarnya tidaklah membawa kita lebih dekat dengan cita-cita kita.<br /><br />Saya salut dengan seorang rekan saya yang membaktikan hidupnya untuk melayani kehidupan rohani para mahasiswa. Saya tahu bahwa ia pun mungkin membutuhkan dana untuk kehidupan keluarganya.<br /><br />Tetapi saat ada undangan untuk berbicara di kota lain. Ternyata ia menolak dengan mengatakan dengan sopan, "Iya saya memang membutuhkan dana tetapi saya sudah memutuskan menghabiskan minggu ini untuk memberikan konseling pada para mahasiswa dampingan saya. Terpaksa saya katakan TIDAK karena saya sudah punya komitmen waktu dalam minggu ini".<br /><br />Keempat, mengatakan TIDAK kepada berbagai godaan yang justru menjatuhkan Anda dari sisi martabat dan moral Anda. Dikatakan bahwa seringkali HARTA, TAHTA dan WANITA banyak menjadi godaan yang menjatuhkan. Kisah yang terjadi sejak penciptaan manusia pertama.<br /><br />Tetapi sering godaan ini akan bagus jika sejak awal kita tidak menerimanya. Misalkan pernah tawaran mendapatkan proyek tertentu tetapi harus dengan menyediakan wanita ataupun sejumlah uang suap.<br /><br />Celakanya sekali kita terbiasa dengan proses kerja seperti ini, maka kitapun akan jadi keterusan menjalankan bisnis dengan cara seperti itu. Dalam situasi seperti ini, maka akan menjadi sulit bagi kita untuk mengajarkan nilai-nilai yang positif dan baik kepada bawahan maupun anak-anak kita, kalau kita sendiri tidak punya integritas.<br /><br />aya masih ingat, betapa kagetnya saya saat seorang aktivis yang dulunya dikenal jujur akhirnya terbukti korupsi dan masuk penjara. Ternyata segala sesuatu dimulai dari 'menerima' dan terlalu toleran dengan hal yang kecil. Ketidakmampuan mengatakan TIDAK akhirnya menjeratnya ke penjara.<br /><br />Kelima, mengatakan TIDAK kepada orang yang mengatakan TIDAK kepada Anda. Dalam hidup kadang-kadang kita harus persisten. Inilah maksud dari keberanian mengatakan TIDAK ini.<br /><br />Saya teringat dengan cerita lucu tentang seorang direktur yang mengatakan bahwa dia telah menolak lima kali seorang sales yang melamar lewat sekretarisnya untuk jadi sales di tempatnya.<br /><br />Si sales ini dengan tersenyum hanya berkata, "Saya orang yang lima kali ditolak itu!". Tetapi, akhirnya justru dialah yang diterima jadi sales. Pembaca, kadang kita pun harus berani bilang TIDAK kepada orang yang berkata TIDAK kepada kita.<br /></div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1401614160166511521.post-78985166608107817972008-03-17T18:48:00.000-07:002008-03-17T18:49:16.879-07:00Menempa jiwa wirausaha<div align="justify"><strong>oleh : A. B. Susanto<br />Managing Partner The Jakarta Consulting Group<br /></strong><br /><br />Indonesia kering wirausahawan (entrepreneur). Padahal para wirausahawan inilah yang menjadi fasilitator bagi kemajuan ekonomi sebuah negara. Menurut Pak Ci (Ciputra, chairman kelompok usaha Ciputra), Indonesia membutuhkan setidaknya 2% penduduknya menjadi wirausaha untuk menopang kemajuan ekonomi. Padahal saat ini hanya terdapat sekitar 0,8% penduduk Indonesia yang menjadi wirausahawan.<br /><br />Entrepreneurship pada galibnya adalah upaya menciptakan nilai tambah, dengan menangkap peluang bisnis dan mengelola sumber daya untuk mewujudkannya. Tentu harus disertai pengambilan risiko dalam porsi yang tepat.<br /><br />Lantas jika ingin mencetak wirausahawan yang tangguh dalam jumlah jutaan 1% saja dari penduduk Indonesia sudah di atas 2 juta orang faktor-faktor apa sajakah yang perlu dipertimbangkan? Sifat-sifat kewirausahaan seseorang dibentuk oleh atribut-atribut personal dan lingkungan.<br /><br />Faktor lingkungan mempunyai peran yang signifikan dalam pembentukan jiwa kewirausahaan. Salah satu faktor lingkungan yang berperan besar dalam membentuk jiwa kewirausahaan adalah budaya.<br /><br />Kita bisa melihat secara kasat mata, suku tertentu di Indonesia, seperti dari Sumatera Barat dan Sulawesi Selatan mempunyai 'bakat' wirausaha. Karena dalam budaya tersimpan nilai-nilai yang diwariskan, dan nilai adalah 'apa yang dianggap baik'.<br /><br />Tatkala kewirausahaan dianggap mulia dalam sistem nilai sebuah budaya, seorang wirausahawan mendapat tempat terhormat dalam budaya tersebut. Budaya tersebut akan menjadi 'produsen' wiraswasta. Sementara dalam budaya lain yang menempatkan pekerjaan wirausaha kurang bergengsi, kurang produktif dalam menghasilkan wirausaha.<br /><br />Para perantau, biasanya juga memiliki dorongan lebih untuk berwirausaha. Orang Minang, Tionghoa dan India perantauan tampak lebih menonjol daripada mereka yang di daerah asalnya.<br /><br />Role model merupakan hal yang sangat penting karena dengan mengetahui serta memahami kisah-kisah para wirausahawan yang telah meraih kesuksesan menjadikan cita-cita seseorang untuk membuka usahanya sendiri menjadi lebih kredibel dan terjustifikasi.<br /><br />Calon wirausaha pada umumnya menemukan role model di rumah ataupun di tempat kerja. Bila seseorang banyak berhubungan serta bergaul dengan para wirausahawan, maka ada kemungkinan dia juga akan tertarik untuk memilih jalan hidup sebagai seorang wirausahawan.<br /><br />Di samping faktor di atas, terdapat faktor sosiologis yang mendorong berkembangnya jiwa kewirausahaan. Salah satunya adalah tanggungjawab keluarga, yang memainkan peranan penting dalam menghasilkan keputusan untuk memulai usaha sendiri.<br /><br />Adalah relatif lebih mudah untuk mulai menjalankan bisnis pada saat seseorang berusia relatif masih muda, lajang, serta tidak memiliki banyak aset pribadi. Bila dia gagal meraih kesuksesan sebagai seorang wirausahawan, maka masih terbuka peluang baginya untuk membangun karir dan pekerjaannya di perusahaan lain. Artinya lajang dan berusia muda memiliki hambatan psikologis yang rendah untuk berwirausaha. Lebih nekad!<br /><br />Ada pula trade off antara pengalaman yang bertambah seiring dengan pertambahan usia dengan rasa optimistis dan energi yang dimiliki. Semakin bertambah usianya tentu semakin banyak pengalaman yang diperoleh, semakin luas jejaringnya dan seharusnya semakin percaya diri.<br /><br />Namun kadang-kadang jika telah berada dalam sebuah industri dalam waktu yang lama, seseorang akan meyakini kesulitan yang bakal muncul bila memutuskan untuk memulai bisnis sendiri. Maka, rasa pesimis pun muncul dan tidak lagi nekad.<br /><br />Namun dapat terjadi sebaliknya, pengalaman dan jejaring yang luas akan membuat rasa percaya diri merasa lebih merasa optimis untuk memilih wirausaha. Di sini karakter personal yang berbicara.<br /><br />Karakteristik personal<br /><br />Karakteristik personal dapat mengalahkan faktor lingkungan. Ambil contoh Bill Gates. Lingkungan keluarga pengacara telah membimbingnya untuk menekuni bidang hukum di Universitas bergengsi, Harvard. Dia sedang merintis jalan untuk mengikuti tradisi keluarganya, menjadi pengacara, pada saat dia dropped out dari Harvard dan mendirikan Microsoft. Dalam kasus Bill Gates, sisi karakteristik personal lebih menonjol.<br /><br />Dari sisi ini, seorang wirausahawan memiliki focus of control internal yang lebih tinggi ketimbang seorang nonwirausahawan, yang berarti mereka memiliki keinginan kuat untuk menentukan nasib sendiri.<br /><br />Sebuah survei yang dilakukan terhadap pemilik usaha kecil di Inggris menemukan bahwa lebih dari 50% responden mengatakan bahwa independensi merupakan motif utama saat mereka memutuskan mendirikan usaha sendiri.<br /><br />Hanya 18% yang mengemukakan alasan untuk menghasilkan uang, sedangkan sisanya sebesar 10% menyebutkan ber-bagai alasan seperti kesenangan, tantangan, memberikan ruang lebih bagi kreativitas, dan kepuasan personal.<br /><br />Karakteristik personal lainnya adalah kebutuhan untuk mengendalikan. Kebanyakan para wirausahawan adalah orang yang sulit untuk menerima kendali serta otoritas orang lain terhadap diri mereka.<br /><br />Menurut Derek Du Toit, banyak wirausahawan yang membangun bisnisnya sendiri sebelumnya merupakan karyawan dari sebuah organisasi, namun mereka memiliki sifat sulit diatur.<br /><br />Keputusan berwirausaha dapat dipengaruhi oleh faktor personal maupun faktor lingkungan. Wirausahawan seringkali memutuskan untuk memulai usahanya sendiri karena mereka adalah para high achiever yang merasa bahwa karir mereka sulit berkembang dalam perusahaan tempat mereka bekerja ataupun profesi yang mereka tekuni.<br /><br />Banyak wirausahawan yang bekerja selama beberapa waktu dalam sebuah perusahaan guna memperkuat jejaring, meningkatkan sumber daya dan pengalaman sebelum membuka bisnis mereka sendiri.<br /></div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1401614160166511521.post-59062275686556193882008-03-17T18:46:00.000-07:002008-03-17T18:47:09.818-07:00Customer value<div align="justify"><strong>oleh : Handito Hadi Joewono<br />President Arrbey Indonesia<br />Cetak Kirim ke Teman Komentar</strong><br /><br />Taksi Blue Bird ada di mana-mana. Di tempat mangkal taksi di banyak hotel dan pusat perbelanjaan, di jalan besar, jalan kecil, sampai di ujung gang rumah kita. Memanggil taksi Blue Bird 'hanya' sejauh mengangkat gagang telepon. Mirip slogan salah satu produk minuman: "kapan saja, di mana saja". Kemudahan seperti itu memberi bukti, yang bukan sekadar janji, dari empat komitmen nilai tambah taksi Blue Bird.<br /><br />Blue Bird memberikan komitmen empat nilai tambah [customer value] untuk membedakan pelayanan yang diberikan oleh perusahaan taksi lain. Keempat komitmen nilai tambah itu adalah aman, nyaman, mudah, dan pelayanan personal. Tentu saja untuk merealisir komitmen yang tampaknya sederhana tersebut tidaklah semudah yang dibayangkan.<br /><br />Faktor pengelolaan SDM khususnya pengemudi taksi yang belasan ribu, mobil yang kondisinya berbeda-beda, lokasi yang relatif berjauhan dan taksi yang terus bergerak merupakan faktor yang menambah rumitnya pengelolaan bisnis dan layanan pada bisnis taksi.<br /><br />Bahkan, untuk sekadar memetakan industri ini pun juga tidak mudah. Tim Arrbey yang sedang menyiapkan studi kasus taksi untuk buku kami berikutnya tentang layanan berkualitas juga menghadapi realita 'ruwetnya' pengelolaan bisnis ini.<br /><br />Dari sisi pemasaran dan pelayanan konsumen, pengelolaan bisnis taksi dihadapkan pada beragamnya jenis konsumen. Ada konsumen yang ingin naik taksi dengan nyaman, ada yang asal sampai, ada yang cari gengsi dengan naik taksi, dan ada juga yang memanfaatkan naik taksi untuk kepentingan tidak baik termasuk mencari mangsa perampokan, penculikan, dan pemerkosaan.<br /><br />Setidaknya adan tiga segmen pasar konsumen taksi atau kendaraan angkutan darat pada umumnya, yaitu:<br /><br />1. Asal sampai<br /><br />Jangan terlalu mikirin kualitas layanan di kelompok konsumen yang satu ini. Kualitas layanan merupakan kemewahan, yang kalau konsumen tidak mendapatkan juga tidak apa-apa. Bahkan, kalau sampai disediakan oleh pemberi layanan merupakan hal yang luar biasa.<br /><br />Kata kunci 'layanan' di sini adalah: ngirit. Tidak heran banyak penumpang kereta api di Bogor dan Bekasi yang gembira dengan kehadiran KRL ekonomi AC. Ada juga konsumen taksi yang tidak berkeberatan naik taksi yang tidak pakai AC atau taksinya 'dekil'' karena taksinya tidak terawat dan bahkan tidak merasa was-was kalau pengemudi taksinya 'sangar'.<br /><br />Pengemudi taksi yang cocok melayani kelompok konsumen ini adalah 'pembalap gagal' yang berani ngebut dan sedikit-sedikit melanggar peraturan lalu lintas agar penumpang cepat sampai daerah tujuan.<br /><br />2. Sampai dengan puas<br /><br />Penumpang yang naik taksi Blue Bird punya ekspektasi mendapatkan layanan standar berkualitas. Keempat customer value Blue Bird yaitu aman, nyaman, mudah, dan pelayanan personal dengan tepat memenuhi ekspektasi servis konsumen tadi.<br /><br />Kalau konsumen mendapatkan keempat janji Blue Bird tersebut, tentu konsumen puas. Sebaliknya konsumen yang masih merasa ada janji yang belum sepenuhnya terpenuhi bisa berkomunikasi lebih lanjut dengan menelepon pusat layanan konsumen.<br /><br />3. Sampai dengan kesan indah<br /><br />Sesungguhnya Blue Bird, khususnya melalui Silver Bird, sudah mengarah ke pemberian layanan yang memungkinkan konsumen mendapat kesan indah. Penggunaan portofolio Mercedes dan mobil mewah lainnya dalam jajaran armada Silver Bird merupakan simbol upaya servis yang bermaksud memberi kesan indah. Penumpang bisa 'berbangga' menyampaikan ke sanak saudara atau rekan bisnisnya kalau barusan naik Mercy.<br /><br />Demikian juga komitmen mengembalikan barang tertinggal, sehingga sampai mendapat rekor Muri juga bentuk lain dari upaya 'merekayasa positif'untuk menciptakan layanan yang bisa berkesan indah. Konsumen yang amit-amit ketinggalan handphone dan lalu mendapatkan lagi handphone-nya akan menjadi konsumen yang mau cerita ke teman dan siapa pun yang ditemui tentang kualitas layanan taksi yang baru saja digunakannya.<br /><br />Keberhasilan Blue Bird mengelola berbagai keruwetan yang menjadi karakteristik bisnis taksi memang bisa diacungi jempol. Strategi membangun banyak pangkalan taksi di berbagai tempat berbeda, jumlah taksi yang banyak, pemanfaatan teknologi informasi dan manajemen pengelolaan SDM khususnya pengemudi taksi menjadi pilar-pilar kesuksesan Blue Bird.<br /><br />Lalu bisakah contoh kasus baik seperti ini 'ditiru' oleh perusahaan taksi atau bahkan industri jasa yang lainnya. Tentu saja bisa, dan modal dasarnya adalah tekad dan tindakan nyata. Manajemen Blue Bird sudah membuktikan aplikasi tekad dan tindakan nyata tadi dalam pengelolaan bisnisnya, dan selanjutnya terserah Anda.<br /></div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1401614160166511521.post-71111950555886102972007-12-18T04:50:00.002-08:002007-12-18T04:51:09.100-08:00<span style="color:#24249a;">Andrias Harefa</span> <img src="http://www.pembelajar.com/nimages/Andrias_Harefa.jpg" align="left" border="0" hspace="10" vspace="5" /> <p><span class="date">05 Juni 2006 - 08:46 (Diposting oleh: <a href="mailto:webmaster@pembelajar.com">editor</a>)</span><br /> <span class="bigtitle"><span style="color:#24249a;">Mendefinisikan Realitas</span></span> <img src="http://www.pembelajar.com/images/icons/wm_star.gif" align="absmiddle" border="0" /><img src="http://www.pembelajar.com/images/icons/wm_star.gif" align="absmiddle" border="0" /><img src="http://www.pembelajar.com/images/icons/wm_star.gif" align="absmiddle" border="0" /><img src="http://www.pembelajar.com/images/icons/wm_star.gif" align="absmiddle" border="0" /> ( 3 )<br /> </p><p><a href="http://www.pembelajar.com/wmview.php?ArtID=623&page=2">Halaman sebelumnya</a></p><p>Banyak mendengarkan, berempati, <i>awareness</i>, dan melihat dengan mata batin, itulah yang saya kira menolong para pemimpin untuk mampu mendefinisikan realitas, menunaikan tanggung jawabnya yang pertama. </p><p>Bila hipotesis di atas dapat diterima, maka kita mungkin dapat kembali menyadari betapa langkanya manusia yang disebut pemimpin itu di negeri kita. Kita memiliki begitu banyak pejabat, yakni pemangku jabatan kepemimpinan, tetapi sulit menemukan orang-orang yang mau sungguh-sungguh mendengarkan. Kalau ada pertemuan yang dihadiri para pejabat, maka mereka biasanya justru diberi banyak kesempatan untuk (dan maunya memang) berbicara, memberikan “pengarahan”, “petunjuk”, dan sebangsanya. Pada hal kebutuhan kita yang utama adalah “didengarkan”, “dimengerti”, dan “dipahami”, bukan “dikuliahi”. </p><p>Kita memiliki begitu banyak “atasan” atau “boss”, tetapi begitu sulit mencari mereka yang mampu berempati. Kebanyakan “atasan” dan “boss” kita memang ”tahu” apa yang kita rasakan, tetapi tidak ”merasakan” apa yang kita rasakan. Mereka “tahu” betapa menderitanya pegawai-pegawai kecil, pengajar-pengajar sekolahan, pengusaha skala micro-kecil, bila harga-harga membumbung, tarif listrik-BBM-telepon naik sambung menyambung, tetapi mereka “tidak sampai merasakan” semua itu. </p><p> “Atasan” dan “boss” kita juga sering menunjukkan tanda-tanda “lupa diri”. Ketika banyak anggota masyarakat kehilangan penghasilan utama, kaum ”atasan” dan “boss” itu masih saja melancong ke manca negara, pamer kemampuan membeli mobil mewah, dan berbagai perilaku kasat mata yang tidak menunjukkan adanya kesadaran diri bahwa mereka hidup dalam lingkungan masyarakat yang sedang sangat menderita, dan semakin menderita menyaksikan sikap dan perilaku mereka yang tidak menunjukkan entah itu <i>sense of crisis, sense of urgency, </i> atau sense-sense lainnya. Sepertinya mereka justru kehilangan <i>commonsense</i> (akal sehat)-nya. </p><p>Ujung-ujungnya, kita kesulitan menemukan “atasan” dan “boss” yang visioner, yang mampu memperlihatkan kepada kita <i>direction</i> yang lebih baik. Kita tidak tahu apa yang mereka “lihat” dengan mata batinnya, sehingga kita ragu apakah mereka memiliki jiwa reformis atau cuma penjaga <i>status quo</i> yang berbulu reformis (musang berbulu domba). </p><p>Konsekuensi dari semua itu adalah kita kehilangan kemampuan untuk memahami zaman apa yang sedang kita masuki dewasa ini. Kita telah kehilangan orang-orang yang <i>mampu</i> mendefinisikan realitas, bahkan lebih parah lagi, kita kehilangan orang-orang yang <i>mau menerima tanggung jawab</i> untuk mendefinisikan realitas itu. Yang banyak kita jumpai adalah mereka yang masih “rajin” melempar tanggung jawab, mencari-cari kambing hitam ketika setiap permasalahan muncul ke permukaan. </p><p>Mudah-mudahan seluruh hipotesis saya keliru. </p><p><i>* Andrias Harefa adalah seorang pembelajar Sekolah Kehidupan, inisiator website Pembelajar.com, dan telah menghasilkan 25 buku laris. Ia juga dikenal dengan julukan WTS (writer, trainer, speaker). Ia dapat dihubungi di: aharefa@cbn.net.id.</i> </p>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1401614160166511521.post-19996005429960533402007-12-18T04:50:00.001-08:002007-12-18T04:50:27.222-08:00<span style="color:#24249a;">Andrias Harefa</span> <img src="http://www.pembelajar.com/nimages/Andrias_Harefa.jpg" align="left" border="0" hspace="10" vspace="5" /> <p><span class="date">05 Juni 2006 - 08:46 (Diposting oleh: <a href="mailto:webmaster@pembelajar.com">editor</a>)</span><br /> <span class="bigtitle"><span style="color:#24249a;">Mendefinisikan Realitas</span></span> <img src="http://www.pembelajar.com/images/icons/wm_star.gif" align="absmiddle" border="0" /><img src="http://www.pembelajar.com/images/icons/wm_star.gif" align="absmiddle" border="0" /><img src="http://www.pembelajar.com/images/icons/wm_star.gif" align="absmiddle" border="0" /><img src="http://www.pembelajar.com/images/icons/wm_star.gif" align="absmiddle" border="0" /> ( 2 )<br /> </p><p><a href="http://www.pembelajar.com/wmview.php?ArtID=623&page=1">Halaman sebelumnya</a></p><p>Dulu sebagian dari kita mungkin pernah berpikir bahwa seandainya kita memiliki cukup pengetahuan, maka relatif mudah untuk memprediksi masa depan? Tapi apa yang terjadi dengan orang-orang yang dianggap paling berpengetahuan, pakar-pakar dengan atribut akademis lengkap sampai tingkat doktoral? Tidakkah kita menemukan bahwa ternyata mereka juga tidak bisa mendeskripsikan masa depan kita semua? Catat saja berbagai prediksi yang kemudian terbukti keliru tentang perkembangan ekonomi dan politik negeri ini. Siapa yang pernah membayangkan peristiwa 14-15 Mei 1998 akan terjadi dan mengakibatkan Soeharto “turun tahta” minggu berikutnya? Dan ketika Gus Dur menjadi Presiden RI, siapa pernah menduga bahwa masa pemerintahannya akan begitu pendek? Siapa yang pernah meramalkan bahwa wanita bernama Megawati Soekarnoputeri akan jadi Presiden Indonesia dengan dukungan kelompok yang pernah menolaknya mati-matian, bahkan dengan menggunakan ayat-ayat suci agama tertentu? Ingat juga bagaimana tragedi runtuhnya Menara Kembar WTC di New York, 11 September 2001, yang melampaui imajinasi penulis skenario film-film Hollywood, yang paling liar sekalipun. Siapa menduga bahwa “popularitas” Putri Diana akan tersaingi oleh Osama Bin Laden, bukan oleh Julia Robert, Jennifer Lopez, atau Britney Spears? </p><p>Sungguh tidak mudah mendefinisikan sebuah zaman. Dan pekerjaan yang tidak mudah itu adalah tanggung jawab pertama seorang pemimpin. Ia harus mendefinisikan realitas. Ia harus belajar banyak dari sejarah, tetapi tidak terpasung oleh catatan sejarah. Ia harus mendefinisikan realitas masa kini, memahami makna berbagai peristiwa di berbagai belahan dunia, namun dengan kemampuan membaca realitas masa depan tanpa terjebak pada “hyper-reality” atau pun “virtual reality” yang tidak sungguh-sungguh “real”. Bukan main sulitnya, tetapi “sulit” tidak berarti <i>impossible</i>. </p><p>Karena mendefinisikan realitas tidak pernah mudah, maka saya sering bertanya-tanya bagaimana para pemimpin menunaikan tanggung jawab pertamanya ini. Dan sejauh ini, studi saya menunjukkan beberapa hipotesis berikut. </p><p>Pertama, untuk dapat mendefinisikan realitas para pemimpin perlu belajar untuk lebih banyak mendengarkan (listening). Ia harus belajar mendengarkan “suara-suara”. Termasuk dalam “suara-suara” itu adalah “suara” dari yang Gaib (Tuhan), suara hati nuraninya (bila masih fungsional), dan suara konstituen potensialnya (entah itu rakyat, umat, pegawai, atau komunitas lainnya). Dalam proses mendengarkan ini ia mungkin juga perlu banyak membaca, tetapi yang lebih penting mungkin adalah merenung-renungkan, berkontemplasi, menelusuri <i>sanctuary</i>-nya, lalu membedakan antara yang esensial dan yang tidak esensial. </p><p>Kedua, untuk dapat mendefinisikan realitas para pemimpin belajar untuk berempati, terutama berempati pada konstituen potensialnya. Ia harus mampu merasakan secara emosional berbagai jeritan hati dan penderitaan, sekaligus berbagai macam harapan dan impian konstituennya. Tidak cukup hanya sekadar “tahu”, harus sampai “rasa”. </p><p>Ketiga, untuk dapat mendefinisikan realitas para pemimpin selalu mengembangkan kesadaran (awareness) yang lebih besar, terutama mengenai dirinya (self-awareness) itu <i>apa</i> dan <i>siapa</i>. Ia masuk ke dalam kemanusiaannya sendiri, dan dengan cara itu ia makin menegaskan harkat dan martabat dirinya sebagai pertama-tama manusia, sama seperti konstituen yang ingin dilayaninya. </p><p>Keempat, untuk dapat mendefinisikan realitas pemimpin mengasah mata batinnya (eye of spirit), menerobos kungkungan masa kini menuju masa depan yang lebih manusiawi. Dengan cara ini ia dimungkinkan untuk merumuskan konsep (conceptualization), yang kemudian disusun menjadi “visi”-nya (vision statement). </p>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1401614160166511521.post-74182646296395163072007-12-18T04:49:00.001-08:002007-12-18T04:49:45.492-08:00<span style="color:#24249a;">Andrias Harefa</span> <img src="http://www.pembelajar.com/nimages/Andrias_Harefa.jpg" align="left" border="0" hspace="10" vspace="5" /> <p><span class="date">05 Juni 2006 - 08:46 (Diposting oleh: <a href="mailto:webmaster@pembelajar.com">editor</a>)</span><br /> <span class="bigtitle"><span style="color:#24249a;">Mendefinisikan Realitas</span></span> <img src="http://www.pembelajar.com/images/icons/wm_star.gif" align="absmiddle" border="0" /><img src="http://www.pembelajar.com/images/icons/wm_star.gif" align="absmiddle" border="0" /><img src="http://www.pembelajar.com/images/icons/wm_star.gif" align="absmiddle" border="0" /><img src="http://www.pembelajar.com/images/icons/wm_star.gif" align="absmiddle" border="0" /> ( 1 )<br /> </p><p> <i>Tanggung jawab pertama seorang pemimpin adalah mendefinisikan realitas. Yang terakhir adalah mengucapkan terima kasih. Dan di antara kedua hal itu, pemimpin adalah seorang pelayan (a servant) dan seorang yang berhutang (a debtor). </i><br /><b>–– Max De Pree</b></p><p> Tidak mudah mendefinisikan zaman ini. Pada satu sisi, banyak orang bicara atau menulis soal “kematian” di mana-mana. Lihat saja judul-judul buku terlaris seperti: <i>the death of economics, school is dead, the death of competition, the end of management, the end of education, the end of nation state, the end of history, </i> dan sebagainya. Pada sisi lain, orang bicara dan menulis tentang segala sesuatu yang “serba baru”, seperti judul buku-buku berikut: <i>the rise of nation state, new economy, digital economy, knowledge economy, attention economy, knowledge management, knowledge society, learning organization, network organization, adaptive organization, crazy organization, relational organization, democratic organization, virtual organization, quantum learning, </i>dan sebagainya. Di sudut yang satu orang berteriak “globalisasi”, sementara pada saat yang bersamaan berkumandang teriakan tandingan “otonomi daerah”. Orang juga bicara soal pentingnya “focus” dan “loyalty”, tetapi yang serba multi juga marak seperti: <i>multi purpose van, multi job, multi income, multi career, multi level marketing, </i> sampai <i>multiculturalism. The age of paradox, terra incognita, post-modernisme? </i></p><p> Menyebut zaman ini sebagai era informasi atau era pengetahuan pun tidak membuat kita mudah memahami maknanya. Sebab pada satu sisi kita dibanjiri oleh begitu banyak informasi dan pengetahuan yang begitu mudah diakses dari sumber-sumber pertama yang berada di sudut-sudut <i>global village</i> meski secara geografis letaknya dipisahkan oleh samudra luas antar benua. Pengetahuan dunia ada di ujung jari para pengguna internet yang jumlahnya terus berkembang secara eksponensial. Namun, pada sisi lain banjir data, informasi, dan pengetahuan itu justru membuat kita bingung untuk dapat memilih mana yang sebenarnya berguna dan mana yang tidak berguna sama sekali. Kita justru semakin kurang pengetahuan, pada saat pengetahuan itu justru berlebih-lebihan. Begitulah, kalau dulu kita mengejar data, informasi, dan pengetahuan sampai ke Amerika dan Eropa, maka sekarang informasi, data, dan pengetahuan “mengejar” kita sampai ke wilayah-wilayah yang bersifat pribadi di sudut-sudut rumah kita (ingat, e-mail dan SMS dapat menjangkau banyak orang, bahkan ketika mereka sedang berada di WC rumahnya). </p>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1401614160166511521.post-36241328109905492542007-11-29T20:08:00.000-08:002007-11-29T20:10:07.297-08:00MEMAKNAI KERJA<div style="text-align: justify;"><img src="http://www.pembelajar.com/images/icons/wm_apadansiapa.gif" align="absmiddle" border="0" /> <span style="color:#24249a;"><br /><br />Andrias Harefa</span> <img src="http://www.pembelajar.com/nimages/Andrias_Harefa.jpg" align="left" border="0" hspace="10" vspace="5" /> </div><p style="text-align: justify;"><span class="date"></span><br /> </p><p style="text-align: justify;"> Apa arti kerja bagi Anda?” tanya saya kepada sejumlah kawan.<br /> ”Aktivitas untuk memperoleh nafkah hidup,” jawab Didi yang pengusaha.<br />”Kegiatan yang melibatkan usaha mental atau fisik yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan atau hasil,” ujar Elly yang dosen perguruan tinggi.<br /> ”Tugas-tugas yang harus ditunaikan,” kata Wawan yang tentara.<br />”Mengembangkan potensi diri, memenuhi panggilan batin, mencari nafkah sekaligus memberi makna pada hidup melalui karya-karya kita,” urai Bagong yang pegawai. </p><p style="text-align: justify;"> *** </p><p style="text-align: justify;"> Di sekolah kehidupan kita menyaksikan bahwa cara pandang atau peta yang kita pergunakan untuk memberi makna pada pekerjaan, akan mempengaruhi sikap dan perilaku kita dalam bekerja. Seorang yang memaknai pekerjaannya sebagai sesuatu yang penting, bernilai, bahkan mulia, misalnya, akan menunjukkan sikap kerja yang berbeda dengan mereka yang memaknai pekerjaannya sebagai hal yang tidak penting, tak bernilai, bahkan hina. Orang-orang yang memaknai pekerjaannya sebagai sesuatu yang pantas dibanggakan akan menunjukkan perilaku kerja yang berbeda dengan orang-orang yang merasa malu dengan pekerjaan mereka. Masalahnya bukan pada ”apa yang dikerjakan”, tetapi pada bagaimana mereka memaknai pekerjaan tersebut. </p><p style="text-align: justify;"> Seperti seorang kawan bernama Anton yang memaknai pekerjaannya hanya sebagai pekerjaan untuk nafkah hidup semata. Statusnya sebagai wiraniaga di perusahaan asuransi terkemuka negeri ini, sebenarnya cukup bisa dibanggakan. Namun, ia sedikit sekali menaruh minat atas apa yang dikerjakannya dan tak menyukai sifat pekerjaannya yang memberikan banyak tantangan. Hanya karena merasa wajib bekerja agar mendapatkan penghasilan, maka Anton bertahan di tempat kerjanya itu. Akibatnya, Anton sangat sensitif terhadap soal jumlah komisi yang diperolehnya. Jika komisinya berkurang sedikit saja dari biasanya, atau ia mendapatkan informasi ada komisi yang sedikit lebih tinggi di perusahaan asuransi lain, maka ia langsung ingin cepat-cepat pindah kerja. Kalau ada kesempatan kerja di luar industri asuransi pun, sepanjang hal itu memberikan penghasilan lebih besar, Anton akan segera merasa tertarik. Saat-saat yang paling menyenangkan bagi Anton adalah tanggal pembayaran komisi/gajian. Selebihnya adalah kewajiban yang harus dilakukan. </p><p style="text-align: justify;"> Berbeda dengan Anton, kawan bernama Tommy memaknai pekerjaannya sebagai karier. Ia ingin ada peningkatan karier dari waktu ke waktu. Artinya, ia tidak melihat uang atau gaji sebagai satu-satunya faktor penentu kepuasan kerjanya. Ia juga memperhitungkan soal-soal lain, terutama soal kekuasaan/jabatan, status sosial, dan gengsi. Walau gajinya sebagai kepala bidang operasional sebuah bank nasional yang sudah mapan hanya rata-rata industri saja, namun ia tetap bersemangat karena merasa ada prospek karier untuk menjadi kepala cabang di tahun-tahun mendatang. Lagi pula, ia sudah mulai mendapatkan fasilitas pinjaman untuk membeli mobil idamannya, sesuatu yang menaikkan gengsinya di lingkungan kerabat dan tempat pemukimannya. Bagi Tommy, ia akan mulai berpikir untuk mencari pekerjaan baru, bila kariernya sudah mentok tak kemana-mana.<br /></p><div style="text-align: justify;"><br /></div><p style="text-align: justify;"><br /></p><p style="text-align: justify;"> Lain lagi halnya dengan Titin yang bekerja sebagai penulis lepas. Ia memaknai pekerjaannya sebagai panggilan batin. Ia mencintai pekerjaannya, dan antara pekerjaan dengan irama kehidupannya sehari-hari tak terlalu banyak bedanya. Sebagai ibu dari dua anak remaja yang sudah ditinggal mati oleh suaminya, Titin terkadang ikhlas tak mendapatkan imbalan material apapun dari karya tulisnya yang dipublikasikan pihak lain untuk tujuan sosial. Ia merasa memang itulah tugasnya. Ia merasa ada kemuliaan dari apa yang dikerjakannya. Dan ia juga sangat menikmati kebebasan waktu kerjanya yang menurutnya ”tak ternilai harganya”. Sebab, sebagai penulis lepas ia bisa mengatur sendiri waktu untuk mengurus anak-anak dan mencari nafkah. Ia juga tidak harus terikat pada lokasi kerja seperti kantor, karena bisa bekerja dimana saja berkat <i>laptop </i>sederhana miliknya. Karenanya, walau penghasilan Titin tak berlebihan, ia tak pernah berpikir untuk berganti pekerjaan. </p><p style="text-align: justify;"> Baik Anton, Tommy, maupun Titin, adalah wajah dari orang-orang di sekitar kita. Orang-orang seperti Anton selalu mengutamakan gaji, komisi, uang. Status sosial, gengsi, jabatan, dan panggilan hidup urusan belakangan. Sepanjang pekerjaan mereka menghasilkan uang yang lebih banyak, mereka bersemangat dalam bekerja. Sementara orang-orang seperti Tommy masih bersedia bersabar dengan gaji yang pas-pasan, asalkan diberi jabatan formal, kekuasaan memimpin sejumlah bawahan, dan gengsi karena bekerja di perusahaan terkemuka. Dan bagi orang-orang seperti Titin, pekerjaan haruslah berkaitan dengan keyakinannya atas kontribusi hidupnya bagi keluarga, bangsa, masyarakat, atau dunia. Tak soal penghasilan pas-pasan, tanpa jabatan mentereng, tak punya kantor yang megah, dan sebagainya. Asal ada keyakinan bahwa karya-karyanya berguna bagi banyak orang, ikut mendorong proses-proses kebudayaan, membuat dunia menjadi tempat yang lebih indah dan layak dihuni, cukuplah. </p><p style="text-align: justify;"> Anton, Tommy, dan Titin amat boleh jadi merasakan kepuasan yang berbeda atas hasil-hasil pekerjaannya. Di antara mereka juga mungkin sulit untuk saling memahami pilihan satu dengan yang lain. Masalahnya bukan pada ”apa” yang mereka kerjakan, tetapi pada kemampuan memaknai pekerjaan itu sendiri. Artinya, bisa saja seorang buruh pabrik atau tukang angkut sampah memaknai pekerjaan sebagai amanah atau panggilan hidup yang harus ditunaikan. Ia bisa dengan ikhlas dan senang hati melakukan pekerjaannya. Dan sebaliknya, seorang eksekutif muda atau manajer senior di perusahaan terkemuka hanya menganggap pekerjaannya sebagai sarana memperoleh uang semata. Sehingga, ia sering merasa terbebani, tidak gembira dan kurang puas dengan pekerjaannya. </p><p style="text-align: justify;"> Sejumlah psikolog ahli yang mendalami masalah kepuasan kerja dan kepuasan hidup menyimpulkan bahwa hanya orang-orang yang mampu memaknai pekerjaannya sebagai hal yang berkaitan dengan panggilan hidup atau amanah yang harus ditunaikanlah yang mengalami kepuasan kerja dan kepuasan hidup paling maksimal. Mereka umumnya memiliki minat yang tinggi terhadap apa yang mereka kerjakan, dan menikmati sifat-sifat dari pekerjaannya. Itu sebabnya ada kegembiraan dalam bekerja, dan motivasi mereka mengalir dari dalam batinnya. Mereka menjadi orang-orang yang tidak saja produktif dan kreatif, tetapi juga sekaligus loyal dengan tugas pekerjaannya. </p><p style="text-align: justify;"> Bagaimana kita memaknai pekerjaan yang kita pilih saat ini? Adakah pekerjaan yang kita lakukan hari-hari ini sesuai dengan minat dan potensi terbaik kita? Disamping soal uang, apakah pekerjaan kita berkesesuaian dengan panggilan hidup atau amanah dari langit yang memang perlu ditunaikan? Mampukah kita melihat kemuliaan dari pekerjaan kita? Setiap kita tentu memiliki jawabannya masing-masing. Yang jelas, bila kita ingin meningkatkan kepuasan kerja dan kepuasan hidup, maka hal terpenting yang mungkin perlu kita periksa adalah bagaimana kita memaknai pekerjaan yang kita lakukan sehari-hari. </p><p style="text-align: justify;"> Memberi makna pada pekerjaan, itulah hal yang tak bisa dilakukan oleh mesin-mesin canggih dewasa ini. Memberi makna pada pekerjaan juga tak mampu dilakukan oleh kambing, kucing, dan anjing. Sebab kemampuan memberi makna, adalah kemampuan khas yang dianugerahkan Sang Pencipta hanya kepada manusia ciptaan-Nya. Dan dengan bekal kemampuan memaknai ini pula manusia di mungkinkan untuk mengenal konsep kebahagiaan dalam hidupnya. Apakah kemampuan ini kita kembangkan dengan gegap gempita, atau terbengkalai begitu saja sehingga kita sering merasa terlunta kehilangan arah? </p><p style="text-align: justify;"> Tabik Mahardika! </p><div style="text-align: justify;"> <i>* Andrias Harefa adalah inisiator Pembelajar.com dan penulis 28 buku laris. Ia dapat dihubungi di; aharefa@cbn.net.id. </i></div><p> </p>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1401614160166511521.post-33449616831770742492007-11-29T20:06:00.001-08:002007-11-29T20:06:32.337-08:00Tindakan Lebih Penting Dari Pengetahuan<div style="text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"><span class="style65"></span><br /></span></div><p style="text-align: justify;" class="style16"><span style="font-size:100%;color:#000066;">By Andrew Ho</span></p><div style="text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"><span class="style16">Pada suatu hari seorang ilmuwan terkenal bertanya kepada guru agamanya, "Pak, apakah inti penting di dalam agama?"</span><br /><span class="style16"> </span><br /><span class="style16"> "Jangan melakukan segala dosa, sebaliknya jalankan semua amal dan kebaikan," jawabnya.</span><br /><span class="style16"> </span><br /><span class="style16"> Ilmuwan itu menganggap bahwa itu adalah jawaban standar yang terlalu luas dan kurang jelas. "Apa yang Bapak katakan itu terlalu sederhana. Anak berusia tiga tahun pun akan sudah tahu jawaban seperti itu," timpalnya.</span><br /><span class="style16"> </span><br /><span class="style16"> "Memang anak seusia itu juga akan mengerti, tapi orang tua yang telah berusia delapan puluh tahun belum tentu bisa melakukannya," sahut guru agama itu.</span><br /><span class="style16"> </span><br /><span class="style16"> Pesan:</span><br /><span class="style16"> </span><br /><span class="style16"> Apa yang telah diungkapkan oleh sang ilmuwan sangat sering kita temukan dalam kehidupan sehari-hari. Banyak orang yang cukup pintar dan mengerti tentang rambu-rambu kehidupan dari ilmu pengetahuan yang mereka pelajari, seminar, buku, televisi dan lain sebagainya. Misalnya bila kita ingin sukses, maka kita harus bersikap positif (lebih ramah, disiplin, jujur, gigih berusaha, dan lain sebagainya) serta menjauhi tindak negatif (korupsi, kolusi dan nepotisme, menghasut, menipu dan lain sebagainya).</span><br /><span class="style16"> </span><br /><span class="style16"> Tetapi hanya sebagian kecil diantara kita yang benar-benar sukses dan bahagia. Banyak juga orang pintar yang melanggar aturan negara maupun agama, misalnya berbuat korupsi, pembunuhan, praktik ilegal dan tindak kriminal lainnya. Mengapa? Karena semua pengetahuan itu hanya sebatas wacana atau tidak berlanjut kedalam tindakan nyata. </span><br /><span class="style16"> </span><br /><span class="style16"> Kunci kebahagiaan dan keberhasilan dalam kehidupan setelah mencari ilmu pengetahuan adalah mempraktekkan semua ilmu pengetahuan tersebut kedalam tindakan nyata. Segudang ilmu pengetahuan tidak akan bermanfaat bila kita sendiri tidak menjalankannya. "Tindakan tidak selalu membawa kebahagiaan, tetapi tidak ada kebahagiaan tanpa tindakan," kata Benjamin Disraeli. </span><br /><span class="style16"> </span><br /><span class="style16"> Sebaliknya, betapapun sederhana ilmu pengetahuan yang kita miliki akan memiliki kekuatan yang dahsyat jika kita menggunakannya setiap hari dan setiap saat. Contoh sederhana misalnya kita ketahui bahwa bersikap disiplin, jujur dan tersenyum atau ramah kepada semua orang itu baik. Pengetahuan tersebut akan memberikan manfaat lebih dahsyat terhadap berbagai hal termasuk kesuksesan dan suasana hati bila kita senantiasa mempraktekkannya. Oleh sebab itu latihlah diri kita senantiasa melakukan tindakan nyata atas apa yang sudah kita ketahui.</span></span></div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1401614160166511521.post-65474286414399086292007-11-29T20:04:00.000-08:002007-11-29T20:05:15.075-08:00Saat Merasa Paling Kaya<div style="text-align: justify;"><span class="style65"></span><br /></div><p style="text-align: justify;" class="style16"><span style="font-size:100%;color:#000066;">By Andrew Ho</span></p><div style="text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"><span class="style16">Diceritakan ada seorang kaya raya di sebuah negara adidaya. Begitu banyak harta yang ia miliki sehingga ia mendapat julukan multi-jutawan. Selain dikenal sangat kaya, belakangan ini baru banyak orang mengenal dirinya sebagai orang yang sangat pemurah.</span><br /><span class="style16"> </span><br /><span class="style16"> Kedermawanannya diketahui khalayak bermula ketika sebuah organisasi sosial menyatakan telah menerima sumbangan dari seseorang tak dikenal dalam 25 tahun terakhir. Mereka menengarai sumbangan yang selama ini telah mereka terima dari dermawan misterius itu sudah lebih dari 0,27 milyar USD. Tetapi saat mereka menerima sumbangan yang ke sepuluh, organisasi sosial tersebut berusaha mencari tahu siapa sebenarnya orang itu.</span><br /><span class="style16"> </span><br /><span class="style16"> Dalam beberapa waktu kemudian, organisasi sosial itu berhasil menemukan bahwa dermawan tersebut adalah seorang pengusaha permen, yang tak lain adalah sang multi jutawan. Berita tersebut dengan cepat tersebar kepada kalangan masyarakat. Wartawanpun mengunjungi rumahnya untuk mengorek lebih banyak hal tentang sang multi jutawan.</span><br /><span class="style16"> </span><br /><span class="style16"> “Kapan Bapak merasa ingin beramal?” tanya seorang pewarta penuh selidik.</span><br /><span class="style16"> “Kapan saja ketika saya merasa sangat kaya,” jawab sang multi jutawan.</span><br /><span class="style16"> “Kapan Bapak merasa sangat kaya?” tanya wartawan lagi.</span><br /><span class="style16"> “Ketika saya ingin beramal,” tukasnya singkat.</span><br /><span class="style16"> </span><br /><span class="style16"> Pesan:</span><br /><span class="style16"> </span><br /><span class="style16"> Kisah nyata tersebut menggambarkan kalau kita kaya tak perlu menjadi sombong. Bersikaplah rendah hati dan murah hati seperti pengusaha permen tadi. Sesuatu yang ia berikan kepada orang lain mungkin baginya tidak terlalu besar. Tetapi yang pasti, apa yang ia berikan sangat berarti dan membahagiakan dirinya maupun orang lain yang menerima.</span><br /><span class="style16"> </span><br /><span class="style16"> Mungkin kita dulu sudah bertindak bodoh dengan apa yang kita miliki, tetapi masih ada kesempatan untuk merubahnya. Cobalah mengulurkan tangan kepada orang-orang yang kurang beruntung. Bila orang-orang yang sudah diambang putus asa itu tersenyum berkat bantuan yang kita berikan dengan tulus dan penuh kasih sayang, maka pada saat itulah kita dapat merasakan keberadaan diri kita di dunia ini. </span><br /><span class="style16"> </span><br /><span class="style16"> Berikan bantuan semampu kita. “If you cannot do great thing, you can do small things with great love. – Jika Anda tidak dapat melakukan hal besar, Anda dapat melakukan hal kecil dengan penuh cinta,” kata bunda Theresa menganjurkan. Karena segala bentuk pertolongan yang kita berikan sekecil apapun bentuknya pasti kembali kepada kita berlipat ganda. </span><br /><span class="style16"> </span><br /><span class="style16"> Salah satu diantara sekian banyak manfaat memberikan pertolongan kepada orang lain adalah kita disukai oleh orang yang sudah kita beri pertolongan. Sementara itu tindakan memberikan pertolongan dengan tulus dan penuh kasih sayang akan menjadi sumber kebahagiaan tersendiri bagi kita. </span><br /><span class="style16"> </span><br /><span class="style16"> Sebuah pepatah bijak menyebutkan, “Live a good honorable life. Then, when you get old and think back, you’ll get to enjoy it a second time. – Ciptakan kehidupan yang bermakna. Hingga saat tua nanti Anda mengingatnya maka akan menikmatinya sekali lagi.” Memberi adalah sumber kebahagian, saat yang membuat kita merasa sangat kaya melebihi segala yang ada di dunia ini.</span></span></div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1401614160166511521.post-45342880465948607582007-11-29T20:01:00.000-08:002007-11-29T20:03:17.056-08:00BERS AHABAT DENGAN MASALAH<span style="color:#24249a;"><br /><br /><span style="font-weight: bold;">Adi W Gunawan</span></span> <p><span class="date"></span><span class="bigtitle"></span><br /> </p><p> </p><p> <i> “If a problem doesn’t kill you, it will make you stronger.” </i></p><p> Seorang kawan mengeluh, ”Pak, saya kok sering kena masalah ya? Padahal saya ini sudah rajin berdoa, selalu <i>positive thinking</i>, tidak pernah <i>bikin</i> susah orang lain, suka menolong orang lain, jujur dalam bekerja, dan nggak <i>neko-neko</i>. Kenapa ya Pak? Apa masalah saya? Saya sudah bosan kena masalah terus.” </p><p> ”Wah, selamat ya,” balas saya. </p><p> ”Lho, bagaimana sih Pak Adi ini. Saya punya banyak masalah kok malah diberi selamat. Senang ya Pak kalau lihat orang susah?” kawan saya balik bertanya dan agak jengkel. </p><p> “Sabar...sabar... bukan begitu maksud saya. Jangan tersinggung dong,” jawab saya cepat sambil berusaha menenangkan kawan saya ini. </p><p> Nah, pembaca, apa yang saya tulis di artikel ini merupakan hasil obrolan saya dan kawan saya. </p><p> Masalah. Setiap orang pasti punya masalah. Setiap hari kita pasti berhadapan dengan masalah. Kita berusan dengan masalah. Kita mendapat masalah. Kita membuat masalah. Kita bahkan bisa jadi sumber masalah. Masalah terbesar adalah kalau kita tidak tahu bahwa masalah kita adalah kita merasa tidak punya masalah. </p><p> Pembaca, waktu Anda mengalami masalah, bagaimana reaksi Anda? </p><p> Apakah Anda marah? Jengkel? Sakit hati? Frustrasi? Takut? Menyalahkan diri sendiri? Atau Anda cenderung untuk menyalahkan orang lain? </p><p> Anda mungkin bertanya-tanya mengapa saya menggunakan judul ”Bersahabat Dengan Masalah”. Apa nggak salah, nih? Kita kok diminta bersahabat dengan masalah? </p><p>Benar. ”Masalah” sebenarnya adalah hal yang sangat positif. Mari kita bahas terlebih dahulu makna di balik kata ”masalah”. Masalah, yang dalam bahasa Inggris adalah ”problem”, ternyata mempunyai akar kata yang maknanya sangat berbeda dengan yang kita pahami selama ini. </p><p> Akar kata ”problem” berasal dari bahasa Yunani, <i>proballein</i>, yang bila ditelusuri lebih jauh mengandung makna yang sangat positif. <i>Pro</i> berarti <i>forward</i> atau maju. Sedangkan <i>ballein</i> berarti <i>to drive</i> atau <i>to throw</i>. Jadi, problem berarti bergerak maju. Problem berarti kesempatan untuk maju dan berkembang. </p><p> Sewaktu pertama kali mengetahui bahwa akar kata problem, <i>proballein</i>, artinya bergerak maju, saya sempat terhenyak dengan perasaan kaget dan takjub. Sungguh luar biasa dan sungguh benar. Coba kita renungkan bersama. Masalah sebenarnya adalah suatu simtom yang menunjukkan adanya suatu penyebab atau akar masalah. Justru dengan seringnya seseorang mendapat “masalah”, bila orang ini cukup bijak dan jujur pada dirinya sendiri, ia akan berkembang dan bisa lebih maju. </p><p> Lha, kok bisa begini? </p><p> Pernahkah Anda, atau mungkin orang yang Anda kenal, mendapat atau mengalami masalah? </p><p> Jawabannya, “Sudah tentu pernah.” </p><p> Pertanyaan saya selanjutnya, “Apakah masalah yang dialami Anda mirip dengan masalah sebelumnya?” </p><p> Jika kita mau bersikap jujur dan jeli dalam mengamati maka seringkali masalah yang kita alami sifatnya “mengulang” masalah sebelumnya. Ada kemiripan atau kesamaan. Bentuk masalahnya bisa berbeda namun polanya sama. </p><p> Satu contoh. Ada seorang wanita yang putus dengan pacarnya. Ia marah, kecewa, sakit hati, dendam, dan bersumpah akan mencari pasangan yang jauh lebih baik. Namun kenyataannya? Ia mendapatkan pacar baru yang mempunyai karakter yang serupa dengan mantan pacarnya.<br /></p><br /><p> Ada lagi seorang pengusaha besar, kawan saya, berulang kali kena tipu. Sekali kena tipu jumlahnya nggak main-main. Bukan puluhan juta tapi ratusan juta. Dan ini terjadi berulang kali. </p><p> Seorang kawan yang lain seringkali ribut dengan istrinya hanya karena hal-hal sepele. Misalnya hanya karena si istri memencet pasta gigi tidak dari bawah, tetapi dari tengah, ia marah besar. Sebaliknya si istri walaupun telah diberitahu suaminya tetap mengulangi pola perilaku yang sama. </p><p> Masalah yang kita hadapi sebenarnya menunjukkan ”level” kita. Siapa diri kita sebanding dengan masalah yang kita hadapi. Bukankah ada tertulis bahwa Tuhan tidak akan membiarkan kita dicobai melampaui kekuatan kita untuk mengatasinya? Dan setiap masalah pasti ada jalan keluarnya? </p><p> Masalah atau problem sebenarnya guru sejati yang seringkali kita abaikan. Kebanyakan orang mengalami masalah yang serupa atau berulang karena mereka tidak belajar dari masalah yang pernah mereka alami. </p><p> Ibarat anak sekolah bila kita tidak naik kelas, karena nilai ujian kita jelek, maka kita akan mengulang di level atau kelas yang sama. Tidak mungkin guru akan menaikkan kita ke kelas berikutnya. Mengapa? Lha, soal ujian di level ini saja kita nggak lulus apalagi kalau diberi soal ujian level di atasnya. </p><p> Kita harus mengulang, tidak naik kelas, dengan harapan kita akan belajar, meningkatkan diri, dan akhirnya mampu mengerjakan soal ujian dengan benar. Dengan demikian kita ”lulus” ke kelas berikutnya. </p><p> Saat tidak naik kelas, bukannya belajar dari ”masalah” ini, banyak yang malah membuat masalah baru dengan menjadi marah, frustrasi, dan menyalahkan guru atau sekolah. Anda pernah bertemu dengan orang seperti ini? </p><p> ”Ah, itu kan anak sekolah. Memang harusnya begitu,” ujar kawan saya. </p><p> Lho, kita ini kan juga anak sekolah. Kita sekolah di Sekolah Kehidupan. Kehidupan adalah tempat kita belajar. Untuk maju kita harus menjadi pembelajar seumur hidup atau <i>life long learner</i>. </p><p> Ada yang mengatakan bahwa pengalaman adalah guru yang paling baik. Saya kurang setuju dengan pernyataan ini. Menurut saya pengalaman adalah guru terbaik bila itu pengalaman orang lain. Jadi, kita belajar dan mendapat pengetahuan dan kebijaksanaan dengan menelaah dan mempelajari pengalaman orang lain dan kita terapkan untuk kemajuan hidup kita. Lha, lebih baik mana, Anda kena tipu Rp 1 miliar atau Anda belajar dari pengalaman orang lain yang tertipu Rp 1 miliar dan Anda gunakan pengetahuan ini untuk melindungi diri Anda agar tidak mengalami masalah yang sama? </p><p>Pengalaman adalah guru yang terbaik bila kita dapat memetik pelajaran berharga dari apa yang kita alami. Kebanyakan orang mengalami ”pengalaman” hanya sekadar mengalami. Mereka tidak memetik pelajaran atau manfaat apa pun dari pengalaman (baca: masalah) mereka. </p><p> OK. Sekarang sudah jelas bahwa kita bisa belajar dari masalah. Tapi bagaimana caranya? </p><p> Ada empat langkah mujarab untuk mengatasi setiap masalah dalam hidup:<br />1. Mengakui adanya masalah<br />2. Setiap masalah pasti ada sumber atau akar masalahnya<br />3. Bila akar masalah ditemukan maka masalah dapat dipecahkan<br />4. Jalan keluar untuk menyelesaikan masalah<br /></p><p> Contoh konkritnya?<br /></p><br /><p> Mari kita analisis kasus yang dialami kawan saya. Itu lho, yang bolak-balik kena tipu ratusan juta rupiah. </p><p> Langkah pertama adalah mengakui atau menerima bahwa ia punya masalah. Ia harus berani mengakui dan memutuskan untuk mengubah hal ini. Masalahnya adalah ia berkali-kali kena tipu. Banyak orang yang bila mendapat masalah, hanya bisa berdoa, pasrah, <i>nrimo</i>, dan berkata bahwa masalah mereka adalah bentuk cobaan dari Tuhan. Mereka meyakini bahwa masalah yang mereka alami, karena merupakan cobaan dari Tuhan, maka Tuhan-lah yang harus mengubah keadaan ini. Saya tidak setuju dengan pandangan ini. Bukankah ada tertulis bahwa Allah tidak akan membantu mengubah nasib umat-Nya apabila umat-Nya tidak bersedia mengubah nasib mereka sendiri. </p><p>Langkah kedua adalah memahami bahwa masalah (simtom) yang ia alami pasti ada sumber atau akar masalah. Dan akar masalahnya bukan terletak di luar dirinya, misalnya ia tertipu karena kelihaian si penipu dalam meyakinkan dirinya sehingga mau meminjami uang, tapi akar masalahnya terletak di dalam dirinya. </p><p> Langkah ketiga, bila akar masalah yang ada di dalam dirinya berhasil ditemukan, maka ia dapat mengatasi masalahnya. </p><p>Langkah keempat adalah memilih solusi terbaik yang akan digunakan dalam mengatasi masalah. Setelah sukses melakukan empat langkah di atas maka ia dapat memetik hikmah dari apa yang ia alami. </p><p> Sekarang akan saya uraikan langkah demi langkah yang dilakukan kawan saya. </p><p> Langkah 1. Masalah: Saya tertipu ratusan juta berkali kali. </p><p> Langkah 2. Saya menyadari bahwa akar masalah terletak di dalam diri saya. </p><p> Langkah 3. Akar masalah saya adalah <i>belief</i> yang menyatakan bahwa saya adalah kasirnya Tuhan. </p><p> Langkah 4. Saya mengubah <i>belief</i> saya, dari kasirnya Tuhan menjadi Fund Manager uangnya Tuhan. Saya akan mengelola uang yang dipercayakan kepada saya dengan hati-hati karena saya harus mempertanggungjawabkan uang ini setiap akhir tahun buku. </p><p> Hikmah yang didapat dari masalah ini adalah bahwa apa yang ia alami dipengaruhi oleh <i>belief</i>-nya. Setiap <i>belief</i> mengakibatkan konsekuensi tertentu. Cara paling tepat untuk mengevaluasi apakah suatu <i>belief</i> bermanfaat atau justru merugikan diri kita bisa dilihat dari akibat yang ditimbulkan oleh belief-belief itu terhadap hidup kita. </p><p> Selama seseorang masih tetap memegang <i>belief</i> yang sama maka ia akan mendapat hasil yang sama. Tidak mungkin terjadi seseorang mendapat hasil yang berbeda dengan <i>belief</i> yang sama. Einstein menjelaskan dengan sangat tepat saat ia berkata, <i>”Insanity is doing the same thing over and over but expecting different result.”[awg] </i></p><p> <i><i>* Adi W. Gunawan, lebih dikenal sebagai Re-Educator and Mind Navigator, adalah pakar pendidikan dan mind technology,pembicara publik, dan trainer yang telah berbicara di berbagai kota besar di dalam dan luar negeri. Ia telah menulis best seller “Born to be a Genius”, “Genius Learning Strategy, Manage Your Mind for Success”, “Apakah IQ Anak Bisa Ditingkatkan?”, “Hypnosis – The Art of Subcsoncsious Communication”, “Becoming a Money Magnet”, “Kesalahan Fatal dalam Mengejar Impian”, dan “Hypnotherapy: The Art of Subconscious Restructuring”. Adi dapat dihubungi melalui email adi@adiwgunawan.com dan www.adiwgunawan.com.</i> </i></p><p><br /></p> <p><br /></p><p><br /></p>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1401614160166511521.post-19684138753576998922007-11-29T19:57:00.000-08:002007-11-29T19:58:42.943-08:00BELAJARLAH UNTUK SELAMANYA<div style="text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"><span class="bigtitle"></span><br /></span> </div><p style="text-align: justify;"> <span style="font-size:100%;"><i> “Learning is like rowing against the current, as soon as you stop, you are swept back. – Belajar layaknya berenang melawan arus. Bila Anda berhenti seketika itu pula Anda akan terdorong ke belakang.”</i><br /><b>~ Confucius</b></span> </p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"> Ungkapan Confucius menegaskan agar kita tidak berhenti belajar. Seseorang yang berpotensi besar mempunyai masa depan cerah di era globalisasi modern ini adalah mereka yang menguasai ilmu pengetahuan. Hanya dengan belajar atau selalu memperbanyak bendahara ilmu pengetahuan maka proses pertumbuhan dalam kehidupan kita dapat terus berlangsung. <i>“Meski miskin seorang yang berilmu akan tetap berharga,” </i>demikian tandas Iukuzawa Yukichi (1835-1901) yang hidup di zaman Sakoku (Isolasi). Untuk itu coba kita perhatikan beberapa langkah agar semangat dan kemauan belajar kita terus berkobar. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"> Yang pertama adalah menanamkan dalam pikiran kita bahwa ilmu pengetahuan itu sangat penting berapapun usia dan bagaimanapun keadaan kita. Seiring dengan perubahan sebagai hasil dari inovasi tehnologi, maka masalah juga akan terus berkembang. Karena itulah kita perlu belajar untuk meningkatkan ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan agar dapat mengatasi persoalan-persoalan yang terus berkembang tersebut dengan lebih baik. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"> Dari sebuah berita di media cetak saya membaca kisah tentang seorang tokoh lansia bernama Plaut. Meskipun sudah berusia 88 tahun tetapi ia tidak kehilangan semangat untuk belajar teologi, sejarah dan bahasa Perancis di Universitas Toronto. Selama 12 tahun menempuh pendidikan, ia dinyatakan lulus pada tanggal 11 Juni 1990, di usianya yang ke 100 tahun. Saat diwisuda, ia dinyatakan sebagai alumni berusia tertua. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"> Dari sebuah media elektronik nasional diberitakan tentang Mansur yang mengikuti ujian kesetaraan paket B pada tanggal 26 Juni hingga 28 Juni 2007. Dengan kendaraan pinjaman tetangga, Mansur, ayah dua anak itu, bersama rekan yang lain berangkat ke pusat belajar-mengajar Bintang Terang Jagakarsa, Jakarta Selatan. Mansur dan 238 peserta ujian lainnya bertekad untuk mengubah hidup. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"> Berita lain juga menyebutkan tentang para narapidana yang masih bersemangat menuntut ilmu. Di Lembaga Pemasyarakatan Parepare, Sulawesi Selatan, terdapat 38 narapidana baru-baru ini mengikuti ujian paket A atau setara sekolah dasar. Belasan penghuni LP Sukabumi, Jawa Barat juga serius saat mengikuti ujian paket A. Di Lapas Muara Padang, Sumatara Barat terdapat sekitar 28 napi mengikuti ujian paket B atau setara sekolah menengah pertama. Bagi mereka, tidak ada kata terlambat untuk belajar. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size:100%;">Semangat mereka masih tinggi untuk terus belajar, karena mereka merasa perlu untuk meningkatkan ilmu pengetahuan. Semangat untuk belajar juga dapat terus kita pupuk bila kita memiliki kerendahan hati. Contohnya Confucious pada 2.500 tahun yang lalu menyatakan, <i>“Di antara 3 orang berkumpul pasti ada seorang yang bisa menjadi guruku.” </i>Dunia sudah mengakui dirinya sebagai seorang filosof yang jenius, tetapi ungkapan tersebut menunjukkan kerendahan hatinya yang masih merasa perlu untuk terus belajar.<br /></span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"><br /></span></p><div style="text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"><br /></span></div><p style="text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"> Sementara itu, kesediaan belajar tanpa tujuan yang jelas justru menyia-nyiakan waktu dan mengurangi antusiasme belajar. Karenanya tetapkan fokus untuk mempelajari bidang tertentu dalam rentang waktu tertentu pula. Misalnya jika tahun ini Anda ingin mendalami ilmu pengetahuan tentang kepemimpinan, maka Anda akan berusaha mencari sumber informasi tentang segala hal yang berkaitan dengan ilmu kepemimpinan entah melalui internet, buku, seminar dan lain sebagainya. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"> Dengan demikian, Anda akan mengetahui banyak hal secara mendalam tentang materi yang sedang Anda pelajari. Semakin banyak yang Anda ketahui akan membuat Anda termotivasi untuk menggali informasi lebih dalam lagi. Sebagaimana sebuah pepatah bijak menyebutkan, <i>“The more you know, the less you get. – Semakin Anda mengetahui, maka Anda semakin merasa tidak mengerti.” </i></span> </p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"> Selanjutnya miliki sikap konsisten dengan apa yang sudah dipelajari. Sebuah ilmu pengetahuan sebaik apapun hanya akan menjadi wacana yang sia-sia dan tidak berpengaruh terhadap semangat belajar jika tidak kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Jim Rohn mengemukakan tentang pentingnya menerapkan ilmu pengetahuan yang kita ketahui. </span></p><p style="text-align: justify;"> <span style="font-size:100%;"><i>“We must learn to apply all that we know so that we can attract all that we want. – Kita harus belajar untuk menerapkan apa yang kita ketahui, sehingga kita dapat menarik segala sesuatu yang kita inginkan,” </i>ungkapnya. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"> Demikian pula kata Confucius, <i>“The essence of knowledge is, having it, to apply it; not having it, to confess your ignorance. – Nilai ilmu pengetahuan adalah dengan memiliki dan menerapkannya, bukan sekedar memilikinya untuk memenuhi ketidaktahuan saja.” </i></span> </p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"> Kita akan mencapai kemajuan pesat di segala bidang bila kita konsisten menerapkan ilmu pengetahuan yang kita miliki. Ilmu pengetahuan tentang mode, politik, keagamaan, tehnik, dan lain sebagainya tak hanya menjadi wacana di pusat-pusat pendidikan. Dengan melaksanakan semua ilmu pengetahuan yang kita miliki kedalam kehidupan sehari-hari, maka semangat belajar kita akan terus meningkat. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"> Selain cara-cara yang saya uraikan di atas, sebenarnya masih banyak cara lain yang dapat kita tempuh untuk menjaga semangat belajar kita. Yang terpenting adalah tetap mengupayakan belajar kapanpun dan bagaimanapun kondisi kita agar ilmu pengetahuan atau wawasan dan kualitas berpikir kita senantiasa lebih baik. Dengan demikian, kita tak hanya mampu melakukan tindakan-tindakan yang relevan dengan perubahan yang terus terjadi tetapi juga mampu menjangkau cita-cita tertinggi.[aho] </span></p><div style="text-align: justify;"> <span style="font-size:100%;"><i>* Andrew Ho adalah seorang pengusaha, motivator dan penulis buku-buku bestseller. Kunjungi websitenya di : www.andrewho-uol.com. </i></span></div><p> </p><p><br /></p><p><br /></p>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1401614160166511521.post-68370119903316313302007-11-29T19:52:00.000-08:002007-11-29T19:54:39.733-08:00CARA MUDAH MENJALANI KEHIDUPAN<div style="text-align: justify;"><span style="color:#24249a;">Andrew Ho</span> </div><br /><p style="text-align: justify;"> </p><p style="text-align: justify;"> <i>“We spend too much time making a living and too little time making and living. – Kita menghabiskan terlalu banyak waktu untuk memenuhi tuntutan kehidupan tetapi terlalu sedikit waktu untuk menikmati hidup dan menjadikannya lebih berarti.”</i><br /><b>~ Rachei Dillon</b></p><p style="text-align: justify;"> Kita memang sering terjebak dengan bermacam kesibukan dan tak sempat menikmati kehidupan ini atau menjadikannya lebih berarti. Sehingga hidup ini serasa melelahkan. Untuk itu saya menulis sebuah buku yang membahas solusi mempermudah kehidupan, berjudul <i>Simplify Your Life With Zen</i>. Tidak saya sangka, para pembaca menyambut hangat kehadiran buku tersebut. </p><p style="text-align: justify;"> Kemudian muncul banyak pertanyaan. Intinya mereka menanyakan apakah mungkin kita menjalani kehidupan dengan mudah di jaman yang serba sulit ini? Jawabnya kita sangat mungkin menjalani hidup dengan mudah, asalkan kita memahami dan mengerti caranya. </p><p style="text-align: justify;">Langkah pertama untuk menjalani kehidupan dengan mudah adalah sesering mungkin bersyukur kepada Tuhan YME atas segala karunia yang sedang kita nikmati saat ini. Jangan selalu berkeluh-kesah tentang apa-apa yang tidak kita miliki. Banyak bersyukur kepada Tuhan YME akan membantu kita mendapatkan optimisme dan semangat untuk menjangkau impian yang belum berhasil kita wujudkan. </p><p style="text-align: justify;">Rasa syukur terhadap Tuhan YME adalah sumber aura positif yang akan tercermin dalam sikap dan kalimat-kalimat kita. Aura positif tersebut merupakan magnet yang akan menarik segala sesuatu yang positif pula. Sehingga hal itu akan sangat mempengaruhi tingkat mudah dan tidaknya kita menjalani kehidupan ini. </p><p style="text-align: justify;"> Langkah kedua yang dapat memudahkan kita dalam menjalani kehidupan ini adalah tidak memaksakan diri seperti orang lain. Berbesarlah hati menerima bagaimanapun kondisi kita dengan segala tanggung jawab yang harus kita jalankan. Itu bukan berarti kita tak berusaha untuk mencapai hidup yang lebih baik, melainkan agar kita lebih mudah memfokuskan diri hanya untuk menunaikan tanggung jawab sebaik mungkin agar dapat menuai hasil semaksimal mungkin. </p><p style="text-align: justify;">Sementara itu, sebagai manusia yang tak lepas dari kesalahan dan kekurangan, dalam kehidupan sehari-hari sering pula terbersit pikiran negatif. Jika hal itu terjadi, segeralah mengenyahkan pikiran negatif yang terlintas di dalam benak kita, agar kita senantiasa melihat sisi positif atau manfaat dibalik kejadian atau situasi yang sedang kita hadapi. Karena pikiran negatif itu hanya akan membebani langkah kita dalam menjalani kehidupan ini. </p><p style="text-align: justify;"> Kemudian belajarlah untuk ikhlas melepaskan apa yang sudah pernah kita miliki, setelah kita puas berupaya maksimal. Hidup akan terasa lebih ringan jika kita menerima penurunan kondisi fisik akibat bertambahnya usia, penurunan omset bisnis akibat berbagai gejolak krisis, berkurangnya respon dari orang lain karena sudah memasuki masa pensiun, dan lain sebagainya. Hiduplah dalam realitas diri kita dengan lapang dada, dan jangan menganggapnya sebagai coban hidup yang berat. Dengan cara itu, hidup kita akan terasa lebih ringan dijalani.<br /></p><p style="text-align: justify;"> Segala sesuatu di dunia ini tidak ada yang abadi, kecuali perubahan itu sendiri. Sehingga kita harus mempunyai kemauan untuk terus belajar banyak hal melalui berbagai cara, misalnya lewat internet, orang lain, seminar, buku dan lain sebagainya. Jika kita mempunyai ilmu atau wawasan yang lebih luas, maka sikap kita akan lebih terbuka dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan. Sehingga kita tak hanya mudah menjalani kehidupan, melainkan menjadikan segala sesuatu dalam kehidupan kita menjadi jauh lebih baik. </p><p style="text-align: justify;">Faktor lain yang dapat meringankan langkah kita dalam menjalani kehidupan ini adalah memiliki hubungan sosial yang baik dan luas. Bahkan dikatakan bahwa dalam jaringan sosial yang baik dan luas tersimpan berbagai peluang yang menguntungkan dan memungkinkan kita untuk mewujudkan bermacam impian. Sehingga langkah lain yang harus kita tempuh agar lebih mudah menjalani kehidupan ini adalah menciptakan hubungan sosial yang baik dengan siapa pun dan tanpa tendensi apa pun. </p><p style="text-align: justify;">Sementara itu, luangkan waktu untuk bersama dan memberikan perhatian kepada orang-orang tercinta. Curahan kasih sayang bersama orang-orang tercinta dalam berbagai aktifitas sederhana sekalipun, misalnya; saat makan, berkebun, bermain dengan anak-anak, membantu pasangan menyelesaikan tugas, merupakan sumber kedamaian dan keteduhan. Pengalaman menyenangkan selama beraktifitas dengan orang-orang tercinta akan menjadi inspirasi dan semangat baru yang meringankan langkah-langkah kita dalam menjalani kehidupan ini. </p><p style="text-align: justify;"> Jangan pula membiarkan stres atau depresi menggangu kesehatan dan ketentraman hidup kita. Hal itu akan menjadikan kehidupan kita serasa berat dan sulit. Oleh sebab itu, luangkanlah waktu untuk beribadah mendekatkan diri kepada Tuhan YME atau bermeditasi untuk introspeksi diri atau mengevaluasi langkah-langkah yang sudah kita lakukan. Kekuatan spiritual merupakan sumber kedamaian dan kebahagiaan hakiki, sehingga kita mampu bersikap lebih tabah, sabar, tenang dan optimis dalam menjalani kehidupan dengan langkah-langkah yang lebih baik. </p><p style="text-align: justify;"> Sebenarnya masih banyak langkah-langkah memudahkan kita menjalani kehidupan ini, yang secara garis besar menekankan pada keseimbangan kekuatan intelegensi, emosional dan spiritual serta keseimbangan pemenuhan kebutuhan materi, kesehatan, maupun hubungan sosial. Tetapi bila kita konsisten hanya dengan melaksanakan ke-9 langkah di atas, dipastikan kita dapat menjalani kehidupan ini dengan mudah. Lakukan saja tanpa menunda, dan rasakan dalam waktu relatif singkat kehidupan ini terasa jauh lebih mudah.[aho] </p><div style="text-align: justify;"><i>* Andrew Ho adalah seorang pengusaha, motivator, dan penulis buku-buku best seller.Kunjungi websitenya di : www.andrewho-uol.com.</i></div><p> </p>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1401614160166511521.post-8052315105768573242007-11-29T19:49:00.000-08:002007-11-29T19:51:18.473-08:00MENGAPA LIBURAN PERLU<div style="text-align: justify;"><span style="font-size:100%;color:#24249a;">Andrew Ho</span> <span style="font-size:100%;"><img src="http://www.pembelajar.com/nimages/Andrew_Ho.jpg" align="left" border="0" hspace="10" vspace="5" /></span> </div><p style="text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"><span class="date"></span><br /></span> </p><p style="text-align: justify;"> <span style="font-size:100%;"><b>Beristirahat sejenak menjadikan kita mampu menempuh perjalanan lebih jauh.</b></span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"> Sebuah penelitian tentang perilaku manusia menyatakan bahwa rata-rata manusia menghabiskan waktu 25 tahun untuk tidur. Sedangkan 8 tahun lainnya untuk menyelesaikan pendidikan formal, 6 tahun untuk istirahat atau sakit, 7 tahun untuk liburan dan rekreasi. Sementara, 5 tahun waktu manusia habis untuk berkomunikasi, 4 tahun untuk makan, dan 3 tahun untuk melakukan persiapan semua aktivitas tersebut. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size:100%;">Tetapi pada perkembangan selanjutnya, manusia modern saat ini cenderung lebih banyak menghabiskan waktu untuk bekerja. Kecenderungan tersebut terjadi dikarenakan desakan era yang serba cepat dan persaingan yang ketat. Persepsi manusia terpola bahwa kehidupan akan lebih berarti jika setiap detik waktu dimanfaatkan hanya untuk bekerja. Tak ada jeda waktu istirahat dianggap lebih efektif, karena jeda waktu istirahat apalagi berlibur dianggap sebagai pemborosan, membosankan, merugikan, dan persepsi negatif lainnya. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size:100%;">Bagi saya, era yang menuntut kita bergerak serba cepat bukan berarti kita tak membutuhkan jeda waktu untuk istirahat. Manusia memerlukan waktu istirahat untuk mengumpulkan energi supaya dapat menjalankan tugas berikutnya dengan lebih baik. Pada kenyataannya memang saya rasakan bahwa waktu liburan membuat saya lebih segar sehingga bersemangat bekerja dan lebih produktif. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size:100%;">Contohnya liburan pada hari Lebaran tahun ini sengaja saya habiskan bersama keluarga. Kurang lebih 10 hari, saya juga melakukan pekerjaan yang biasa dilakukan para ibu rumah tangga, di antaranya membersihkan rumah, mencuci piring, membantu istri memasak, dan lain sebagainya. Sementara anak-anak saya memasak makanan favorit mereka. Ternyata mereka juga gemar membuat makanan dan es krim. Saya merasakan suasana dalam keluarga semakin mesra dan hangat. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size:100%;">Selama liburan kami benar-benar menikmati situasi yang berbeda. Kami sekeluarga melakukan berbagai aktivitas di luar rutinitas sehari-hari. Saya setiap pagi berolahraga, bermain bersama anak-anak, mengajak anak-anak bermain air di Waterbom Jakarta, nonton film, makan dan minum kopi di Starbucks. Liburan membuat kami memiliki kesempatan lebih banyak untuk beristirahat dan menyegarkan pikiran </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size:100%;">Selama liburan saya juga mempunyai banyak waktu untuk menikmati film-film kesukaan. Banyak sekali manfaat yang saya dapatkan dari aktivitas tersebut, selain menghilangkan penat, saya pun memetik pelajaran hidup, motivasi, ide, ataupun inspirasi. Ternyata banyak nilai-nilai kehidupan yang penting, dan liburan membuat saya memiliki cukup waktu untuk introspeksi diri, belajar, memikirkan dan berusaha lebih baik di masa berikutnya. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size:100%;">Sementara itu, liburan membuat saya memiliki waktu untuk bersantai. Di saat seperti itu tiba-tiba saya kembali mengingat kenangan, kerabat dan teman yang telah lama terlupakan lantaran terlalu sibuk dengan berbagai aktivitas. Saat itulah saya mencoba menjalin kembali kominikasi. Alhasil terjalin lagi persahabatan dan terajut lagi kebahagiaan seperti yang telah kami lalui dulu. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"> Bagi saya, jeda waktu untuk beristirahat merupakan kesempatan yang luar biasa dalam proses perjalanan kehidupan ini. Saya menganggapnya penting, karena nilai sebuah kehidupan bukanlah sekadar mengejar materi melainkan pentingnya berhenti sejenak untuk menikmati keindahan, introspeksi, dan bersyukur. Sehingga pada tahap selanjutnya, semangat, efektivitas dan produktitas kerja kita meningkat. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size:100%;">Ternyata liburan juga memiliki banyak sekali manfaat unik yang tak hanya kami rasakan. Sudah banyak orang yang melakukan penelitian tentang manfaat liburan dan menyatakan manfaat liburan bagi kesehatan dan keuntungan-keuntungan lain yang bisa kita dapatkan. Salah satunya adalah Linda Hoopes dan John Lounsbury, peneliti Departemen Psikologi Universitas Tennessee, yang menyatakan bahwa kepuasan hidup akan meningkat setelah liburan. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"> Itulah mengapa liburan selalu menjadi saat yang ditunggu, bahkan banyak orang sengaja menjadwal liburan dalam periode waktu tertentu. Jika Anda merasa penat tidak bersemangat dan kurang produktif, segeralah merencanakan sebuah liburan. Semoga Anda mendapatkan semua manfaat liburan.[aho] </span></p><p style="text-align: justify;"> <span style="font-size:100%;"><i>* Andrew Ho adalah seorang pengusaha, motivator, dan penulis buku best-seller.</i> <img src="http://www.pembelajar.com/images/wm_sign.gif" align="absmiddle" border="0" /></span> </p>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1401614160166511521.post-29432973845045192102007-11-29T07:19:00.000-08:002007-11-29T07:20:57.321-08:00Membangun Portal "Web" Murah<p style="text-align: justify;"> </p><p style="text-align: justify;"> <span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:85%;"><i><span style="font-size:130%;"><br /></span> </i></span></p><p style="text-align: justify;"> </p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;"><em>Amir Sodikin</em></span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;"><em><br /></em></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;">Seberapa murah membangun portal web kualitas perusahaan? Berapa pun biaya yang dimiliki, asal sudah memiliki nama domain seperti www.namakamu.com, sebenarnya sudah bisa membangun portal web. Harga domain dot com sekarang berkisar Rp 80.000-Rp 100.000 per tahun. Sangat terjangkau. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;">Untuk hosting (ruang file di hardisk server), server lokal Indonesia memang mahal. Namun, jangan khawatir, di tengah ekspansi perusahaan hosting Amerika Serikat, hosting makin murah dan bahkan ada yang gratis. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;">Dengan demikian, hanya dengan biaya mulai Rp 100.000 per tahun, plus semangat belajar membangun portal sendiri, sudah bisa memiliki portal web profesional yang citranya berbeda dengan website a la weblog atau Multiply yang gratisan itu. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;">Dalam hal fungsi dan kemampuannya, software portal web berbeda dengan content management system (CMS). Namun, di Indonesia kedua istilah ini dianggap sama karena akhirnya merujuk website interaktif dan memiliki alur kerja otomatis. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;">Membuat portal web berarti memasang software CMS di dalam website kita. Kali ini software CMS dibatasi pada software gratis dari open source yang berbasis bahasa pemrograman PHP dan database MySQL. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;"><strong>"Software" gratis</strong> </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;">Sepuluh tahun lalu banyak proposal bernilai miliaran rupiah, baik di instansi swasta maupun pemerintah, yang ingin membangun portal web. Dikiranya, membangun portal web harus membangun server sendiri, membuat jaringan online sendiri, dan merekrut barisan programmer serta desainer sendiri. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;">Sekarang, situasi seperti itu sudah berlalu. Teknologi server yang canggih dan murah serta makin kuatnya software open source memberi kontribusi utama. Dengan adanya open source gratis, membangun website tak harus memulai membuat software dari nol. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;">"Website pakai software open source? Bagaimana dengan security-nya? Enggak keren ah pake gratisan. Bagaimana kalau nanti ada masalah?" masih banyak deretan pertanyaan yang menyangsikan open source. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;">Jangan khawatir, puluhan tahun open source telah berhasil merekrut "pendekar-pendekar" yang pakar di bidang masing-masing. Mereka bekerja tanpa dibayar. Jika ada masalah terhadap software itu, para pendukung open source seluruh dunia bahu-membahu menangani. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;">Tradisi open source puluhan tahun telah menempa para pahlawan-pahlawan tanpa tanda jasa itu untuk berkompetisi meningkatkan keamanan. Software open source yang sudah establish secara tradisi juga memiliki pengalaman panjang untuk diserang para cracker. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;">Karena itu, memilih open source yang establish dalam konteks ini lebih aman dan murah meriah dibandingkan dengan harus membangun program dari nol. </span></p><p style="text-align: justify;"> </p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;">Karena berbiaya rendah, untuk membangun portal web biasanya hanya diputuskan dalam hitungan menit, bukan dalam hitungan hari, bulan, apalagi tahun. Para pembuat portal web berlomba-lomba untuk merebut traffict pengunjung. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;">Karena itu, jangan heran kalau di Indonesia saja hampir semua tema sudah digarap. Tiap hari bisa lahir puluhan portal web baru yang berkompetisi. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;">Dengan CMS, pekerjaan mengirim berita, foto, video, pengumuman, iklan, dan materi lain akan terstruktur dan terotomatisasi oleh sistem. Sistem keanggotaan, sistem pencarian database internal, statistik pengunjung, sistem survei, rating tulisan, blog, chat, radio online, sistem komentar tulisan, forum, galeri foto, dan masih banyak yang semuanya terintegrasi dan tidak berdiri sendiri-sendiri. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;">Ciri CMS terletak pada struktur kerja yang terotomatisasi. Jika web Anda sampai sekarang masih mengirim foto secara manual, misalnya fullscreen dan foto kecil atau thumbnail dibuat manual, berarti software itu belum memenuhi kaidah CMS. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;"><strong>CMS sejuta umat</strong> </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;">The Packt Open Source CMS Award 2007 (packtpub.com) akhir Oktober lalu telah menobatkan Joomla (jomla.org) sebagai Best PHP Open Source CMS, disusul Drupal (drupal.org), dan e107 (e107.org). </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;">Joomla tergeser posisinya oleh Drupal dalam kategori juara umum atau Overall Open Source CMS. Drupal urutan pertama, disusul Joomla, dan CMS Made Simple (cmsmadesimple.org). </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;">Urutan Most Promising Open Source CMS adalah MODx (modxcms.com), TYPOlight (typolight.org), dan dotCMS (dotcms. org). Best Other Open Source CMS adalah mojoPortal (mojoportal.com), Plone (plone.org), dan Silva (infrae.com/products/silva). Best Open Source Social Networking CMS adalah WordPress (wordpress.org), Drupal, dan Elgg (elgg.org). </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;">Drupal dikenal sebagai CMS "clean" desain dan powerfull untuk semua jenis web. Walau juara umum dipegang Drupal, tak terbantahkan bahwa Joomla masih menjadi "CMS sejuta umat", paling banyak digunakan karena mudah dioperasikan. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;">Joomla memang banyak mencuri perhatian, tetapi tak semua menganggap Joomla pilihan terbaik untuk semua kebutuhan. Masih banyak CMS gratis yang cocok untuk kebutuhan yang lebih kompleks. Bagi sebagian orang, memilih CMS itu seperti memilih "ideologi". Karena itu, sebelum memilih cobalah dulu fasilitasnya. </span></p><p style="text-align: justify;"> </p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;"><em>Amir Sodikin</em></span></p><div> </div><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;">Seberapa murah membangun portal web kualitas perusahaan? Berapa pun biaya yang dimiliki, asal sudah memiliki nama domain seperti www.namakamu.com, sebenarnya sudah bisa membangun portal web. Harga domain dot com sekarang berkisar Rp 80.000-Rp 100.000 per tahun. Sangat terjangkau. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;">Untuk hosting (ruang file di hardisk server), server lokal Indonesia memang mahal. Namun, jangan khawatir, di tengah ekspansi perusahaan hosting Amerika Serikat, hosting makin murah dan bahkan ada yang gratis. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;">Dengan demikian, hanya dengan biaya mulai Rp 100.000 per tahun, plus semangat belajar membangun portal sendiri, sudah bisa memiliki portal web profesional yang citranya berbeda dengan website a la weblog atau Multiply yang gratisan itu. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;">Dalam hal fungsi dan kemampuannya, software portal web berbeda dengan content management system (CMS). Namun, di Indonesia kedua istilah ini dianggap sama karena akhirnya merujuk website interaktif dan memiliki alur kerja otomatis. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;">Membuat portal web berarti memasang software CMS di dalam website kita. Kali ini software CMS dibatasi pada software gratis dari open source yang berbasis bahasa pemrograman PHP dan database MySQL. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;"><strong>"Software" gratis</strong> </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;">Sepuluh tahun lalu banyak proposal bernilai miliaran rupiah, baik di instansi swasta maupun pemerintah, yang ingin membangun portal web. Dikiranya, membangun portal web harus membangun server sendiri, membuat jaringan online sendiri, dan merekrut barisan programmer serta desainer sendiri. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;">Sekarang, situasi seperti itu sudah berlalu. Teknologi server yang canggih dan murah serta makin kuatnya software open source memberi kontribusi utama. Dengan adanya open source gratis, membangun website tak harus memulai membuat software dari nol. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;">"Website pakai software open source? Bagaimana dengan security-nya? Enggak keren ah pake gratisan. Bagaimana kalau nanti ada masalah?" masih banyak deretan pertanyaan yang menyangsikan open source. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;">Jangan khawatir, puluhan tahun open source telah berhasil merekrut "pendekar-pendekar" yang pakar di bidang masing-masing. Mereka bekerja tanpa dibayar. Jika ada masalah terhadap software itu, para pendukung open source seluruh dunia bahu-membahu menangani. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;">Tradisi open source puluhan tahun telah menempa para pahlawan-pahlawan tanpa tanda jasa itu untuk berkompetisi meningkatkan keamanan. Software open source yang sudah establish secara tradisi juga memiliki pengalaman panjang untuk diserang para cracker. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;">Karena itu, memilih open source yang establish dalam konteks ini lebih aman dan murah meriah dibandingkan dengan harus membangun program dari nol. </span></p><p style="text-align: justify;"> </p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;">Karena berbiaya rendah, untuk membangun portal web biasanya hanya diputuskan dalam hitungan menit, bukan dalam hitungan hari, bulan, apalagi tahun. Para pembuat portal web berlomba-lomba untuk merebut traffict pengunjung. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;">Karena itu, jangan heran kalau di Indonesia saja hampir semua tema sudah digarap. Tiap hari bisa lahir puluhan portal web baru yang berkompetisi. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;">Dengan CMS, pekerjaan mengirim berita, foto, video, pengumuman, iklan, dan materi lain akan terstruktur dan terotomatisasi oleh sistem. Sistem keanggotaan, sistem pencarian database internal, statistik pengunjung, sistem survei, rating tulisan, blog, chat, radio online, sistem komentar tulisan, forum, galeri foto, dan masih banyak yang semuanya terintegrasi dan tidak berdiri sendiri-sendiri. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;">Ciri CMS terletak pada struktur kerja yang terotomatisasi. Jika web Anda sampai sekarang masih mengirim foto secara manual, misalnya fullscreen dan foto kecil atau thumbnail dibuat manual, berarti software itu belum memenuhi kaidah CMS. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;"><strong>CMS sejuta umat</strong> </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;">The Packt Open Source CMS Award 2007 (packtpub.com) akhir Oktober lalu telah menobatkan Joomla (jomla.org) sebagai Best PHP Open Source CMS, disusul Drupal (drupal.org), dan e107 (e107.org). </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;">Joomla tergeser posisinya oleh Drupal dalam kategori juara umum atau Overall Open Source CMS. Drupal urutan pertama, disusul Joomla, dan CMS Made Simple (cmsmadesimple.org). </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;">Urutan Most Promising Open Source CMS adalah MODx (modxcms.com), TYPOlight (typolight.org), dan dotCMS (dotcms. org). Best Other Open Source CMS adalah mojoPortal (mojoportal.com), Plone (plone.org), dan Silva (infrae.com/products/silva). Best Open Source Social Networking CMS adalah WordPress (wordpress.org), Drupal, dan Elgg (elgg.org). </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;">Drupal dikenal sebagai CMS "clean" desain dan powerfull untuk semua jenis web. Walau juara umum dipegang Drupal, tak terbantahkan bahwa Joomla masih menjadi "CMS sejuta umat", paling banyak digunakan karena mudah dioperasikan. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;">Joomla memang banyak mencuri perhatian, tetapi tak semua menganggap Joomla pilihan terbaik untuk semua kebutuhan. Masih banyak CMS gratis yang cocok untuk kebutuhan yang lebih kompleks. Bagi sebagian orang, memilih CMS itu seperti memilih "ideologi". Karena itu, sebelum memilih cobalah dulu fasilitasnya.</span><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:85%;"> </span></p>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1401614160166511521.post-86988863547398480962007-09-05T02:38:00.001-07:002007-09-05T02:38:33.148-07:00Mendidik "Technopreneur"<p style="text-align: justify;"> <span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;"><i><br /></i></span></p><p style="text-align: justify;"> </p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;">Misalkan saja Anda berusia 20-an tahun dan mengawali perusahaan internet pertama Anda. Lalu katakan 21 bulan kemudian Anda menjualnya seharga 1,65 miliar dollar AS. Apa yang terjadi berikutnya? ("Time", ’Persons of the Year’, 2006-2007) </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"><misalkan></misalkan></span></p><p style="text-align: justify;" the="" of="" persons="" terjadi="" yang="" apa="" dollar="" miliar="" 65="" seharga="" menjualnya="" anda="" kemudian="" bulan="" 21="" katakan="" lalu="" pertama="" internet="" perusahaan="" mengawali="" dan="" tahun="" an="" berusia="" saja=""><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;">Kutipan di atas dari majalah Time tatkala mengisahkan situs YouTube yang fenomenal dan pendirinya, Steve Chen, Chad Hurley, dan Jawed Karim. Diperlihatkan pula bagaimana ketiga pemuda itu merancang konsep awal YouTube di garasi Chad. YouTube kemudian sukses besar pada tahun 2006. Alasannya banyak, tetapi satu yang bisa disebut khusus adalah karena ia unggul, tapi juga mudah, satu kombinasi yang langka. Anda bisa menonton video di situs tersebut tanpa perlu mengunduh perangkat lunak apa pun atau bahkan mendaftar. Di Amerika, YouTube untuk menonton video diibaratkan sama dengan Wal-Mart Supercenter untuk belanja. Semua ada di sana dan Anda tinggal masuk saja. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;">Ketika akhir tahun silam YouTube digelontor dengan 65.000 video baru setiap harinya, jumlah video yang bisa ditonton pun menggelembung, dari 10 juta per hari pada tahun sebelumnya, menjadi 100 juta. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;">Selain memperlihatkan bagaimana multiplikasi informasi terjadi, fenomena tersebut juga membuat dunia menoleh kepada sosok-sosok pendiri perusahaan. Lalu tampaklah bagaimana sosok Chad Meredith Hurley yang berdarah seni ternyata juga punya minat besar terhadap bisnis dan teknologi. Bagaimana keberhasilannya di PayPal mempertemukan dirinya dengan Steve Chen dan Jawed Karim, dua insinyur di PayPal, yang kemudian bersepakat dengan dirinya untuk mendirikan perusahaan baru (start-up). Dalam perkembangan kemudian, memang ada ketegangan dalam hubungan Karim (27) dengan kedua pendiri YouTube lainnya. Ini membuat sejarah perusahaan itu lalu ikut disederhanakan, dengan hanya disebutkan, ide pendirian YouTube muncul tahun 2005 saat Chad dan Steve kesulitan berbagi video yang mereka ambil secara online saat santap malam di apartemen Steve. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;">Apa pun yang terjadi di antara ketiga orang muda yang terkait dengan YouTube di atas, yang jelas YouTube berkembang menjadi perusahaan sukses yang kemudian dibeli raksasa Google, Oktober 2006 dengan nilai 1,65 miliar dollar AS. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;">Semestinya sukses YouTube, sebagaimana sukses Apple, Amazon, dan deretan start-up lainnya mengilhami orang muda tidak saja di Amerika, tetapi juga di belahan dunia lainnya. Namun, agar lingkungan menjadi kondusif bagi munculnya apa yang dikenal sebagai wirausahawan teknologi atau technopreneur ini rupanya dibutuhkan sejumlah syarat. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;">Ketika memberi kuliah perdana di Universitas Media Nusantara (UMN) di Jakarta, 3 September lalu, Menteri Komunikasi dan Informatika Mohammad Nuh menyebut salah satunya, yakni masa kritis. Menurut Menteri, di Indonesia memang sudah ada banyak ahli ICT (teknologi informasi dan komunikasi/TIK), tetapi jumlah itu dirasa belum mampu menimbulkan efek yang terasakan. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;">Menteri Nuh mengibaratkan kondisi yang ada sekarang sebagai mobil di tanjakan, tidak merosot tetapi juga tidak bisa naik. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;">Dari segi masa kritis, jumlah SDM TIK harus ditambah, dalam hal ini melalui pendidikan. Dalam kondisi kesenjangan digital yang sudah akut dewasa ini antara negara maju dan negara berkembang, jumlah lulusan memang harus dipacu. Para lulusan juga harus bisa menjadi orang yang mampu memengaruhi agar semakin banyak warga masyarakat yang melek TIK dan bisa memanfaatkannya. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;"><strong>Pendidikan kewirausahaan</strong> </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;">Pada kesempatan yang sama, pendiri UMN Dr (HC) Jakob Oetama kembali mengulangi pentingnya pendidikan sebagaimana terkandung dalam semangat culture matters yang akhir-akhir ini sering ia kemukakan. Menurut hasil seminar Harvard yang kemudian dibukukan hasilnya, dan disunting oleh Lawrence Harrison dan Samuel Huntington (2000), nilai budaya berperan penting bagi kemajuan bangsa. Bangsa Korea (Selatan) berkembang maju dibandingkan dengan Ghana meski keduanya berada dalam kondisi serupa pada tahun 1960. Dalam pengantar buku, Huntington menyebutkan, di Korea berkembang nilai-nilai budaya yang membuatnya tumbuh maju dan di antara nilai-nilai tersebut adalah pendidikan, selain disiplin, menghargai waktu, dan berorientasi kepada kemajuan. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;">Seperti disampaikan Menteri Nuh, pemerintah pun berkepentingan agar pendidikan maju, masyarakat Indonesia maju. Ini antara lain coba dilakukan dengan membangun dan meluaskan jaringan komunikasi dengan Palapa Ring, yang tahun 2008 coba diwujudkan untuk wilayah Indonesia timur. Melalui program Universal Service Obligation (USO), pemerintah juga akan memperluas akses telekomunikasi bagi desa-desa di Indonesia yang berjumlah 72.000, tetapi 38.000 di antaranya masih merupakan blank spot. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;">Setelah ide disosialisasikan, prasarana dibangun, pendidikan diselenggarakan, lalu bagaimana dengan munculnya technopreneur? Ini tentu persoalan lain. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;">Pembicara lain pada kuliah perdana UMN, Indra Sosrojoyo, menyampaikan peluang yang terbuka dalam industri TIK yang dapat dipilih mahasiswa. Ia juga dengan tepat mengawali kuliah dengan bertanya, siapa yang ingin menjadi technopreneur. Dalam jawaban pertama, mahasiswa yang mengangkat tangan 25 persen, tetapi meningkat jadi sekitar 40 persen saat ia mengulangi pertanyaannya. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;">Pekan silam, ketika menulis tentang Iskandar Alisjahbana, kolom ini juga menyinggung pentingnya jiwa entrepreneurship. Dalam hal ini, perguruan tinggi tidak cukup hanya menjadi penghasil gelar ningrat akademis. Ia harus berhenti sebagai menara gading dan membuka peluang bagi civitas academica-nya untuk menumbuhkan inkubator, seperti yang dipercontohkan oleh MIT dan Stanford University di AS. Memang, tidak sedikit tentangan yang muncul menanggapi gagasan ini, dari tahun 1970-an hingga hari ini. Namun, tampaknya, ada urgensi aktual bagi pendekatan baru untuk lulusan universitas saat ekonomi masih lesu dan lapangan kerja langka dewasa ini. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;">Dalam konteks culture matters yang diangkat oleh Jakob Oetama, melalui praktik kewirausahaan dapat dikembangkan nilai-nilai budaya yang dibutuhkan untuk mencapai kemajuan, seperti disiplin, ulet, dan menghargai waktu. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:85%;"><span style="font-size:100%;">Tepat pernyataan Menteri Nuh bahwa memiliki visi kemajuan penting. Namun, yang lebih penting lagi adalah menjawab tantangan yang ada di depan mata sekarang ini.</span> </span></p>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1401614160166511521.post-82011371573688880142007-08-29T04:43:00.000-07:002007-08-29T04:44:55.700-07:00Iskandar, Palapa, dan Visi Iptek<p style="text-align: justify;"> </p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;">NINOK LEKSONO</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;"><br /> </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;">Dunia mengagumi Amerika, yang sukses mengombinasikan "daya juang meneliti" ilmuwan dan sifat "berani mengambil risiko" wirausahawan. (Sambutan Iskandar Alisjahbana selaku Ketua Majelis Wali Amanah ITB, 2000) </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;">Sungguh tepatlah kalau Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia memberikan Penghargaan Sarwono Prawirohardjo kepada dua tokoh Indonesia, Prof Dr Emil Salim dan Prof Dr Ing Iskandar Alisjahbana, 22 Agustus. Dalam pengantarnya, Kepala LIPI Umar A Jenie menyebutkan, advokasi Emil Salim telah membangkitkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya kelestarian lingkungan, sedangkan Iskandar dinilai berjasa karena merintis inovasi teknologi yang kemudian mewujud pada Sistem Komunikasi Satelit Domestik Palapa. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;">Kiprah dan pemikiran Emil Salim telah disampaikan di harian ini pada 22 Agustus dan "Forum Iptek" kali ini ingin mengangkat kembali visi Sistem Komunikasi Satelit Domestik (SKSD) Palapa yang pernah dilontarkan oleh Iskandar dan menegaskan kembali betapa pentingnya visi masa depan, khususnya di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) seperti yang telah diperlihatkan Iskandar. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;"><strong>Empat dekade silam</strong> </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;">Sebagai negara kepulauan dengan rentang geografi sekitar 5.300 kilometer, Indonesia tentu dihadapkan pada tantangan komunikasi yang luar biasa. Solusi terestrial, solusi kabel laut, telah membantu pengembangan komunikasi Tanah Air. Namun, keduanya membutuhkan upaya besar, lebih-lebih jika mengingat sifat geografis Indonesia yang archipelago, dengan wilayah terdiri dari pulau-pulau yang terpisah oleh laut. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;">Solusi dengan teknologi maju saat itu muncul, yaitu ketika perusahaan Telesat Kanada mempersiapkan satelit komunikasi domestik. Dengan meluncurkan satelit Anik A1 dengan roket Delta pada November 1972, Kanada menjadi negara pertama yang mengoperasikan SKSD. SKSD dipandang sebagai sistem yang andal, efektif, dan canggih (situs Telesat Kanada). Satelit Anik mengorbit di orbit geostasioner pada ketinggian sekitar 36.000 kilometer. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;">Di belahan dunia lain, pada 14 September 1968, ada cendekiawan Indonesia yang juga mencetuskan penggunaan sistem komunikasi satelit dalam pidato pengukuhan guru besar di Institut Teknologi Bandung. Dengan visi yang ia sampaikan itu, Iskandar melihat Indonesia dipersatukan oleh teknologi canggih yang tepat guna karena ia bisa mempersatukan penduduk yang tersebar di negara 17.500 pulau ini dengan prasarana telekomunikasi dan, karena itu, menumbuhkan rasa kebangsaan mereka. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;">Pemerintah mewujudkan gagasannya. Proyek satelit pun dimulai dan akhirnya berpuncak dengan peluncuran satelit Palapa A1, 8 Juli 1976. SKSD Palapa kemudian diresmikan Presiden Soeharto, 16 Agustus 1976. Dibandingkan dengan satelit komunikasi mutakhir dewasa ini, Palapa A1 tampak primitif karena hanya bisa menyalurkan siaran televisi dan SLJJ pada 40 kota di Indonesia. Namun, Palapa sudah menjadi lompatan teknologi bagi negara yang saat itu punya pendapatan per kapita 125 dollar AS (Buyung Wijaya Kusuma/Warnet 2000, 8 November 2005). </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;">Indonesia saat itu menjadi negara ketiga di dunia setelah Kanada dan AS yang memanfaatkan satelit untuk sistem komunikasi domestik. China dan India, yang kini menjadi negara hebat di bidang ekonomi dan teknologi antariksa, pun waktu itu belum memikirkan untuk mengoperasikan SKSD. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;">Gagasan meluncurkan satelit untuk merevolusi komunikasi tampak visioner dan Pemerintah RI tampak penuh percaya diri menerapkan teknologi maju ini meskipun saat itu bangsa Indonesia belum makmur. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;"><strong>Visi iptek</strong> </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;">Setelah Palapa, dalam perkembangan pemikiran kemudian, Iskandar mendapat banyak ilham dari tesis futuris Alvin Toffler mengenai Gelombang Peradaban (A Toffler, Third Wave, 1980). Selain meyakini bahwa Gelombang Ketiga—yang dicirikan oleh dominansi sejumlah teknologi, yakni bioteknologi dan rekayasa genetika, nuklir dan energi terbarukan, komunikasi dan pengolahan data, serta penerbangan dan eksplorasi ruang angkasa, yang semuanya memperlihatkan diri dengan nyata dewasa ini—Iskandar juga mengantisipasi sejumlah teknologi yang kini telah siap muncul di horizon. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;">Teknologi yang dimaksud antara lain adalah nano, superkonduktivitas suhu tinggi, dan fusi dingin. Teknologi nano yang kini semakin banyak ditelaah di Indonesia telah banyak ia kupas sejak tahun 1980-an. Wacana yang ia kemukakan waktu itu antara lain "bagaimana kita harus merespons munculnya pabrik yang bersih lingkungan dan efisien, mampu bekerja 24 jam nonstop?" </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;">Kembali pada SKSD yang ia cetuskan, Palapa kini telah digantikan generasi satelit komunikasi yang lebih hebat, seperti Telkom-2, yang selain mampu menjadi tulang punggung transmisi (untuk SLJJ, SLI, internet, dan komunikasi militer), juga bisa untuk siaran (TV, radio, telekonferensi), dan akses (internet, distant learning, bisnis Vsat [untuk perbankan dan pertambangan]). </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;">SKSD memperlihatkan keandalannya ketika terjadi bencana alam seperti gempa dan tsunami karena dapat terus berfungsi ketika jaringan terestrial hancur terkena bencana, seperti saat gempa di Aceh (2004) dan Taiwan (2006). Dengan Palapa—yang oleh Mark Crawford, wartawan ABC Radio, NSW, Australia, disebut "infrastrukturnya infrastruktur karena menjadi tulang punggung bagi industri telekomunikasi dan siaran TV"—ada semacam revolusi komunikasi di negeri ini. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;">Keyakinan terhadap pemanfaatan teknologi maju antariksa juga dapat dikatakan visioner karena sekarang ini pun mulai tampak upaya negara maju untuk meningkatkan eksplorasi ruang angkasa, baik sebagai upaya untuk meningkatkan daya saing nasional maupun sebagai persiapan ke depan menyongsong satu masa ketika Bumi sudah tak mampu lagi menopang kehidupan sehingga manusia harus mencari ranah baru di the last frontier di luar Bumi. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;">Namun, sebelum itu, seorang Iskandar masih memegang visi yang "membumi". Dalam sambutannya ketika menerima penghargaan dari LIPI, Iskandar menegaskan lagi bahwa industri bioteknologi punya peluang untuk berkembang di Indonesia dan bersaing di tingkat global karena Indonesia memiliki sumber daya genetik melimpah. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;">Dalam perkembangan selanjutnya, lebih-lebih ketika menghadapi masa sulit seperti sekarang ini, bangsa Indonesia akan terus membutuhkan sosok visioner seperti Iskandar Alisjahbana dan Emil Salim, yang mampu dengan jernih melihat ke depan dan memberi saran kepada pemerintah dan para pemimpin mengenai apa yang seharusnya dilakukan, dalam hal ini memilih iptek yang paling jitu untuk membangun dan menyejahterakan bangsa Indonesia. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:100%;">Pemerintah telah memilih enam bidang untuk menjadi lokomotif riset dan pengembangan. Namun, dalam pelaksanaannya, saran Iskandar dapat menjadi pegangan. Saran itu adalah agar peneliti dan lembaga penelitian meninggalkan "falsafah menara gading". Menurut Iskandar, Stanford University dan Massachusetts Institute of Technology telah lama meninggalkan falsafah di atas dan memberi dorongan bagi munculnya knowledge-economy yang berasal dari riset yang diuji di medan nyata, yakni pasar (Lihat sambutan Iskandar selaku Ketua MAW ITB, 2000, dalam Krisnamurti.net/Kompas, 23/8). </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:85%;"><span style="font-size:100%;">Visi kita pun hendaknya mengarah pada apa yang telah dicapai Amerika, yang bisa mengombinasikan "daya juang meneliti" ilmuwan dan sifat "berani mengambil risiko" wirausahawan, dan bukan bangsa yang hanya bisa mencetak "bangsawan" ilmu pengetahuan bertitel "ningrat akademis", tetapi tidak mampu berbuat apa-apa saat terpuruk.</span> </span></p>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1401614160166511521.post-90415903802785218492007-06-26T08:59:00.000-07:002007-06-26T09:00:13.277-07:00<div style="text-align: justify;"><div style="text-align: center;"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:130%;">Komersialisasi Pendidikan</span><br /></div><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"> </span><div style="text-align: center;"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Oleh SOEROSO DASAR</span></div></div><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">KOMERSIALISASI pendidikan sudah bukan bahaya melainkan kenyataan, yang lebih mencolok dalam gejala yang disebut "pajak atas kebodohan". Cukup banyak perguruan tinggi yang uang pangkalnya berbanding lurus dengan ketidakpintaran (kebodohan) calon mahasiswanya. Makin besar angka peringkatnya, semakin bodoh dan semakin besar pula uang pangkal yang harus dikeluarkan. </span></p><div style="text-align: justify;"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"> </span></div><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Dari pada tidak diterima (karena memang tidak mampu menempuh seleksi masuk perguruan tinggi), ia dibujuk dengan uang pangkal yang tinggi, tentu saja jumlahnya jutaan rupiah. Jadi, ia didenda berat karena ada kekurangan yang melekat padanya. Yang pasti, kegugurannya masuk seleksi perguruan tinggi secara normal, di siasati dengan berbagai cara. Saat ini, populer dengan sebutan program jalur. </span></p><div style="text-align: justify;"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"> </span></div><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Banyak orang dibujuk membayar tinggi untuk menebus kegagalannya. Kalau realitasnya demikian, manusiawikah tindakan seperti itu? Begitu tulis J. Drost S.J. pada majalah Prisma dengan judul "Untuk Apa Perguruan Tinggi Didirikan". Kegalauan Drost yang muncul tahun 90 itu, seperti luka yang tidak sembuh-sembuh. Rekomendasinya adalah perguruan tinggi baru bisa berperan apabila unsur paling dasar kehidupan akademik, harus membawa serta nilai. Karena, nilai berarti ada harganya. Sesuatu yang dihargai, sering membuat pengorbanan. Kehidupan manusia tanpa nilai, bukan kehidupan insani. Karena, nilai menentukan mutu dan martabat hidup. </span></p><div style="text-align: justify;"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"> </span></div><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Diskusi "Kualitas Pendidikan Indonesia, Dilihat dari Perspektif Hukum dan Sosial Kemasyarakatan" ("PR", 12 Mei 2007), kembali menguak masalah komersialisasi pendidikan. Diskusi yang dilakukan di salah satu ruangan di Unpad itu, salah seorang pembicara mempertanyakan bagaimana kaum duafa mampu memperoleh pendidikan tinggi, apabila biaya pendidikan semakin mahal. Dengan berbagai jalur, perguruan tinggi mampu menyerap dana segar dari masyarakat. </span></p><div style="text-align: justify;"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"> </span></div><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Pledoi (pembelaan) yang dikedepankan oleh perguruan tinggi, tentu saja sudah dapat ditebak yakni subsidi silang. Dana segar dengan jalur tertentu yang disedot oleh perguruan tinggi diinvestasikan kembali, dengan harapan mahasiswa dari keluarga duafa yang masuk pada jalur yang lain dapat menikmati fasilitas tersebut. Kondisi ini, dipicu oleh dana untuk dunia pendidikan yang dikucurkan pemerintah sangat terbatas. Pemerintah belum mampu melaksanakan amanat yang tertuang pada UUD 45 pasal 7 ayat 4. Tetapi, di antara ketidakmampuan pemerintah itu, decak kagum kita sampaikan kepada Pemkot Tangerang yang telah mengucurkan dana pendidikan sebesar 42% dari APBD pada tahun 2005 dan 31% pada tahun 2006.</span></p><div style="text-align: justify;"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"> </span></div><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Dari persentase itu pun di luar gaji guru. Sungguh suatu kebijakan yang luar biasa. Mungkin kegalauan para pengamat pendidikan dan sosial adalah, benarkah subsidi silang dari dana segar itu dilaksanakan secara benar. Jangan-jangan sebagian dana tersebut dimanfaatkan untuk kegiatan yang tidak mempunyai signifikan terhadap kualitas pendidikan. Kekhawatiran itu wajar-wajar saja karena dana yang diserap relatif sangat berarti. Di salah satu universitas negeri saja, untuk Fakultas Kedokteran biaya pengembangan pendidikan mencapai Rp 175 juta, Fakultas Ekonomi Rp 40 juta, FKG Rp 40 juta, Farmasi Rp 35 juta, belum lagi fakultas lainnya. Kalau dijumlahkan semuanya akan muncul juga angka yang fantastis. Tetapi, penulis tetap berprasangka baik (<i>khusnuzon</i>) kepada para pengelolanya. Seperti wasiat Luqman al-Hakim kepada anaknya: <i>bergaullah dengan orang-orang berilmu, karena Allah menghidupkan hati mereka melalui cahaya hikmah.</i> </span></p><div style="text-align: justify;"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"> </span></div><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Pendidikan yang selama ini cenderung hanya bertakhta pada otak manusia dan kurang mengiraukan aspek keadilan serta nilai-nilai Ilahi, telah membuat sepertiga planet bumi menjadi orang kaya, sedangkan sisanya (dua pertiga) adalah penduduk miskin. Bahkan, Indonesia pada saat sekarang ini dengan kriteria Bank Dunia penduduk miskinnya lebih dari seratus juta orang. </span></p><div style="text-align: justify;"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"> </span></div><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Konon, semuanya ini adalah produk-produk orang yang mengenyam pendidikan tinggi, karena di pundak merekalah strategi pembangunan, kebijakan, dan keputusan diletakkan. Gaya pendidikan yang cenderung hanya mengembangkan otak kiri tanpa memperdulikan pengembangan otak kanan, juga telah menghasilkan generasi kronis dan terjadinya <i>split personality"</i>. Tidak ada keseimbangan antara akal dan batin yang menjunjung tinggi nilai-nilai ketuhanan, sehingga tidak ada integrasi antara otak dan hati. Negeri ini yang lebih menekankan nilai akademik, kurang memberikan bobot kepada masalah kecerdasan emosi yang mengajarkan tentang integritas, kejujuran, komitmen, visi, kreativitas, ketahanan mental, kebijaksanaan, keadilan, prinsip-prinsip kepercayaan, penguasaan diri, atau sinergi, telah membentuk manusia Indonesia seperti yang kita saksikan saat ini. </span></p><div style="text-align: justify;"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"> </span></div><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Satu kualitas sumber daya manusia yang patut dipertanyakan. Manusia yang buta hati, dengan krisis moral yang tajam. Pada sisi lain pendidikan yang sarat dengan nilai-nilai religius tidak di pahami atau dimaknai secara mendalam, tetapi lebih pada tataran dan pendekatan simbol-simbol dan acara ritual. Fenomena ini dengan telanjang kita saksikan bagaimana pemisahan antara kehidupan dunia dan akhirat.</span></p><div style="text-align: justify;"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"> </span></div><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Investasi yang besar di dunia pendidikan (<i>human investment</i>), yang dilakukan apabila keluar dari roh pendidikan itu sendiri alangkah celakanya. Karena, manusia yang dibangun bukan manusia yang berempati terhadap proses pembangunan yang sedang terjadi, tetapi serigala-serigala ganas dan buas yang tidak pernah puas untuk menindas manusia lainnya. Apabila niat suci subsidi silang dengan membidik dua segmen calon mahasiswa dan mampu meramu proses pendidikan yang bermoral, yang mempunyai hati nurani, yang bermutu, maka pembukaan jalur tertentu dengan menyedot dana segar dari masyarakat tidaklah terlalu keliru. Apalagi jalur tersebut dilakukan juga dengan cara proses seleksi yang jujur. </span></p><div style="text-align: justify;"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"> </span></div><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Inilah salah satu terobosan untuk terus mengupayakan agar pendidikan di negeri ini semakin bermutu dan mampu berbicara pada ranah internasional. Orang-orang berilmu itu dan manusia-manusia yang telah memutuskan pilihan hidupnya di dunia pendidikan agaknya perlu membaca apa yang ditulis oleh Ibnu Qoyyim Al Jaujiyyah, dalam bukunya Taman-taman Orang Jatuh Cinta: Orang berilmu ibarat tanah yang siap diinjak oleh orang yang baik dan buruk, atau seperti hujan yang turun membasahi kepada orang yang suka dan tidak suka. Orang berilmu tidak layak disebut sebagai orang berilmu, kecuali bila ia dianugerahi kerajaan, ia tidak akan berpaling dari Allah. Orang berilmu adalah orang yang lemah lembut di hadapan Allah, tetapi tegar di hadapan selain Allah. Sedangkan Dzun an-Nun al Mishri mengatakan: Segala sesuatu mempunyai kesudahan atau akhir dan kesudahan orang berilmu tatkala ia berhenti berzikir kepada Allah. </span></p><div style="text-align: justify;"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"> </span></div><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Dalam Megatrends 2000 Jhon Naisbitt dan Patricia Abburdene mencatat bagaimana peran-peran orang berilmu, orang-orang jebolan pendidikan tinggi memberikan konstribusi terhadap proses pembangunan. Jhon Naisbitt tetap memberikan dukungan penuh terhadap dinamika pendidikan, yang memberikan keseimbangan antara kedua otak yang ada sehingga prinsip-prinsip demikian lebih egaliter dan menghargai arti kehidupan. Karena diyakini bahwa kehidupan yang dijalani dengan warna spiritualisasi, akan menuai keberhasilan dan kebahagiaan. </span></p><div style="text-align: justify;"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"> </span></div><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Oleh karena itu, kita tidak perlu terkejut ketika kita menemukan banyak orang-orang yang suci, sufi, mistikus, bukan hanya di tempat-tempat ibadah orang Islam, Nasrani, Buddha. Tetapi mereka bertebaran di berbagai fakultas yang ada di perguruan tinggi. Manusia-manusia seperti inilah yang mampu menggerakkan dinamika perguruan tinggi secara jujur, arif, serta terhormat dan bermutu, sehingga cita-cita kehadiran perguruan tinggi di negeri ini benar-benar bermakna bagi proses pembangunan yang sedang berlangsung. </span></p><div style="text-align: justify;"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"> </span></div><p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Jangan sampai perguruan tinggi menyimpang dari <i>the idea of on university</i>. Karena, seorang mujahid adalah yang haus dan dahaga untuk mencicipi ilmu, maka setiap insan sadar bahwa Rasulullah mewajibkan setiap Muslim untuk menuntut ilmu. ***</span></p><div style="text-align: justify;"> <span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"> </span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"><i>Penulis</i>, <i>peneliti senior PPK-PPSDM Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran.</i></span></div><p><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"> </span></p>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1401614160166511521.post-14609403574056514062007-06-24T21:23:00.001-07:002007-06-24T21:23:31.913-07:00<h4 style="text-align: center;"><span style="font-size:130%;">Tukul, Pinjal dan Kotak Korek Api</span></h4> <p style="text-align: center;" class="author">Oleh: Imam S</p><br /><p>Berbahagialah Tukul Arwana. Pelawak yang dulunya pernah berprofesi sebagai sopir pribadi itu kini sudah menjadi milyuner. Hebatnya lagi, sudah tajir tenar pula. Itu semua bisa terjadi karena Tukul bukan pinjal. Lho, apa hubungannya?</p> <p>Ya, sebagai seorang <i>entertainer</i> Tukul adalah sosok yang berhasil. Acaranya di televisi ditonton jutaan pemirsa. Kehadirannya selalu dinantikan. Orang-orang sepertinya tak bosan menatap wajahnya, yang tidak ganteng itu, di layar kaca. Namun jangan salah, apa yang dia dapat saat ini bukan sesuatu yang instan. Seperti diakuinya, ia bersusah payah melampaui proses yang tidak selalu indah sebelum sukses seperti sekarang. Buktinya, ia pernah menjadi sopir pribadi, pembawa lampu untuk <i>shooting</i> video, penyiar radio dan melakukan apa saja (yang halal tentunya) untuk bertahan hidup di Jakarta. </p> <p>Harus diakui, Tukul punya semangat dan hasrat yang kuat untuk sukses dan ia terus bergerak untuk meraih impian suksesnya itu. Dalam sebuah wawancara dengan sebuah media cetak, Tukul mengibaratkan dirinya seperti mata pisau yang jelek, tapi terus diasah hingga menjadi tajam.</p> <p>"Berjuang dengan butiran kristal keringat tentu berbeda dengan mereka yang instan. Saya sudah kenyang diremehkan, dicaci dan dicibir. Saya jalan dari satu kampung ke kampung yang lain, dari satu panggung ke panggung yang lain. Dan, inilah yang sekarang saya terima," begitu kata Tukul.</p> <p>Menyimak perjalanan sukses Tukul, saya jadi teringat kisah (tepatnya eksperimen) mengenai kutu anjing yang dimasukkan dalam sebuah kotak korek api yang dituturkan sahabat saya Indrawan Nugroho dari <i>Kubik Leadership</i>. Kutu anjing alias pinjal konon merupakan salah satu pelompat terhebat di dunia. Ditopang kaki-kaki yang kuat, dengan ukuran tubuh yang hanya 1-2 mm binatang ini mampu melompat 300 kali tinggi tubuhnya. Namun, apa yang terjadi ketika ia dimasukkan dalam sebuah kotak korek api kosong lalu dibiarkan di sana selama satu hingga dua minggu? Talentanya yang hebat itu tiba-tiba saja musnah. Si pinjal sekarang hanya mampu melompat setinggi kotak korek api saja! </p> <p>Rupanya itu adalah buah dari akumulasi pengalamannya ketika dimasukkan dalam kotak korek api. Di dalam sana ia mencoba melompat tinggi, tapi karena selalu terbentur dinding kotak korek api ia kemudian mulai meragukan kemampuannya. Sampai akirnya ia menyesuaikan loncatannya dengan tinggi kotak korek api. Aman. Dia tidak terbentur. Dia pun menemukan keyakinan baru bahwa kemampuan melompatnya hanya setinggi kotak korek api.</p> <p>Nah, ketika dia dikeluarkan dari kotak korek api, rupanya keyakinan barunya tersebut terpatri betul di benaknya, “Aku hanya mampu meloncat setinggi kotak korek api.” Alhasil, si pinjal pun hidup seperti itu hingga akhir hayatnya: Melompat setinggi kotak korek api! Kemampuan yang sesungguhnya tidak tampak. Kehidupannya telah dibatasi oleh lingkungannya.</p> <p>Bagi kita, kotak korek api itu adalah segala sesuatu yang ada di luar kita. Sesuatu yang menghambat usaha menampilkan potensi kita yang sesungguhnya. Ia bisa berupa omongan, cibiran, cemoohan atau komentar bernada pesimis terhadap apa yang kita lakukan. Bisa juga kondisi tubuh kita yang tidak sempurna, usia yang tak lagi muda atau pendidikan yang tidak tinggi. Ia adalah apa yang kita miliki atau tidak kita miliki pada saat ini yang sering dijadikan alasan untuk mengerdilkan potensi kita lalu menganggapnya sebagai “sudah nasib saya" atau "sudah takdir saya”. Padahal, siapa tahu, kita ditakdirkan lebih baik dari keadaan sekarang dengan sedikit bekerja atau berjuang lebih keras!</p> <p>Maka, beruntunglah Tukul bukan pinjal. Ia tidak mau rencana suksesnya terhambat oleh kotak korek api berupa kata-kata yang meremehkan, mencaci dan mencibirnya. Beruntung pula dia punya semangat, motivasi yang kuat dan mimpi sukses yang mampu memerdekakan dirinya dari kungkungan kotak korek api tadi. Bila saja Tukul menyerah pada nasib, sampai rambutnya ubanan pun ia akan menganggap menjadi sopir pribadi atau pemanggul lampu shooting video sebagai profesi yang pantas untuk terus disandang <i>wong ndeso</i> miskin seperti dirinya.</p> <p>Tentunya Tukul tidak sendirian. Lihatlah bagaimana kegigihan Kuntowijoyo (alm.), seorang ilmuwan, budayawan sekaligus sastrawan. Kendati lumpuh dan hanya mampu menggerakkan dua jari tangannya untuk mengetik, setelah sebelumnya mengalami serangan stroke, beliau tetap menulis dan melahirkan karya-karya besar. Kuntowijoyo tidak menyerah pada kotak korek api kelumpuhan. </p> <p>Begitu pun Kolonel Sanders yang sukses membangun jaringan bisnis <i>fast food</i> setelah usianya melampaui 62 tahun. Atau, Andre Wongso yang tidak menamatkan sekolah dasar namun mampu menjadi motivator nomor satu di Indonesia. Atau, Stephen Hawking, <i>Lucasian Professor of Mathematics</i> di Cambridge University –sebuah jabatan paling bergengsi yang pernah dijabat Sir Isaac Newton– yang tergolek di atas kursi roda, bahkan untuk bicara pun menggunakan pensintesa suara, namun tetap mengajar dan ceramahnya tentang teori penciptaan alam semesta dinanti-nanti orang di seluruh dunia.</p> <p>Kini terserah Anda, mau jadi Tukul atau pinjal. Tapi, sebelum menentukan pilihan, ada baiknya Anda tahu persis apa saja yang menjadi kotak korek api dalam hidup Anda. Dan, yang tak kalah penting, Anda juga harus tahu apa mimpi sukses Anda.</p>Unknownnoreply@blogger.com0